Posisi makmum perempuan pada shalat tarawih jika ada seorang makmum laki-laki adalah

Ilustrasi Apabila suami istri ingin melaksanakan shalat berjamaah, maka bagaimana posisi istri? sumber foto: (Juanmonino) by Unsplash.com

Apabila suami istri ingin melaksanakan shalat berjamaah, maka bagaimana posisi istri? Ketentuan melakukan shalat berjamaah perlu dipahami oleh setiap Muslim agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan benar dan tertib.

Jika suami istri ingin melakukan shalat berjamaah, maka posisi istri adalah di belakang suami. Hal ini karena istri berperan sebagai makmum dan suami adalah makmum. Dengan begitu, maka posisinya tidaklah sejajar pada saat mengerjakan shalat berjamaah.

Shalat merupakan salah satu ibadah yang dilakukan oleh umat islam yang diawali gerakan takbir dan diakhiri gerakan salam.

Shalat bisa dikerjakan secara individu ataupun berjamaah. Hanya saja, Rasullullah menganjurkan agar kita mengerjakan shalat fardhu secara berjamaah. Hal ini karena pahala dalam mengerjakan shalat berjamaah lebih besar dibanding shalat sendiri.

Mengutip buku Berjamaah Lebih Utama oleh Syafril, dkk (2019), shalat jamaah setidaknya menyimpan empat hikmah, di antaranya yakni persatuan, kesetaraan, tanggung jawab, dan ukhuwah. oleh karena itu, lebih baik berjamaah daripada shalat sendiri.

Bahkan, shalat seorang Muslim dikatakan tidak sempurna apabila ia bertetangga dengan masjid, namun tidak mendirikan shalat berjamaah. Hal ini didukung dengan hadist berikut:

"Tidak sempurna sholat seseorang yang bertetangga dengan masjid kecuali dengan berjemaah. Dalam suatu riwayat, kecuali di masjid," (HR Ahmad).

Ketentuan Shalat Berjamaah

Dalam menunaikan shalat berjamaah, ada beberapa ketentuan yang perlu dipahami oleh setiap Muslim. Beberapa ketentuan tersebut di antaranya sebagai berikut:

• Niat dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT dan bukan karena ingin dipuji oleh orang lain.

• Paling sedikit yaitu dua orang (satu menjadi ma'mum dan satu lainnya menjadi imam)

• Sedang dalam keadaan suci dan bersih,

• Menggunakan pakaian yang bersih dan suci dari najis atau hadast.

Sholat yang diperbolehkan untuk dilakukan secara berjamaah adalah sholat fardhu. Jika sholat sunnah, maka yang bisa dilaksanakan secara berjama'ah yaitu shalat hari raya Idul fitri dan Idul Adha, shalat jenazah, shalat gerhana matahari dan bulan, shalat meminta hujan, serta shalat tarawih dan witir pada bulan Ramadan.

Adapun syarat menjadi imam yaitu Islam, berakal sehat, baligh, laki-laki, fasih dalam membaca alquran, dan suci. Bagi suami yang hendak melaksanakan sholat berjamaah bersama istrinya, maka harus memenuhi syarat-syarat menjadi imam tersebut.

tirto.id - MUI menerbitkan fatwa mengenai ketentuan beribadah selama pandemi COVID-19 pada Maret 2020. Salah satu isinya adalah imbauan boleh tidak salat lima waktu di masjid, bahkan salat Jumat juga, dengan menggantinya menjadi salat Zuhur di rumah. Hal ini dikhawatirkan bahwa kerumunan di tempat ibadah dapat menyebarkan virus corona SARS-CoV-2. Wabah COVID-19 ini dianalogikan dengan 'wabah taun' yang disabdakan Nabi Muhammad SAW: "Wabah taun adalah suatu ayat, tanda kekuasaan Allah SWT yang sangat menyakitkan, yang ditimpakan kepada orang-orang dari hambaNya. Jika kalian mendengar berita dengan adanya wabah taun, maka jangan sekali-kali memasuki daerahnya, jika taun telah terjadi pada suatu daerah dan kalian disana, maka janganlah kalian keluar darinya,” (H.R. Muslim).
Di riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (H.R. Bukhari). Menurut imbauan MUI, umat Islam diharapkan tidak membuat kerumunan selama beribadah, termasuk salat berjamaah di masjid, jika keadaannya membahayakan kesehatan masyarakat luas. Salat wajib lima waktu berjamaah di masjid dapat diganti dengan salat di rumah bersama keluarga. Dalam keadaan ini, jumlah jamaah salat biasanya tidak sebanyak ketika berada di masjid.

Baca juga: Isi Lengkap Fatwa MUI tentang Sholat Jumat Saat Pandemi COVID-19

Terdapat beberapa posisi salat berjamaah yang lazim dipraktikkan di rumah, yaitu:

1. Imam dengan jumlah makmum dua orang atau lebih

Jika makmum dalam salat berjamaah jumlahnya lebih dari dua orang, maka makmum membentuk barisan. Posisi ini paling mudah dilakukan karena persis seperti kondisi salat berjamaah di masjid sebelum wabah COVID-19.

2. Imam dengan satu orang makmum laki-laki

Jika makmum sendirian saja bersama imam, maka posisinya berdiri sejajar dengan imam. Imam berada di sebelah kanan dan makmum di sebelah kiri. Dalilnya bersandar pada riwayat Abdullah bin ‘Abbas RA, ia berkata: “Saya pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah binti Al-Harits (istri Rasulullah SAW). Aku melihat Rasulullah SAW salat Isya (di masjid), kemudian beliau pulang, dan salat empat rakaat. Lalu beliau tidur. Kemudian, beliau bangun malam. Aku pun datang dan berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu beliau memindahkanku ke sebelah kanannya. Beliau salat lima rakaat, kemudian salat dua rakaat, lalu tidur kembali,” (H.R. Bukhari).

3. Makmum berjenis kelamin perempuan

Jika seseorang mengimami makmum berjenis kelamin perempuan, baik itu jumlahnya satu atau lebih dari seorang, maka posisi makmum di belakang imam. Rujukannya adalah riwayat dari Anas bin Malik RA, ia berkata: “Aku salat bersama seorang anak yatim di rumah kami di belakang Nabi SAW, dan ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

4. Perempuan mengimami makmum perempuan

Jika tak ada laki-laki di waktu salat, maka perempuan boleh menjadi imam. Kalau jumlahnya dua orang, maka posisinya sama dengan posisi laki-laki berdua di atas. Namun, jika jumlah perempuannya lebih dari dua orang, maka imam perempuan posisinya berada di tengah jamaah. Hal ini dirujuk dari Rabthah al-Hanafiyah, ia berkata : "Aisyah RA pernah mengimami para wanita dan ia berdiri di antara mereka dalam salat wajib,” (H.R. Abdurrazaq dan Baihaqi).

5. Salat di ruangan sempit

Jika kondisi ruangan salat berada di tempat sempit sehingga posisi imam tidak dapat berada di tempat ideal, maka posisinya sebaiknya menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan. Rujukannya adalah riwayat dari Al-Aswad bin Yazid, ia berkata: “Aku bersama Alqamah masuk ke rumah Ibnu Mas’ud. Lalu beliau berkata kepada kami: 'Apakah kalian sudah salat?' Kami berkata: 'belum.' Beliau mengatakan: 'Kalau begitu bangunlah dan salat!'

Maka kami pergi untuk salat bermakmum kepada beliau. Beliau memposisikan salah satu dari kami di sebelah kanan beliau dan yang lain di kiri beliau … beliau lalu berkata: 'Demikianlah yang aku lihat dari perbuatan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (HR. Muslim dan Nasa'i).


Secara umum, sebagaimana dilansir NU Online, posisi makmum laki-laki yang sudah balig berada di saf atau barisan paling depan, lalu ketika saf awal tidak cukup, dilanjutkan pada saf selanjutnya, lalu di belakang barisan laki-laki dewasa ditempati oleh anak kecil laki-laki yang belum baligh, lalu saf selanjutnya ditempati oleh khuntsa (orang berkelamin ganda), lalu saf selanjutnya ditempati oleh para makmum perempuan.Sebaiknya anak kecil tidak menempati saf-saf depan selama masih ada laki-laki dewasa yang akan menempatinya, karena posisi ideal bagi anak kecil adalah di belakang laki-laki dewasa. Akan tetapi, ketika saf awal tidak penuh, anak kecil barulah boleh menempati saf-saf depan yang sejajar dengan laki-laki balig. Tujuannya untuk menyempurnakan saf. Hal ini dikecualikan jika anak kecil itu memang datang lebih awal dibandingkan dengan orang-orang yang telah balig, maka ia boleh menempati saf depan.


Baca juga artikel terkait SALAT atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi