Apa upaya kita untuk mengatasi krisis air bersih?

KOMPAS.com - Data dari Bappenas, kelangkaan air di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan bakal meningkat. Bahkan nantinya kualitas air juga akan terus menurun drastis.

Tak hanya itu saja, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air bersih di Indonesia.

Guru Besar Teknik Penyehatan Lingkungan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Erina Rahmadyanti, M.T., menjelaskan, kelangkaan air tersebut merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia.

Baca juga: Ini Cara Cegah Obesitas dari Dokter RSND Undip

Untuk itulah, perlu jadi perhatian semua kalangan. Terkait Hari Air Sedunia, 22 Maret 2022 ini harus menjadi momentum untuk memupuk kesadaran bersama dalam memandang, memanfaatkan dan menyikapi ketersediaan air.

Kelangkaan air bersih jadi ancaman serius

Apalagi peringatan Hari Air Sedunia tahun ini bertema “Air Tanah, Membuat yang tak Terlihat Menjadi Terlihat” yang secara tidak langsung mengajak untuk melindungi air tanah dari eksploitasi yang semakin berlebihan.

"Ini ancaman serius dan menjadi perhatian dunia," ujarnya seperti dikutip dari laman Unesa, Selasa (22/3/2022).

Menurutnya, kelangkaan air mengalami peningkatan seiring terjadinya deforestasi, betonisasi, polusi hingga global warming.

Akibatnya, sepertiga dari seluruh sekolah di dunia tidak memiliki akses air bersih dan sanitasi yang memadai. Setengah dari rumah sakit diisi penderita penyakit yang disebarkan air atau sanitasi yang buruk.

Sementara dua sepertiga penduduk dunia hidup dengan kondisi air yang tercemar. 1,8 miliar orang mengalami kelangkaan air.

Baca juga: Dosen FKG UGM: Ini Cara Menghilangkan Bau Mulut

Bahkan, setiap 90 detik terjadi kematian anak yang sebabkan karena diare dan jumlahnya diperkirakan bertambah dari tahun ke tahun dimana sepersepuluh orang tidak memiliki akses air bersih.

"Pada tahun 2015, dari 564 sungai yang menjadi potensi 6 persen air bersih dunia, sekitar 58 persennya tercemar," ungkapnya.

Dari data Bappenas, 31 persen kematian anak di Indonesia disebabkan karena diare dan waterborne diseases. Sebanyak 80 juta orang di Indonesia belum memiliki akses air bersih.

Dia menjelaskan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, di antaranya constructed wetland (CW) atau lahan basah buatan sebagai green infrastructure.

Tentu yang dalam implementasinya untuk ketersediaan air bisa dengan strategi pemanenan air hujan dan pengolahan air limbah langsung di tempatnya.

CW merupakan salah satu cara yang murah dan mudah untuk menjaga ketersediaan air di Indonesia secara berkelanjutan.

"Soal ini merupakan riset yang saya tekuni dan disampaikan dalam pidato pengukuhan guru besar Desember lalu," terangnya.

Tak hanya itu saja, perlu pula upaya lain yaitu tata kelola yang baik kawasan industrial dan kawasan hijau dan hutan.

Baca juga: 4 Profesor IPB Beberkan Pemanfaatan Air Tanah dan Air Permukaan

Ini juga berkaitan dengan regulasi dan penerapannya di lapangan. Kemudian di tingkat bawah juga perlu kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan air.

Namun yang paling penting ialah budaya hemat air, baik skala rumah tangga hingga industrial sebagai bagian dari upaya menyeimbangkan neraca ketersediaan air sangat diperlukan.

Unesa.ac.id, SURABAYA-Krisis air semakin jadi ancaman serius dan harus jadi perhatian bersama. Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian PPN atau Bappenas, kelangkaan air di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat. Pun, kualitas air akan terus menurun drastis. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air bersih di Indonesia.

Menurut Guru Besar Teknik Penyehatan Lingkungan UNESA, Prof. Dr. Erina Rahmadyanti, M.T., kelangkaan air tersebut merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia. Karena itu, perlu jadi perhatian semua kalangan. Hari Air Sedunia, 22 Maret 2022 ini harus menjadi momentum untuk memupuk kesadaran bersama dalam memandang, memanfaatkan dan menyikapi ketersediaan air.

Apalagi peringatan Hari Air Sedunia tahun ini mengusung tema “Air Tanah, Membuat yang tak Terlihat Menjadi Terlihat” yang secara tidak langsung mengajak untuk melindungi air tanah dari eksploitasi yang semakin berlebihan. “Ini ancaman serius dan menjadi perhatian dunia,” ujarnya.

Dampak Krisis Air

Gubes yang dikukuhkan akhir tahun lalu itu menambahkan, kelangkaan air mengalami peningkatan seiring terjadinya deforestasi, betonisasi, polusi hingga global warming. Akibatnya, sepertiga dari seluruh sekolah di dunia tidak memiliki akses air bersih dan sanitasi yang memadai. Setengah dari rumah sakit diisi penderita penyakit yang disebarkan air atau sanitasi yang buruk.

Dua sepertiga penduduk dunia hidup dengan kondisi air yang tercemar. 1,8 miliar orang mengalami kelangkaan air. Bahkan, setiap 90 detik terjadi kematian anak yang sebabkan karena diare dan jumlahnya diperkirakan bertambah dari tahun ke tahun dimana sepersepuluh orang tidak memiliki akses air bersih.

“Pada tahun 2015, dari 564 sungai yang menjadi potensi 6 persen air bersih dunia, sekitar 58 persennya tercemar,” terangnya.

Sebagaimana data Bappenas, lanjutnya, 31 persen kematian anak di Indonesia disebabkan karena diare dan waterborne diseases. Sebanyak 80 juta orang di Indonesia belum memiliki akses air bersih. Lantas bagaimana menyikapi kelangkaan air di Jawa dan Indonesia pada umumnya?

Solusi Atasi Krisis

Menurutnya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, di antaranya constructed wetland (CW) atau lahan basah buatan sebagai green infrastructure yang dalam implementasinya untuk ketersediaan air bisa dengan strategi pemanenan air hujan dan pengolahan air limbah langsung di tempatnya. CW merupakan salah satu cara yang murah dan mudah untuk menjaga ketersediaan air di Indonesia secara berkelanjutan.

“Soal ini merupakan riset yang saya tekuni dan disampaikan dalam pidato pengukuhan guru besar Desember lalu,” paparnya.

Selain itu, juga perlu ada upaya lain yaitu tata kelola yang baik kawasan industrial dan kawasan hijau dan hutan. Ini juga berkaitan dengan regulasi dan penerapannya di lapangan. Kemudian di tingkat bawah juga perlu kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan air.

Budaya hemat air, baik skala rumah tangga hingga industrial sebagai bagian dari upaya menyeimbangkan neraca ketersediaan air sangat diperlukan. “Selamat Hari Air Sedunia 2022, semoga kita bagian dari yang cinta dan sadar lingkungan sehat dan bersih termasuk peduli pada ketersediaan air bersih,” ucap Gubes Fakultas Teknik itu. [Humas UNESA]

Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi krisis air bersih?

Berikut beberapa contoh upaya yang dapat dilakukan agar mengurangi krisis air bersih, yakni:.
Menghemat Air. ... .
Tidak Membuang Sampah pada Saluran Air. ... .
Menanam Pohon atau Reboisasi. ... .
Membuat Tempat Penampungan Hujan..

Sebutkan tiga langkah yang dapat kita lakukan untuk mengurangi krisis air bersih?

Berikut ini beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menjaga kelestarian dan keberadaan air di bumi ini..
Menjaga kebersihan lingkungan. ... .
Menghemat penggunaan air. ... .
Membuang sampah pada tempatnya. ... .
Mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya. ... .
Tidak sembarangan membuang bahan kimia. ... .
Mendaur ulang barang bekas..

Mengapa kita harus mengurangi krisis air bersih?

Air yang tercemar akan mengakibatkan timbulnya penyakit bagi makhluk hidup, kepunahan spesies, maupun timbulnya berbagai macam bencana alam. Sehingga kehidupan ekosistem makhluk hidup dibumi menjadi terganggu dan rusak.