Tanaman yang dibudidayakan di pesisir pantai

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Banyak orang mengira bahwa Budidaya sayuran hanya bisa dilakukan di dataran tinggi. Jelas perkiraan tersebut salah, pasalnya saat ini sayuran pun bisa diBudidayakan di daerah rendah, tak terkecuali di daerah pesisir pantai. Namun perlu Anda ketahui, dalam memBudidayakan sayuran di daerah pesisir ini, kendala terbesar datang dari intrusi air laut yang akan meningkatkan salinitas tanah. Hal tersebut jelas akan mengancam produksi tanaman. Pasalnya, salinitas yang berlebihan dalam air tanah dan irigasi, dikombinasikan dengan genangan air, secara signifikan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas untuk tanaman pertanian, terutama sayuran yang sensitif terhadap salinitas.

Dilansir American Society for Horticultural Science, kini ada studi baru untuk menentukan bibit sayuran yang toleran garam untuk produksi di daerah pesisir. Youping Sun, Joseph Masabni, dan Genhua Niu, penulis dari studi yang muncul pada edisi Mei 2015 di HortScience tersebut, mengatakan ada informasi yang terbatas pada toleransi sayuran terhadap genangan air laut pada tahap awal pengembangan. Para ilmuwan merancang percobaan untuk mengevaluasi respon pertumbuhan tanaman sayuran terhadap simulasi genangan air laut.

Penelitian ini melibatkan 10 bibit sayuran populer seperti terong, brokoli, kale, kubis Cina, tomat, bayam, mentimun, lobak, lobak red crunchy, dan Chinese greens (Yu Choy).

Bibit tersebut ditempatkan di bak selama 24 jam dengan simulasi air laut (SAL) atau dengan air keran. Genagan air benar-benar menenggelamkan media tumbuh, tetapi daun tidak mengalami kontak dengan SAL atau air keran. Bibit yang tidak tenggelam digunakan sebagai kelompok kontrol.“Kami tidak menemukan perbedaan statistik dalam pertumbuhan atau parameter fisiologis antara kelompok kontrol yang dibanjiri air keran atau kelompok kontrol yang tidak dibanjiri air keran. Dengan kata lain, 24 jam genangan dengan air keran tidak memiliki dampak negatif pada pertumbuhan sayuran di minggu berikutnya,” tulis para peneliti tersebut. Oleh karena bibit yu choy dan mentimun dibanjiri SAL mati pada akhir percobaan atau dua minggu setelah banjir, data pertumbuhan tidak dikumpulkan untuk kedua sayuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayuran lainnya menampilkan kerusakan akibat garam. “Kubis Cina mengalami penurunan terkuat, sedangkan bayam, tomat, dan terong menampilkan penurunan paling tinggi pada berat kering karena genangan air laut, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dua minggu setelah perlakuan genangan dengan simulasi air garam, laju fotosintesis bersih brokoli, kangkung, bayam, dan tomat berkurang dari 43% hingga 67%, tingkat transpirasi sebesar 35% hingga 66% dan konduktansi stomata sebesar 51% hingga 82%,” kata para ilmuwan.Secara keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa bayam, terong, dan tomat yang paling toleran terhadap simulasi banjir air laut, sementara kubis cina, yu choy dan mentimun adalah yang paling rendah toleransinya.

“Simulasi genangan air laut secara signifikan meningkatkan konsentrasi Na dan Cl pada daun dari semua sayuran yang diuji, tetapi terjadi penurunan konsentrasi K pada daun dari brokoli, kubis Cina, terong, kangkung, bayam, dan tomat dan konsentrasi Ca pada daun dari brokoli, kale, lobak, dan lobak red crunchy,” lanjutnya.

Karenanya, berkaitan dengan hal itu, para peneliti tersebut merekomendasikan bahwa produsen sayuran di daerah pesisir dapat mempertimbangkan untuk menggunakan sayuran yang toleran terhadap garam, seperti bayam, terong, dan tomat untuk meminimalkan kerusakan pada sayuran dan meningkatkan produksi.

Ini Penyebab Sayuran Organik Berbentuk ‘Tak Sempurna’

RADARSEMARANG.ID – Banyak orang beranggapan bercocok tanam di pinggir pantai itu sulit. Selain airnya asin, biasanya tanahnya juga kurang subur. Namun hal itu dipatahkan oleh pengelola Agro Eduwisata Raja Tani Semarang. Meski terletak di pinggiran Pantai Marina Semarang, di tempat ini tumbuh subur aneka tanaman buah dan sayuran organik.

Lokasi Agro Eduwisata Raja Tani berada di Grand Marina Blok 2, Semarang Barat. Tidak jauh dari Pantai Marina. Pertanian di tengah kota (urban farming) ini kurang lebih seluas lima hektare. Lahannya dipetak-petak. Ada sayuran dan buah.

“Ini sudah berjalan tiga tahun. Kebetulan owner kami suka dengan pertanian. Hingga tercetus pertanian di perkotaan ini,” kata pengelola Agro Eduwisata Raja Tani Rita Permanasari kepada Jawa Pos Radar Semarang, Sabtu (3/7/2021).

Menurutnya, selama ini pertanian cenderung dengan lahan besar. Bahkan, cocoknya di wilayah pedesaan, yang lahan kosongnya masih luas dan subur. Namun dengan teknik modern, pertanian bisa dilakukan di perkotaan, termasuk di pinggir pantai.

“Pertaniannya itu simpel sekali, tidak harus memerlukan tenaga yang ekstra. Kita pakai sistem yang bagus. Kita memilih hidroponik. Image tani di pinggir laut tidak bisa, sekarang kita patahkan,” tandasnya.

Sayuran ditanam menggunakan pipa yang dilubangi untuk menaruh pot kecil yang sudah ditebar bibit. Lubang tersebut berjajar dengan jarak yang sudah diatur. “Jadi, sistem airnya mengalir 24 jam. Bibit kita datangkan khusus, yang berkualitas, dan pastinya sudah bersertifikasi. Supaya hasilnya maksimal. Kalau pupuk organik, tidak ada kendala. Kita sudah punya kerja sama,” bebernya.

Baca juga:  PT PII Sosialisasikan Urban Farming untuk Warga Bambangkerep

Rita menyebutkan, sayuran yang ditanam berbagai macam. Ada selada, bayam merah, bayam hijau, caisim, termasuk kangkung. Ia sengaja memilih jenis sayuran tersebut, dengan alasan banyak yang membutuhkan. “Yang cepat laku. Hasilnya bisa kita rasakan, tiga minggu sampai tiga bulan sudah kita petik. Sehingga hasilnya bisa kita putar,” katanya.

Untuk tanaman buah, terdapat buah naga, jeruk sunkist, cabai, pisang, dan ketela pohon. Alasan memilih jenis buah ini, karena tidak semua pohon akarnya bisa ditampung dalam pot. “Kalau pohon mangga atau durian, itu akarnya masuk ke dalam. Sementara kalau terlalu ke dalam kan airnya asin, sehingga tidak kita tanam,” jelasnya.

Dikatakan, untuk tanaman buah ini sudah ditanam sejak enam bulan lalu. Kalau tidak ada kendala, diperkirakan Desember mendatang sudah bisa dipetik hasilnya. Saat ini, lanjut Rita, pihaknya belum ada rencana membuka lahan pertanian di tempat lain. Alasannya, akan memaksimalkan lebih dulu lahan yang ada. Saat ini, fokusnya masih sayuran dan buah.

“Lahan yang ada akan lebih dimaksimalkan. Ditanami apa gitu supaya lebih produktif, sambil tumpangsari. Karena kalau banyak tanaman, dan ternyata hasilnya tidak maksimal, akan rugi. Kalau di sini dulu ikonnya kan buah naga. Ini sama owner kanan-kirinya ditanami jeruk sunkist,” terangnya.

Baca juga:  Rangsang Semangat Berkebun

Diakui , hasil pertanian di tempat ini masih belum sekelas ekspor. Masih sebatas Kota Semarang, dan sekitarnya. Namun sudah ada swalayan atau minimarket skala besar yang menampungnya. Meski demikian, masyarakat umum juga dipersilakan untuk membeli dengan cara datang langsung ke lokasi.

“Masyarakat tidak perlu jauh-jauh ke pedesaan. Di sini juga bisa. Di dalam sini sayurannya juga macam-macam. Di sini kan alam terbuka, tidak tertutup, di sini bisa olahraga sambil metik-metik kan sehat, kena sinar matahari. Sambil berjemur,” katanya.

Untuk harga jual, Rita mengatakan tanaman hidroponik tentunya membutuhkan biaya lebih tinggi untuk perawatannya. Juga tidak menggunakan pestisida alias sayuran organik. Namun demikian, harga jualnya tidak terpaut tinggi dengan harga pada umumnya di pasaran.

“Kita relatif murah kalau dibanding sayuran organik di pasaran, tapi bukan murahan. Jadi, supaya bisa terus bersaing, tidak harus lebih mahal. Meski pandemi, harga kita mampu bersaing dengan pasar,” ujarnya.

Dikatakan Rita, untuk merawat lahan seluas lima hektare tersebut, terdapat tujuh orang pekerja. Mereka punya tugas masing-masing.

Ia menambahkan, rencananya ke depan lahan pertanian tersebut akan dijadikan tempat edukasi bagi anak-anak sekolah. Namun, hingga kini belum terlaksana lantaran masih pandemi Covid-19. “Kita inginnya siswa sekolah bisa belajar pertanian langsung ke sini. Nah, nanti kalau pulang dibawain sayur. Tapi belum bisa diwujudkan karena terkendala pandemi Covid-19 ini,” katanya.

Baca juga:  Urban Farming di Trimulyo akan Dijadikan Destinasi Wisata

Hasil Pelatihan ‘Berkebun Hebat’

Rita Permanasari adalah salah satu alumni pelatihan ‘Berkebun Hebat’ yang diinisiasi oleh Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, beberapa waktu yang lalu.

Rita merintis Agro Eduwisata Raja Tani yang sebelumnya merupakan lahan kosong tidak terurus milik seorang pengusaha. Rita diberi amanah untuk mengelola dan memanfaatkan lahan kosong tersebut menjadi lahan produktif.

“Saya awalnya ikut pelatihan Berkebun Hebat dengan Ibu Wakil Wali Kota. Alhamdulillah sekarang saya dipercaya untuk menangani lahan ini,” papar Rita.

“Jadi di berkebun hebat saya belajar teori. Di sini, saya praktik. Saya bersama anak saya bertekad untuk jangan takut gagal,” paparnya.

Sejah ini, dia telah memasarkan pertaniannya di Holycow dan Superindo. Ke depan, dia ingin mengembangkan pemasaran ke beberapa supermarket yang ada di Kota Semarang. Di sisi lain, pihaknya juga ingin mengembangkan ekonomi masyarakat melalui UMKM.

Beberapa waktu lalu, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengapresiasi upaya pengembangan Agro Eduwisata Raja Tani tersebut. Melalui program berkebun hebat, peserta bisa mulai mempraktikkan ilmu yang didapatkan dengan memanfaatkan lahan kosong di sekitar lingkungannya. (mha/aro)