Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah

Jakarta, CNN Indonesia --

Agama Islam masuk ke Indonesia sejak abad 13 hingga 15 Masehi. Pendapat tersebut dikuatkan dengan banyaknya bukti peninggalan kerajaan-kerajaan Islam di tanah Nusantara.

Merujuk sejarah, awal kemunculan Islam dimulai dari hubungan niaga antara Indonesia dengan pedagang luar, yang mayoritas berasal dari Timur Tengah.

Pengenalan islam ke Nusantara tentu berpengaruh besar terhadap kebudayaan dan pola hidup masyarakat Nusantara saat itu. Islamisasi berdampak pada setiap elemen kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan, sosial, politik, hingga budaya.

Pengaruh penyebaran Islam kemudian masuk ke dalam kerajaan-kerajaan pada masa itu. Buntut dari penyebaran tersebut adalah terdapat bangunan bercorak Islami di berbagai daerah.

Dikatakan dalam penyebarannya, para Wali Songo merangkul budaya masyarakat lokal hingga berbaur dengan budaya adat setempat.

Eksistensi bentuk peninggalan kerajaan Islam yang masih berdiri dan bisa ditemui sampai saat ini seperti masjid dan keraton.

Berikut ragam peninggalan kerajaan Islam beserta sejarahnya.

1. Kerajaan Samudera Pasai (1267-1524)

[Gambas:Instagram]

Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia. Berdiri pada abad 13 Masehi, terletak di Kabupaten Lhokseumawe, Aceh Utara.

Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh atau Meurah Silu (nama sebelum masuk Islam) yang juga merupakan raja pertama Samudera Pasai.

Sebelumnya, kerajaan Samudera Pasai terdiri dari atas kerajaan berbeda yakni Kerajaan Samudera (Peurlak) dan Pasai (Pase). Kedua kerajaan bersatu setelah kedatangan para pedagang islam dan menyebarnya islam di Aceh.

Wilayah kekuasaan Samudera Pasai cukup luas, mencapai seluruh wilayah Aceh. Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perdagangan penting yang sering dikunjungi pedagang dari Cina, India, Siam, Arab, dan Persia, dengan komoditas utama saat itu adalah lada.

Samudera Pasai meninggalkan bukti arkeologis cukup banyak di antaranya makam Sultan Malik Al-Saleh. Koin emas dirham yang merupakan mata uang Kerajaan Samudera Pasai saat itu, Lonceng Cakra Donya, dan Hikayat Raja-raja Pasai.

2. Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903)

Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah
Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
Masjid Tuha Indrapuri adalah salah satu masjid bersejarah dan jejak peninggalan kerajaan Islam milik Kerajaan Aceh Darussalam yang berusia ratusan tahun. 

Kerajaan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada 1496. Kerajaan Aceh sudah ada lebih dulu dari Samudera Pasai. Pengaruh dan kekuasaan Kesultanan Aceh semakin besar setelah mengambil alih Samudera Pasai pada 1524 M.

Meski diperintah oleh Sultan, namun Kerajaan Aceh saat itu di kendalikan oleh para orang kaya atau yang disebut dengan Hulubalang. Dalam cerita rakyat Aceh, disebutkan terjadi penumpasan terhadap para Hulubalang yang dilakukan oleh Alaiddin Riayat, karena berlawanan dengan sistem kepimpinannya.

Sementara masa kejayaan Kerajaan Aceh terjadi saat diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sultan Iskandar Muda menakluk kan wilayah Pahang yang kaya akan timah.

Kemudian Sultan Iskandar Muda menyerang pasukan Portugis yang berada di Melaka, serangan ini dimaksudkan memperluas pengaruh Kesultanan Aceh atas semenanjung Melayu. Namun sayang, serangan ini gagal.

Bukti arkeologis Kesultanan Aceh di antaranya Masjid Raya Baiturrahman, Taman Sari Gunongan, Pintu Khop, Makam Sultan Iskandar Muda, dan Uang Emas Kerajaan Aceh.

3. Kerajaan Demak (1475-1548)

Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Masjid Agung Demak, Bintoro, Demak, Jawa Tengah adalah salah satu peninggalan kerajaan Islam Demak.

Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan Demak memiliki peran penting dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Penyebarannya digagas oleh Sembilan orang wali atau lebih dikenal dengan Wali Songo.

Raden Patah sebagai pendiri Kerajaan Demak adalah putra Prabu Brawijaya, raja terakhir dari Majapahit. Usai keruntuhan Majapahit, sejumlah daerah melepaskan diri, salah satunya Demak. Letak Demak yang berada di pesisir utara Pulau Jawa, menjadikan Demak kuat secara maritim.

Berada di kawasan strategis jalur pelayaran dan memiliki Pelabuhan besar, mendongkrak ekonomi Kerajaan Demak saat itu dengan komoditi dagang berupa beras, garam, dan kayu jati.

Puncak kejayaan Kerajaan Demak terjadi saat masa pemerintahan Sultan Trenggono, dimana Sultan Trenggono berhasil menguasai Sunda Kelapa, Tuban, Surabaya, Pasuruan, Malang, dan Blambangan.

Sepeninggalnya Sultan Trenggono terjadi konflik perebutan kekuasaan antar anggota keluarga kerajaan, yang berdampak melemahnya kerajaan Demak. Runtuhnya Kerajaan Demak terjadi saat pemindahan kekuasaan dari Demak ke wilayah Pajang.

Namun demikian, Kerajaan Demak juga meninggalkan benda bersejarah. Peninggalan Kerajaan Islam ini berupa Masjid Agung Demak, Pintu Bledeg, Makam Sunan Kalijogo, Soko Guru, Pawestren.

4. Kerajaan Cirebon (1430-1677)

Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah
Foto: Kondephy via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-4.0)
Keraton Kasepuhan Cirebon adalah salah satu peninggalan kerajaan Islam Cirebon.

Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke 15 dan 16 M. Berlokasi di pantai utara Pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi jembatan antara 2 kebudayaan yaitu, Jawa dan Sunda.

Berdasarkan Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dusun kecil yang didirikan oleh Ki Gedeng Tapa.

Ki Gedeng Tapa menamakan perkampungan tersebut dengan Caruban (Dalam bahasa Sunda berarti: Campuran). Para pendatang di perkampungan tersebut datang dari beragam suku, agama, bahasa, dan adat istiadat.

Namun demikian, bukanlah Ki Gedeng Tapa yang mendirikan kerajaan Cirebon. Kerajaan Cirebon didirikan oleh Pangeran Walangsungsang.

Pangeran Walangsungsang merupakan anak Prabu Siliwangi, penguasa kerajaan Padjadjaran. Prabu Siliwangi kemudian mengutus Walangsungsang untuk menjadi adipati di Cirebon.

Penyebaran agama Islam di Jawa Barat, dibantu oleh keponakan Pangeran Walansungsang, yang bernama Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Kesultanan Cirebon tetap bertahan hingga kini meski tak lagi memerintah.

Peninggalan kerajaan Islam Cirebon cukup banyak di antaranya, Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebon, Keraton Keprabon, Kereta Singa Barong Kasepuhan, Masjid Sang Cipta Rasa, dan Makam Sunan Gunung Jati.

5. Kerajaan Mataram Islam (1586-1755)

Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah
Foto: CNN Indonesia/M. Andika Putra
Masjid Agung Kauman merupakan salah satu peninggalan kerajaan Islam milik Kerajaan Islam Mataram

Kerajaan Mataram Islam berbeda dengan Kerajaan Mataram Hindu. Kerajaan ini berdiri di tanah Jawa pada abad ke-17. Pada awalnya, Mataram adalah daerah Kadepaten di bawah Kerajaan Pajang.

Daerah tersebut adalah hadiah dari Sultan Adiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan, karena keberhasilannya membantu menumpas Arya Penangsang.

Penumpasan Arya Penangsang dilakukan oleh anak Ki Ageng Pamanahan bernama Sutawijaya. Atas kehebatannya, Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir) mengangkatnya sebagai anak dan saudara dari putra mahkota yakni Pangeran Benawa.

Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, posisinya digantikan oleh Sutawijaya. Di bawah kepemimpinannya Mataram Islam berkembang pesat.

Keruntuhan kerajaan Mataram Islam disebabkan oleh perpecahan dalam tubuh Kerajaan Mataram Islam menjadi dua, yang meninggalkan sejarah pada dua kota berbeda, yaitu Yogyakarta dan Solo.

Peninggalan Kerajaan Islam tersebut yang hingga kini masih dapat dijumpai adalah Masjid Agung Gedhe Kauman, Masjid Kotagede, Masjid Pathok negara Sulthoni Plosokuning, Masjid Agung Surakarta, dan Masjid Al Fatih Kepatihan Solo.

6. Kerajaan Banten (1526-1813)

Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah
Foto: Pernita Hestin/CNN Indonesia
Vihara Avalokitesvara di Banten Lama menjadi salah satu jejak peninggalan kerajaan Islam

Kerajaan Banten merupakan salah satu Kerajaan Islam yang ada di provinsi Banten, dan pada awalnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Demak.

Hingga awal abad ke-16, penduduk wilayah Banten masih menganut agama Hindu. Hal ini dikarenakan Banten masih bagian dari wilayah Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Bogor.

Lalu pada 1526, Sultan Trenggono menugaskan anaknya Fatahillah untuk menaklukan Pajajaran dan memperluas wilayah Demak.

Berhasil menaklukan Pajajaran dan melepaskan diri dari Demak, Fatahillah kemudian menunjuk putranya Maulana Hasanuddin untuk memimpin Kerajaan Banten (1522-1570).

Sultan Hasanuddin menjadikan Banten sebagai pusat perdagangan di barat Pulau Jawa, karena letaknya yang dekat pesisir. Dengan komoditi utama saat itu adalah Lada.

Setelah wafatnya Sultan Hasanuddin, kepimpinan Kerajaan Banten mengalami pergantian pemimpin sebanyak empat kali.

Puncak kejayaan Kerajaan Banten terjadi saat masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang berhasil membangun hubungan dagang dan diplomatik dengan negara lain.

Keruntuhan Kerajaan Banten terjadi pada masa pemerintahan Sultan Haji, anak dari Sultan Ageng Tirtayasa. Belanda berhasil menghasut Sultan Haji untuk mengkhianati ayahnya.

Alhasil perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa berakhir dengan penangkapan dan dipenjara oleh Belanda di Batavia hingga akhir hayatnya pada 1692.

Tidak banyak peninggalan budaya yang diwariskan Kerajaan Banten. Namun, kita masih dapat melihatnya melalui seni bangunan seperti Masjid Agung Banten, Kompleks Makam Raja-raja Banten, Istana Keraton Surosowan, Istana Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, Vihara Avalokitesvara.

7. Kerajaan Ternate (1257-1950)

Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah
Foto: Baskoro Aji via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-3.0)
Masjid Sultan Ternate adalah salah satu peninggalan kerajaan Islam milik Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate sebelumnya dikenal dengan Kerajaan Gapi. Kerajaan Gapi merupakan salah satu dari empat kerajaan Islam tertua di Maluku Utara, selain Tidore, Jailolo, dan Bacan. Raja pertama Ternate adalah Momole Ciko yang menyandang gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272).

Pada awal abad ke-13, Pulau Ternate ramai dikunjungi oleh para pedagang dan penduduk eksodus dari Halmahera. Hal ini dikarenakan, letak Ternate cukup strategis, dengan diapit Sulawesi dan Papua yang saat itu merupakan salah satu jalur pelayaran dan perdagangan penting di Indonesia bagian timur.

Namun demikian, tidak diketahui waktu pasti kapan peralihan kesultanan menjadi bercorak islam. Catatan sejarah, hanya mencatat Raja Ternate pertama Kolono Marhum (1465-1486) memeluk agama Islam.

Gejolak di Kerajaan Ternate mulai terjadi pada 1512, saat Portugis untuk pertama kali menginjakkan kaki di Ternate. Misi awal berdagang Portugis, berubah menjadi ambisi menaklukkan Maluku Utara.

Puncak dari konflik ini, adalah terjadinya perang saudara demi perebutan takhta. Hingga akhirnya, terjadi pemberontakan di bawah kepimpinan Sultan Baabullah (1570-1583). Pemberontakan terjadi setelah Portugis membunuh Sultan Khairun.

Didukung rakyat Ternate, Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis untuk selamanya dari Ternate pada 1575. Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau, menjadikan Kesultanan Ternate sebagai Kerajaan Islam terbesar di Indonesia Timur.

Kesultanan Ternate hingga kini masih bertahan, namun hanya sebatas simbol budaya. Bukti sejarah Peninggalan Kerajaan Islam Ternate berupa Istana Sultan Ternate, Masjid Jami Sultan Ternate, Makam Sultan Baabullah, dan Benteng Tolukko.

8. Kesultanan Malaka (1405-1511)

Berikut ini yang bukan situs peninggalan sejarah islam di Riau adalah
Foto: CNN Indonesia/M. Arby Rahmat Putratama H
Masjid Raya Baiturrahman, Aceh, ini merupakan salah satu peninggalan kerajaan Islam milik Kesultanan Malaka 

Kerajaan Malaka menjadi salah satu kerajaan yang berkontribusi dalam penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.

Kesultanan Malaka didirikan oleh Parameswara, yang merupakan orang Melayu beragama Hindu keturunan Raja Sriwijaya. Parameswara kemudian berganti nama menjadi Muhamad Iskandar Syah setelah masuk Islam.

Kesultanan Malaka berhasil didirikan setelah melalui dua kali kekalahan dalam perang yang dialami Parameswara atau Muhamad Iskandar Syah. Dalam pelarian kedua, Parameswara lari ke suatu daerah dan mendirikan kerajaan yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan Malaka.

Untuk memperkuat pertahanan kerajaannya, Iskandar Syah kemudian melakukan pendekatan ke Tiongkok dengan taktik perkawinan politik.

Keruntuhan Kesultanan Malaka terjadi pada masa kepemimpinan Sultan Alauddin Syah (1477-1488), lantaran banyak daerah taklukan melepaskan diri. Hingga pada 1511, armada perang Portugis yang dipimpin Alfonso d'Albuqerque berhasil menguasai dan mengakhiri kejayaan Kesultanan Malaka.

Peninggalan Kerajaan Islam Malaka berupa Masjid Raya Baiturrahman Aceh, Masjid Agung Deli, dan Johor Baru.

(imb/fef)