Secara garis besar mainan beroda dapat dibedakan menjadi dua yaitu

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

28 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack

Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya, (Petterson, 1996:1).

Menurut Dr. Irwan (2008:1), motorik kasar merupakan area terbesar perkembangan di usia balita. Diawali dengan kemampuan berjalan, lantas lari, lompat dan lempar. Modal dasar untuk perkembangan ini ada 3 (yang berkaitan dengan sensori utama), yaitu keseimbangan, rasa sendi (propioceptif) dan raba (taktil). Sedangkan untuk tahapan perkembangan anak dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

14

Tabel 1. Tahap Perkembangan Motorik Anak dari CRI (1997)

Usia Tahap Perkembangan

24-36 Bulan Berdiri di atas salah satu kaki selama 5-10 detik

Berdiri di atas kaki lainnya selama beberapa saat

Menaiki dan menuruni tangga, dengan berganti-ganti dan berpegangan pada pegangan tangga

Berlari berputar-putar tanpa kendala Melompat ke depan dengan dua kaki 4 kali

Melompat dengan salah satu kaki 5 kali Melompat dengan sebelah kaki lainnya dalam satu lompatan

Menendang bola ke belakang dan ke depan dengan mengayunkan kaki

Menangkap bola yang melambung dengan mendekapnya ke dada

Mendorong, menarik dan mengendarai mainan beroda atau sepeda roda tiga Mempergunakan papan luncur tanpa bantuan

Membangun menara yang terdiri dari 9 atau 10 kotak

Menjiplak garis vertikal, horizontal dan silang

Mempergunakan kedua tangan untuk mengerjakan tugas

Memegang kertas dengan menggunakan satu tangan dan mempergunakan gunting untuk memotong selembar kertas berukuran 5 inci persegi menjadi dua bagian.

36-48 Bulan Berdiri di atas satu kaki selama 10 detik Berjalan maju dalam satu garis lurus dengan tumit dan ibu jari sejauh 6 kaki

15

Berjalan mundur dengan ibu jari ke tumit Lomba lari

Melompat ke depan 10 kali Melompat ke belakang 1 kali Bersalto/berguling ke depan

Menendang secara terkoordinasi ke belakang dan ke depan dengan kaki terayun dan tangan mengayun ke arah berlawanan secara bersamaan

Dengan dua tangan menangkap bola yang dilemparkan dari jarak 3 kaki

Melempar bola kecil dengan kedua tangan kepada seseorang yang berjarak 4-6 kaki darinya

Membangun menara setinggi 11 kotak Menggambar sesuatu yang berarti bagi anak tersebut dapat dikenali dengan orang lain

Mempergunakan gerakan-gerakan jemari selama permainan jari

Menjiplak gambar kotak Menulis beberapa huruf

48-60 Bulan Berdiri di atas kaki yang lainnya selama 10 detik

Berjalan di atas garis keseimbangan ke depan, ke belakang dan ke samping Melompat ke belakang dengan dua kali berturut-turut

Melompat dua meter dengan salah satu kaki

Mengambil satu atau dua langkah yang teratur sebelum menendang bola

16

Melempar bola dengan memutar badan dan melangkah ke depan

Mengayun tanpa bantuan Menangkap dengan mantap Menulis nama depan

Membangun menara setinggi 12 kotak Mewarnai dengan garis-garis

Memegang pensil dengan benar antara ibu jari dan dua jari

Menggambar orang beserta rambut dan hidung

Menjiplak persegi panjang dan ssegi tiga Memotong bentuk-bentuk sederhana

Gerakan yang timbul dan terjadi pada motorik kasar merupakan gerak yang terjadi dan melibatkan otot-otot besar tubuh dari bagian tubuh dan memerlukan tenaga yang cukup besar. Pada dasarnya perkembangan motorik kasar berhubungan dengan perkembangan motorik secara keseluruhan. Motorik kasar merupakan perkembangan yang mengikuti

kaidah “chepalocaudal”(dari kepala ke kaki), atau berkembang dimulai

bagian atas yaitu kepala. Ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa pada kepala perkembangan terdapat gerakan yang besar dibandingkan dengan bagian yang lainnya.

Hurlock (1997:52), menyatakan bahwa pada 4 atau 5 tahun pertama kehidupan pasca lahir anak dapat mengendalikan gerakan kasar. Gerakan tersebut melibatkan bagian badan yang luas dan digunakan untuk berjalan, loncat, lari, dan sebagaimya. Setelah 5 tahun terjadi perkembangan yang

17

besar dalam pengendalian koordinasi yang lebih baik melibatkan otot yang lebih kecil.

Dalam Encyclopedia of childhood and adolescence (2004:3), menyatakan bahwa kemampuan motorik kasar melibatkan penggunaan otot besar yang akan menyebabkan tubuh bergerak atau berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya. Dimulai dari berguling (8-10 minggu), merangkak (6-9 bulan), berdiri merayap (7-12 bulan), berjalan, dan berlari. Kemampuan lain yang nantinya akan mengiringi kemampuan berkembangnya motorik kasar adalah koordinasi otot, kelincahan, kekuatan, kelenturan, kecepatan, keseimbangan, daya tahan, penempatan tubuh serta perencanaan gerak. Penempatan tubuh yang dimaksud adalah suatu proses bagaimana anak dapat memperkenalkan dirinya terhadap obyek yang dilewati dalam proses bergeraknya.

Kemampuan dalam menempatkan tubuh dapat dilihat seperti pada saat anak mulai belajar untuk dapat berdiri sendiri dan berniat untuk berpindah tempat. Perkembangan kelompok otot besarnya yang belum dapat menopang berat tubuhnya, membuat anak tersebut untuk secara otomatis melatih menjaga keseimbangan tubuh dengan cara memegang dan bersandar pada benda yang kuat. Saat kekuatan otot dan keseimbangan dirasa cukup, proses bergeraknya menjadi perencanaan gerak, sehingga tidak hanya bersandar tetapi akan berusaha mendekati benda lain dengan cara merambat menuju benda-benda lain yang berada didekatnya. Proses tersebut semakin lama akan semakin berkembang sehingga anak dapat berjalan dengan

18

langkah yang benar dan kemudian dapat berlari. Namun cepat lambatnya suatu perkembangan juga ditentukan oleh latihan yang diberikan kepada anak.

H. Gaill-Schmidt, (2006:1) menyatakan bahwa, kemampuan motorik kasar dapat diartikan gerakan otot besar pada tubuh. Pada anak luar biasa pembentukan gerak motorik kasar terkadang lebih baik daripada pembentukan gerak motorik halusnya. Secara keseluruhan pembentukan gerak motorik kasar dapat dijaga level pengawasan. Bayi dan balita yang sedang belajar berjalan biasanya mendapatkan kemampuan tersebut tanpa terpengaruh anak seumurnya.

Meskipun demikian, kemungkinan ada penundaan dalam memperoleh kemampuan tanda-tanda dini seperti duduk, berguling, dan berjalan. Kebanyakan balita yang sedang belajar berjalan dapat melakukan hal-hal tersebut pada saat yang sama tanpa terpengaruh anak seumurnya. Dan kebanyakan anak luar biasa rata-rata dapat berjalan pada umur dua tahun.

Dikarenakan kemampuan motorik kasar anak luar biasa tidak terpengaruh oleh perkembangan anak yang berada di sekitar dan seusia dengannya, maka kemampuan adaptasi anak ditentukan oleh orang atau benda di sekitar anak tersebut. Bagaimana cara orang melatihkan kemampuan otot besarnya dipadu dengan benda-benda yang dapat memberikan sarana latihan dan pengalaman bagi anak.

19

Kemampuan motorik kasar pada anak pra sekolah saat melakukan aktivitas dilakukan dengan menggunakan otot-otot besarnya (Soegeng S, 2004:4). Pada anak pra sekolah motorik kasar berfungsi sebagai:

a. Alat pemacu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani serta kesehatan pada anak prasekolah.

b. Alat untuk membentuk, membangun, dan memperkuat tubuh. c. Alat untuk meningkatkan perkembangan sosial

d. Alat untuk menumbuhkan perasaan senang dan memahami kesehatan pribadi.

e. Alat melatih keterampilan dan ketangkasan gerak serta daya fikir. 4. Pengertian Anak Tunarungu

Tunarungu merupakan keadaan atau kondisi tidak berfungsinya organ pendengaran seseorang secara normal. Sehingga secara paedagogis diperlukan adanya pelayanan pendidikan atau bimbingan khusus. Selain itu secara fisiologis juga diperlukan latihan dan olahraga secara khusus. Ketunarunguan merupakan hambatan pendengaran dimana alat pendengaran mengalami gangguan. Dan gangguan ini bisa mengenai pada organ yang baik secara sebagian maupun menyeluruh.

Menurut Hallahan, DP dan Kauffman. JM (2001:8) menjelaskan pengertian ketunarunguan sekaligus mengklasifikasikannya menjadi dua bagian sebagai berikut:

Ketunarunguan adalah suatu keadaan yang menunjukkan keadaan yang menunjukkan adanya rentang ketidakmampuan seseorang dalam menerima informasi melalui pendengaran, dari yang mengalami ketidakmampuan taraf ringan hingga sangat berat (tuli total). Disini

20

juga sekaligus menunjukkan adanya klasisfikasi penyandang turarungu, yaitu yang tergolong kurang dengar (hard of hearing) dan tuli (deaf).

Definisi anak tunarungu menurut Andreas Dwijosumarto (1996:74) adalah:

Seseorang yang tidak mendengar suara dikatakan tunarungu, ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid).

Selain itu secara paedagogis tunarungu dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan seseorang dalam mendapatkan informasi secara lisan, sehingga membutuhkan bimbingan dan pelayanan khusus dalam belajarnya di sekolah. Pengertian itu lebih menekankan pada upaya pengembangan potensi penyandang tunarungu agar dapat mengembangkan dirinya secara optimal dan bertanggung jawab dalam kehidupannya sehari-hari (Suparno, 2001:9).

Beberapa batasan yang telah ditulis di atas tentang pengertian anak tunarungu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik secara sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, yang menyebabkan pendengarannya kurang memiliki nilai fungsional di dalam kehidupannya sehari-hari.

21 a. Sebab-sebab Ketunarunguan

Sunaryo Kartadinata (1996:75) mengemukakan faktor-faktor penyebab ketunarunguan adalah sebagai berikut :

1) Pada saat dilahirkan (prenatal)

a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnorma, misalnya : dominan gen, resesive gen, dll.

b) Karena penyakit: sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit terutama yang diderita pada saat kehamilan pada trisemester pertama, yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu antara lain: rubella, moebilli, dll.

c) Karena keracunan obat-obatan. Pada saat kehamilan, ibu meminum obat-obatan terlalu banyak atau ibu seorang pecandu alkohol atau ibu tidak menghendaki kelahiran anaknya, ia meminum obat penggugur kandungan sehingga menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkannya.

2) Pada saat kelahiran (natal)

a) Sewaktu ibu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan (tang).

b) Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya. 3) Pada saat setelah kelahiran

a) Ketunarunguan yang terjadi karena infeksi, misalnya: infeksi pada otak (menginitis), difteri, dll.

22

b) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya: jatuh, dll.

Samuel A. Kirk seperti yang dikutip oleh Rochmad Wahab (1993:8), menerangkan sebab-sebab ketunarunguan antara lain sebagai berikut:

a. Sebab ketunarunguan yang terjadi sebelum kelahiran.

Terjadi pada masa prenatal yaitu ibu sewaktu mengandung mengalami keracunan sehingga perkembangan anak mengalami kecacatan.

b. Sebab-sebab trauma dan kondisi sewaktu lahir.

Ini dapat terjadi karena pengalaman trauma pada saat kelahiran, seperti: penekanan forcep, pendarahan terlalu banyak sehingga mengakibatkan cedera pada sistem saraf pendengaran.

c. Sebab-sebab ketunarunguan sejak lahir.

Sebab-sebab ketunarunguan pada saat kelahiran dapat terjadi karena terkena penyakit atau kecelakaan yang menyebabkan kecacatan pendengaran.

b. Klasifikasi Ketunarunguan

Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometer ataupun BERA. Menurut Andreas D. (dalam Sunaryo. K 1996:76) mengklasifikasikan ketunarunguan sebagai berikut:

23

a. Tingkat I : Kehilangan kemampuan mendengar antara 35-54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan alat pendengaran.

b. Tingkat II : Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai dengan 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara atau berbahasa secara khusus.

c. Tingkat III : Kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai dengan 89 dB.

d. Tingkat IV : Kehilangan kemampuan mendengar antara 90 dB ke atas. Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan adalah sebagai berikut.

a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

b. Kelompok II: kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

c. Kelompok III : kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.

24

d. Kelompok IV : kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

e. Kelompok V : kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

c. Karakteristik Anak Tunarungu

Anak tunarungu mempunyai ciri-ciri berbeda dengan anak normal. Karakteristik anak tunarungu sangat khas dan kompleks, secara sepintas mereka terlihat tidak memiliki kelainan. Menurut Suparno (2001:14-16) karakterisitik anak tuna rungu adalah sebagai berikut: 1) Karakteristik fisik

a) Gerakan kaki dan tangannya lincah dan cepat sebab sering digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya sebagai bahasa lisan.

b) Gerakan matanya cepat dan beringas.

c) Kemampuan pernafasan pendek dan terganggu. 2) Karakterisitk dalam segi bahasa dan bicara, meliputi:

a) Anak tunarungu miskin kosakata

b) Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak.

25

d) Anak tunarungu sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat-kalimat panjang serta bentuk kiasan-kiasan.

3) Karakteristik dalam kepribadiannya, meliputi:

a) Anak tunarungu tidak berpendidikan cenderung murung, penuh curiga, kejam, tidal simopatik, tidak dapat dipercaya. Cemburu, egois, ingin membalas dendam dan lain sebagainya.

b) Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dapat berpengaruh terdapat ketidakmampuan dan penyesuaian mental maupun emosi.

c) Anak tunarungu menunjukan emosi yang lebih neurotik dan berkepribadian introvert.

4) Karakterisitik emosi dan sosial, meliputi: a) Suka menafsirkan sesuatu secara negatif

b) Kurang mampu dalam mengendalikan emosi sehingga perilakunya cenderung agresif.

c) Memiliki perasaan rendah diri dan merasa diasingkan.

d) Memiliki rasa cemburu karena tidak diperlakukan secara adil dan sulit untuk bergaul.

Menurut A.Van Uden (Lani Bunawan dan Maria C.Susila Yuwati, 2000:27-30) mengemukakan beberapa ciri atau sifat yang sering ditemukan pada anak tunarungu adalah sebagai berikut:

1) Mempunyai sifat egosentris yang lebih besar daripada anak mendengar. Sifat egosentris meliputi:

26

a) Mereka sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain, dan kurang menyadari atau peduli terhadap dampak perilakunya terhadap orang lain.

b) Dalam tindakannya dikuasai perasaan dan pikiran secara berlebihan.

c) Sukar menyesuaikan diri.

2) Memiliki sifat implusif, yaitu tindakan tidak didasarkan pada perencanaan yang hati-hati dan jelas, serta tanpa mengantisipasi akibat yang mungkin ditimbulkan oleh perbuatannya. Apa yang diinginkan biasanya harus segera terpenuhi, sehingga sulit bagi mereka untuk merencanakan atau menunda suatu pemuasan kebutuhan dalam jangka waktu yang panjang.

3) Memiliki sifat kaku (rigdity) menunjuk pada sikap kaku atau kurang luwes dalam memandang dunia dan tugas-tugas. Pikiran dan perasaan mereka terbatas pada hal-hal konkret saja.

4) Memiliki sifat marah atau mudah tersinggung, seorang anak tunarungu karena kemiskinan bahasanya tidak dapat menjelaskan maksudnya dengan baik dan sebaliknya kurang dapat memahami apa yang dikatakan orang lain. Keadaan ini tentu dapat menyebabkan kekecewaan, ketegangan, dan frustasi yang dapat mengakibatkan suatu ledakan kemarahan. Umumnya perasaan yang diekspresikan keluar secara aktif dan agresif, lebih mudah diidentifikasi pendidik

27

karena perilaku itu mengganggu. Selain itu perasaan frustasi dapat ditunjukkan juga dalam sikap malu-malu, ragu-ragu dan menarik diri. 5) Memiliki perasaan ragu-ragu dan khawatir, anak tunarungu kurang

dapat menguasai dunia sekitarnya tanpa pendengaran. Hal ini membawa perasaan ragu-ragu dan keragu-raguan menimbulkan rasa takut dan kekhawatiran.

6) Anak tunarungu mempunyai sifat ketergantungan pada orang lain atau keadaan yang sudah mereka kenal, mereka cenderung mencari bantuan dan cepat putus asa.

7) Memiliki sifat polos, sederhana, seolah-olah tanpa banyak permasalahan. Anak tunarungu sering tidak menguasai satu ungkapan sehingga mereka langsung saja mengatakan apa dimaksudkannya. Hal ini berbeda dengan orang mendengar yang terkadang mempergunakan beberapa ungkapan untuk mengatakan sebuah maksud.

8) Anak tunarungu sering berada dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa. Mereka kurang dapat menguasai perasaan misalnya, sedih, senang, antara sedih dan sangat senang sepertinya tidak ada bedanya. 9) Kemiskinan dalam bidang fantasi. Gambaran fantasi anak tunarungu

terlalu melekat pada keadaan tertentu dan berdasarkan pengalaman nyatanya.

Menurut Mohammad Efendi (2005:79), karakteristik kecerdasan anak tunarungu. Kecerdasan seseorang seringkali dihubungkan dengan presensi akademis sehingga orientasi akademis tertentu yang dicapai

28

seseorang merupakan gambaran rill kecerdasannya. Gambaran tentang tingkat kecerdasan itu sendiri secara spesifik hanya dapat diketahui melalui tes kecerdasan.

Menurut Mardiati Busono (1993:40), karakteristik anak tunarungu dianataranya yaitu.

1) Dari segi afektif

a) Daerah pengamatan anak tuli lebih kecil jika dibandingkan dengan anak yang tidak tuli. Salah satu unsur pengamatan yang terpenting ialah pendengaran. Anak hanya memiliki penglihatan saja. Daerah pengamatan penglihatan jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan daerah pengamatan pendengaran.

b) Besarnya peranan penglihatan dalam pengamatan, maka anak tuli

mempunyai sifat ’sangat ingin tahu’ seolah-olah haus untuk melihat

c) Seseorang anak tuli tidak menguasai keluasan seperti orang-orang yang mendengar. Penyebab utamanya ialah karena mencari pengetahuan hanya melalui penglihatan saja. Demikian juga dengan cara belajarnya. Hal tersebut mempunyai sudut negatif ialah keluasan tidak menjadi kesuluruhan dan arti keluasan menjadi lebih luas dari kenyataan.

d) Jika asyik bekerja / bermain, perhatiannya sukar dialihkan. 2) Dari segi motorik

Perkembangan motorik pada anak gangguan pendengaran umumnya berkembang baik, apalagi perkembangan motorik kasar

29

yang secara fisik berkembang lancar. Pertumbuhan fisik yang kuat dengan otot-otot kekar dan kematangan biologisnya berkembang sejalan dengan perkembangan motoriknya (Mardiati Busono, 1993: 40). Lani Bunawan dalam Edja Sarjaah (2005:112), menjelaskan bahwa anak tunarungu tidak ketinggalan oleh anak normal dalam perkembangan motorik, seperti usia belajar duduk, belajar berjalan.

Menurut Mardiati Busono (1993:49) dari segi fisik anak tunarungu memiliki ciri sebagai berikut:

a) Motorik baik, demikian pula koordinasi motoriknya. Jika ketulian disebabkan terutama karena telinga bagian dalam pada alat keseimbangan maka keseimbangan sedikit terganggu. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk.

b) Gerakan matanya cepat, agak beringas. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di sekitarnya.

c) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat dan lincah. Hal tersebut tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerakan isyarat dengan teman-temannya atu dengan orang lain di sekitarnya.

3) Dari segi kognitif

Seperti juga anak normal inteligensi anak tunarungu ada yang tinggi, rata-rata dan rendah. Dalam hal intelgensi seperti yang diungkupkan Sutjihati Soemantri (1996:77):

”Pada umumnya inteligensi anak tunarungu secara potensial

sama dengan anak normal tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat perkembangan

30

bahasanya, keterbatasan informasi dan kiranya daya abstraksi

anak”.

Berdasarkan karakteristik anak tunarungu seperti yang telah dijelaskan di atas, pada hakekatnya dibagi menjadi tiga macam yaitu dari segi afektif, kognitif dan motorik. Ketiga karakteristik tersebut dijabarkan lagi menjadi sub-sub bagian dan berhubungan satu sama lain. Dominasi antara faktor internal (aspek afektif) dan faktor eksternal (aspek kognitif dan motorik) tersebut berpengaruh terhadap perkembangan anak tunarungu. Sehingga dibutuhkan pendampingan dan bimbingan kaitannya dalam perkembangan kognitif, afektif dan motorik yang diperoleh anak melalui kegiatan dan proses belajar mengajar pendidikan khusus.