Pemimpin yang bagaimanakah yang harus kita taati jelaskan

Menjadi seorang pemimpin adalah impian banyak orang, Anda mungkin termasuk salah satunya. Setiap orang pun sejatinya mampu untuk bisa menjadi seorang pemimpin. Sayangnya, tidak semua orang bisa benar-benar jadi pemimpin.

Pada kenyataannya, menjadi seorang pemimpin yang baik itu tidak hanya sekadar tekad yang tinggi. Lebih jauh lagi, seorang pemimpin sejati haruslah didukung sejumlah kriteria tertentu yang didapat dari proses yang panjang dan konsisten.

Lalu, apa saja kiranya kriteria ideal bagi seorang pemimpin? Nah, Anda para calon pemimpin masa depan, wajib memiliki kriteria berikut ini seperti dikutip dari Cermati.com.

1. Punya Manajemen yang Baik untuk Diri Sendiri Terlebih Dahulu

Kriteria pertama dari yang harus Anda punya untuk bisa menjadi seorang pemimpin baik adalah bisa mengatur diri sendiri dengan baik. Ya, sebelum bisa memimpin orang lain, tentunya Anda harus bisa memimpin diri Anda sendiri terlebih dahulu, bukan?
Jika untuk memimpin diri sendiri saja sudah gagal, bagaimana memimpin dan mengatur orang lain? Aturlah berbagai aspek fundamental dalam diri Anda, mulai dari waktu, perhatian, hingga emosi diri.

Secara paralel, cari tahu terus apa yang jadi kekuatan, kelemahan, dan potensi yang Anda punya. Dengan begitu, timbul harmoni dalam diri Anda, yang mana tentunya akan sangat berdampak positif bagi upaya untuk sampai di predikat ‘pemimpin ideal’.

Intinya, Anda harus bisa mengontrol dan disiplin terhadap semua tindakan yang dlakukan, disamping Anda juga harus menjauhi yang namanya sifat kaku dan tidak fleksibel karena itu alah akan tambah menyusahkan Anda.

2. Punya Strategi dalam Bertindak

Setelah manajemen diri, kriteria selanjutnya yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin ialah segala tindak tanduknya harus disusun dengan baik dan penuh strategi. Sebagai leader, semua keputusan tentunya berada di tangan Anda.

Baik atau buruknya langkah Anda dan tim Anda ke depannya bergantung pada decision yang Anda ambil. Oleh karena itu, seorang pemimpin ideal haruslah cerdas dalam menentukan strategi terbaik yang nantinya mampu memberikan hasil sesuai ekspektasi.

Jangan pernah terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan karena biasanya hal tersebut malah merugikan Anda dan tim nantinya.

3. Mampu Berkomunikasi dengan Baik dan Efektif

Kita semua setuju bahwa komunikasi itu peranannya sangat fundamental di seluruh aspek kehidupan. Mulai dari lingkungan keluarga sampai lingkungan pekerjaan, komunikasi yang baik tentu akan menjadikan semua aspe tersebut dapat berjalan sebagaimana mustinya.

Seorang pemimpin yang baik, tentunya menyadari akan pentingnya komunikasi. Dan bukan hanya soal komunikasi itu sendiri, namun ia juga tahu bagaimaa menciptakan suatu pola komunikasi yang efektif. Artinya, kapan harus berbicara dan kapan harus mendengarkan.

Saat tengah mengadakan rapat dengan tim di kantor misalnya, Anda tentu saja harus bisa menyampaikan informasi yang berkaitan dengan rencana Anda pada saat itu dengan singkat, padat, dan jelas sehingga tidak akan terjadi yang namanya miss-communication.

Komunikasi yang baik itu sendiri harus menjalar di semua aspek, yakni komunikasi langsung ke tim yang bersangkutan, departemen atau staf lain, hingga ke komunikasi virtual seperti e-mail dan media sosial.

4. Tidak Lepas Tangan, Tapi Bisa Bertanggung Jawab

Nah, ini dia kriteria pemimpin ideal yang tak kalah pentingnya. Namanya seorang leader, tentunya Anda akan memikul tugas dan tanggung jawab yang berat jika ingin berhasil. Oleh karenanya, apapun yang akan terjadi di depan nanti, dengan segala risiko, jadilah pemimpin yang berani untuk bertanggung jawab.

Jangan sampai Anda lepas tangan yang artinya melepaskan hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab Anda. Jika demikian, tentu menjadi seorang pemimpin yang baik dan sukses hanyalah isapan jempol belaka.

Baca Juga: 7 Tips Mendapat Dana Investor dengan Modal Potensi Diri

5. Punya Tujuan yang Jelas dan Konsisten untuk Mencapainya

Sebuah kesalahan besar jika Anda berpikir untuk melangkah tanpa memiliki tujuan yang jelas. Kendati situasi dan kondisi cenderung dinamis, namun sudah memiliki tujuan jelas di awal akan membuat Anda selalu fokus dan berusaha untuk mencari penyelesaian manakala sedang terjebak di suatu masalah yang menghambat.

Pun demikian ketika di tengah perjalanan, ada sapuan ‘angin’ yang membuat Anda sedikit goyah, dengan menerapkan pola pikir seperti ini, maka Anda telah memenuhi kriteria seorang pemimpin yang baik.

Jadilah Pribadi yang Layak Jadi Pemimpin

Sebagaimana telah disebutkan di awal, pemimpin yang baik dihasilkan dari proses yang panjang dan penuh konsistensi. Mulailah proses itu sekarang juga dengan memerhatikan 5 kriteria yang telah dipaparkan di atas, dan jangan lupa untuk konsisten dalam melakukannya.

Hingga pada akhirnya hal ini akan menjadi sebuah kebiasaan. Selamat mencoba dan jadilah seorang pemimpin ideal.

Artikel ini merupakan kerja sama antara Kompas.com dengan Cermati.com. Artikel menjadi tanggung jawab sepenuhnya Cermati.com

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Pemimpin yang bagaimanakah yang harus kita taati jelaskan

Setelah usai dari perhelatan pesta demokrasi untuk memilih presiden, ada hal-hal yang perlu bahkan wajib kita perhatikan mengenai bagaimana pandangan syariat Islam dan sikap yang harus kita jalani terhadap pemimpin yang terpilih secara sah dan demokratis di negara kita tercinta, Indonesia. Di antaranya adalah:

Kewajiban Menaati Pemimpin dalam Kebajikan

Ketaatan kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits sangat banyak sekali. Dalil di dalam Al-Qur’an di antaranya adalah firman Allah ta'ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An Nisa' [4]: 59)

Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh perintah "taatilah" karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (tâbi') dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak ada lagi kewajiban mendengar dan taat kepada mereka

Dalil-dalil ketaatan kepada pemimpin meskipun mereka zalim di dalam hadits:

عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلَ سَلَمَةُ بْنُ يَزِيدَ الْجُعْفِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُونَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُونَا حَقَّنَا فَمَا تَأْمُرُنَا فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فِي الثَّانِيَةِ أَوْ فِي الثَّالِثَةِ فَجَذَبَهُ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ وَقَالَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ

"Abu Hunaidah (wail) bin Hudjur RA berkata: Salamah binti Yazid Al Ju'fi bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Ya Rasulullah, bagaimana jika terangkat di atas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan menahan hak kami, maka bagaimanakah anda memerintahkan pada kami ? Pada mulanya beliau mengabaikan pertanyaan itu, hingga beliau ditanya yang kedua kalinya atau ketiga kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik Al Asy'ats bin Qois dan bersabda: Dengarlah dan taatlah kamu sekalian (pada mereka), maka sesungguhnya di atas mereka ada tanggung jawab/kewajiban atas mereka sendiri dan bagimu ada tanggung jawab tersendiri." (HR Muslim)

وَرَوَى هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: { سَيَلِيكُمْ بَعْدِي وُلَاةٌ فَيَلِيكُمْ الْبَرُّ بِبِرِّهِ ، وَيَلِيكُمْ الْفَاجِرُ بِفُجُورِهِ ، فَاسْمَعُوا لَهُمْ وَأَطِيعُوا فِي كُلِّ مَا وَافَقَ الْحَقَّ ، فَإِنْ أَحْسَنُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ ، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

"Sepeninggalku nanti ada pemimpin-pemimpin yang akan memimpin kalian, pemimpin yang baik akan memimpin dengan kebaikannya dan pemimpin yang fajir akan memimpin kalian dengan kefajirannya. Maka dengarlah dan taatilah mereka pada perkara-perkara yang sesuai dengan kebenaran saja. Apabila mereka berbuat baik maka kebaikannya adalah bagimu dan untuk mereka, jika mereka berbuat buruk maka bagimu (untuk tetap berbuat baik) dan bagi mereka (keburukan mereka)." (HR Bukhari Muslim)

يَكُوْنُ بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. (قَالَ حُذَيْفَةُ): كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلْأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ

"Akan datang setelahku para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku, tidak menjalani sunnahku, dan akan berada pada mereka orang-orang yang hati mereka adalah hati-hati setan yang berada dalam jasad manusia." (Hudzaifah berkata), "Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku menemui mereka?" Beliau menjawab, "Engkau dengar dan engkau taati walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu diambil." (HR. Muslim)

Padahal sudah maklum kita ketahui, bahwa menyiksa atau memukul punggung seseorang dan mengambil harta tanpa ada sebab yang dibenarkan oleh syari'at–tanpa ragu lagi—termasuk maksiat. Seseorang tidak boleh mengatakan kepada pemimpinnya tersebut, "Saya tidak akan taat kepadamu sampai engkau menaati Rabb-mu." Perkataan semacam ini adalah suatu yang terlarang. Bahkan seseorang wajib menaati mereka (pemimpin) walaupun mereka durhaka kepada Rabb-nya.

Adapun jika mereka memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah, maka kita dilarang untuk mendengar dan menaati mereka. Karena Rabb pemimpin kita dan Rabb kita (rakyat) adalah satu yaitu Allah Ta'ala oleh karena itu wajib taat kepada-Nya. Apabila mereka memerintahkan kepada maksiat maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

"Tidak ada kewajiban taat dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma'ruf (bukan maksiat)." (HR. Bukhari no. 7257)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

"Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat." (HR. Bukhari no. 7144)

Menghindari Fitnah dan Pertumpahan Darah

Kita harus memperhatikan kewajiban mendengar dan taat kepada penguasa. Karena, bila kita tidak menaati mereka, maka akan terjadi kekacauan, pertumpahan darah dan terjadi korban pada kaum muslimin. Ingatlah bahwa darah kaum muslimin itu lebih mulia daripada hancurnya dunia ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

"Hancurnya dunia ini lebih ringan (dosanya) daripada terbunuhnya seorang muslim." (HR. Tirmidzi)

Sekarang kita dapat menyaksikan orang-orang yang memberontak kepada penguasa. Mereka hanya mengajak kepada pertumpahan darah dan banyak di antara kaum muslimin yang tidak bersalah menjadi korban.

Yang wajib dan terbaik adalah mendengar dan menaati mereka. Namun bukan berarti tidak ada amar ma'ruf nahi munkar. Hal itu tetap ada tetapi harus dilakukan menurut kaidah yang telah ditetapkan oleh syari'at yang mulia ini.

Sahabat 'Amr bin 'Ash berkata kepada putranya, Abdullah:

عن عمرو بن العاص رضي الله عنه أنه قال لابنه عبد الله: يا بني! سلطان عادل خير من مطر وابل، وأسد حطوم خير من سلطان ظلوم، وسلطان غشوم ظلوم خير من فتنة تدوم

“Wahai anakku, pemimpin yang aqdil itu lebih baik dibandingkan dengan hujan yang deras, macan yang buas lebih baik daripada pemimpin yang zalim sedangkan pemimpin yang sangat zalim itu masih lebih baik dibandingkan dengan fitnah yang permanen (dikarenakan tidak ada pemimpin sama sekali).”

Syekh 'Ali Jum'ah, mantan mufti Mesir menyitir maqalah Imam Malik:

حاكم ظلوم غشوم ولا فتنة تدوم

“(Tetaplah menaati) pemimpin yang zalim dan jangan sampai terjadi fitnah yang berkepanjangan tanpa akhir.

فوجدنا من يخرج علينا هذه الأيام ويقول أخطأ مالك بل الفتنة أفضل من الحاكم الظالم .

نقول لهذا الشخص أنك من الخوارج .لأنه يريد الفساد فى الأرض . 

"Pada masa ini kita mendapati seseorang yang menyempal dari kita seraya berkata: "Pemimpin sudah berbuat kesalahan bahkan fitnah (kekacauan denga tidak mengakui adanya pemimpin yang sah untuk ditaati) itu lebih baik dibandingkan dengan pemerintah yang zalim."

Komentar kami (Syekh Ali Jum'ah) untuk orang ini: "Anda termasuk golongan Khowarij, karena yang dikehendaki adalah kerusakan di muka bumi."

Amar Ma'ruf Nahi munkar kepada Pemimpin

Berikut ini adalah dalil kebolehan amar ma'ruf, nahi munkar dengan cara mengkritik pemimpin/pemerintah:

وقال صلى الله عليه وسلم: أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sebaik-baik jihad adalah ucapan yang hak disisi pemimpin yang zalim. (HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Namun demikian, amar ma'ruf nahi munkar harus dengan lemah lembut dan pelakunya harus mempunyai ilmu yang cukup agar bisa bertindak dengan benar.

Al-Imam Sufyan ats-Tsauri berkata: 

لا يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر إلا من كان فيه ثلاث خصال: رفيق بما يأمر، رفيق بما ينهى، عدل بما يأمر، عدل بما ينهى، عالم بما يأمر، عالم بما ينهى

"Seseorang tidak boleh melakukan amar ma'ruf nahi munkar melainkan ada pada dirinya tiga perangai: lemah lembut ketika menyeru dan mencegah, adil ketika menyeru dan mencegah, mengilmui sesuatu yang diseru dan dicegahnya." (Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami'ul Ulum wal Hikam)

Dikisahkan ada seseorang yang akan beramar ma'ruf dan nahi munkar, lalu dia meminta pendapat kepada seorang ulama agar diizinkan dengan cara yang keras karena pelakunya itu sudah dianggap keterlaluan, namun sang ulama menjawab bahwa kamu tidak lebih baik dari Nabi Musa as dan orang yang akan kamu nasihati tidak lebih jahat dari Fir'aun, tapi Allah di dalam Al-Qur’an tetap memerintahkan Nabi Musa as dan Nabi Harun as) untuk berbicara dengan lemah lembut kepada Fir'aun:

 اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ، فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut. (QS. Thaha 43-44)

Kemudian kita tidak boleh membenarkan kebohongan dan mendukung kezaliman mereka. Dari Ka'ab bin Ujroh radhiyallahu 'anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar mendekati kami, lalu bersabda:

إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ بَعْدِي أُمَرَاءٌ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهمْ ، فَلَيْسُ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ حَوْضِي ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ

"Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan mendukung kezaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa mendatangi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kezaliman mereka, maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telagaku (di hari kiamat)." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)

Larangan Memberontak dan Menyibukkan Diri Mencelanya

Al-Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi rahimahullah menjelaskan di antara prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah:

ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة

"Dan kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zalim. Kami tidak mendoakan kejelekan kepada mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Dan kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan." (Al-Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi Al-Hanafi, dalam Al-Aqidah Ath-Thahawiyah)

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga menukil ijma'. Dari Ibnu Batthal rahimahullah, ia berkata: "Para fuqaha telah sepakat wajibnya taat kepada pemerintah (muslim) yang berkuasa, berjihad bersamanya, dan bahwa ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak." (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 13/7)

Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alawy Al Haddad dalam kitabnya 'Adda'wah Attammah menjelaskan tentang sikap yang harus dilaksanakan kepada pemimpin: 

ومهما كان الولي مصلحا حسن الرعاية جميل السيرة

كان على الرعية أن يعينوه بالدعاء له و الثناء عليه بالخير

"Jika seorang pemimpin membawa kemaslahatan untuk rakyat, bersungguh-sungguh dalam memberi perhatian kepada mereka, dan mempunyai kinerja yang bagus maka rakyat harus membantunya dengan berdoa untuknya serta memujinya atas kinerjanya yang bagus".

ومهما كان مفسدا مخلطا كان عليهم ان يدعوا له بالصلاح والتوفيق و الاستقامة وألا يشغلوا ألسنتهم بذمه والدعاء عليه فإن ذلك يزيد في فساده واعوجاجه ويعود وبال ذلك عليهم. 

Jika ia membawa kerusakan, mencampur aduk antara kebenaran dan kebatilan, maka kewajiban kita—sebagai rakyat—adalah mendoakan, semoga Allah segera memperbaiki keadaan pemimpin kita itu, memberi ia petunjuk kepada jalan yang benar, dan memberinya sifat istiqamah dalam hal-hal yang diridhai Allah—dalam kepemimpinannya. Dan janganlah kita sibuk mencela dan berdoa buruk atas dirinya, karena itu semua malah akan menambah kerusakan dan kezalimannya dan kita sendiri yang akan merasakan dampak-dampak buruknya.

قال الفضيل رحمه الله لو كانت لي دعوة مستجابة لم اجعلها إلا للامام. لأن الله إذا اصلح الامام أمن العباد و البلاد. وفي بعض الآثار عن الله تعالى أنه قال انا الملك قلوب الملوك بيدي فمن أطاعني جعلتهم عليه نعمة و من عصاني جعلتهم عليه نقمة فلا تشغلوا أنفسكم بسب الملوك و سلوني أعطف قلوبهم عليكم 

Berkata Al-Imam Fudhail Bin Iyadh rahimahullah

"Andai saja aku mempunyai satu doa yang pasti dikabulkan Allah, maka aku akan menjadikannya (untuk berdoa yang baik) untuk pemimpinku, karena jika Pemimpin kita baik, maka negara akan aman dan masyarakat tentram. Allah berfirman dalam sebagian hadits qudsi:

"Aku adalah Maha Raja. Hati para raja ada di genggamanku. Maka barang siapa yang taat padaku, akan aku jadikan mereka (para raja/pemimpin) nikmat baginya, dan barang siapa yang melanggar perintah-Ku akan aku jadikan mereka sebagai musibah atas dirinya. Maka janganlah kalian sibuk mencela dan mencaci maki pemimpin-pemimpin kalian, akan tetapi memintalah padaku, maka akan aku lembutkan hati mereka untuk kalian".

Semoga Allah menguasakan kepada kita pemimpin-pemimpin yang takut kepada-Nya, mau mengasihi kita dan menjadikan Indonesia sebagai baldah thayyibah wa rabbun ghafuur.... Amiin.

Ustadz Dodi el Hasyimi, Aswaja NU Center Bojonegoro, Jawa Timur

Bulan Safar, Rebo Wekasan, dan Hal-hal yang Penting Diperhatikan