Hal-hal yang menguatkan dan merusak aqidah

You're Reading a Free Preview
Pages 5 to 7 are not shown in this preview.

Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, merupakan beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Aqidah adalahsejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkanakal, wahyu (yang didengar) dan fitrah.

Hal-hal yang menguatkan dan merusak aqidah

Tapi sebuah aqidah itu bisa rusak oleh beberapa hal, diantara adalah : Syirik, Nifaq, Kufur, Murtad, Khurafat, Tahayul, Munafiq, dan Bid’ah. Jadi, kita harus bisa menjaga aqidah kita dari hal-hal yang bisa merusak aqidah yaitu dengan cara selalu beribadah kepada Allah dan melakukan sesuatu yang diridhoi oleh Allah dan menjauhi laranganNya, agar kita bisa terhindar dari hal-hal yang bisa merusak aqidah dalam diri kita.

Bagaimana cara Anda menjaga akidah?

(Refleksi Tahun Baru Islam 1438 H)

Oleh Amrullah

 

HIJRAH Rasulullah saw dari Mekkah ke Madinah melalui proses panjang yang melelahkan, membutuhkan perjuangan dan pengorbanan besar. Selama tiga belas tahun beliau berdakwah di Mekkah hanya dua belas orang yang mau menerima dan membenarkan risalah islamiyah yang beliau bawa. Banyak ujian iman untuk menggoncang keyakinan dan akidah kaum Muslimin agar kembali pada agama lama, yakni menyembah berhala. Mereka diboikot, dikucilkan dari pergaulan masyarakat, dihina, dicacimaki dan perilaku yang tidak menyenangkan. Namun, keyakinan yang sudah terpatri kuat dalam hati sanubari umat Islam, membuat mereka tetap istiqamah pada ajaran tauhid yang dibawa Rasulullah saw dan tetap memiliki semangat ibadah yang kuat.

Peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekkah ke Madinah menjadi peristiwa bersejarah bagi kaum Muslimin karena ditetapkan sebagai awal Tahun Baru Islam 1 Muharram. Tentu banyak harapan yang di cita-citakan, banyak pula tantangan yang diprediksi akan dihadapi umat Islam, maka momentum Tahun Baru Islam 1 Muharram 1438 Hijriyah yang jatuh pada 2 Oktober 2016 Masehi, sejatinya kita gunakan untuk ber-muhasabah dengan satu tujuan; menguatkan akidah, membangun ukhuwah, serta memompa semangat ibadah kita yang barangkali sudah mulai melemah.

 Motivasi dan semangat


Menurut penulis tema ini aktual untuk disampaikan agar umat Islam memiliki motivasi dan semangat untuk mengisi Tahun Baru Islam 1438 H dengan agenda positif yang bermanfaat bagi kemajuan dan kemaslahatan umat. Penulis mengajak untuk membincangkan tiga hal tersebut: Pertama, menguatkan akidah. Materi dakwah yang pertama sekali disampaikan oleh para Rasul kepada umatnya adalah tentang akidah dan tauhid, sebagaimana firman Allah dalam Alquran, “Sesungguhnya Kami telah mengutus setiap umat seorang Rasul untuk menyembah Allah dan menjauhi thagut.”Dakwah tentang akidah dan tauhid yang disampaikan para Rasul kepada umatnya menegaskan akan pentingnya akidah dan tauhid bagi seorang Muslim untuk meyakini Rukun Iman yang enam dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya sembahannya. Akidah dan tauhid merupakan pondasi tegaknya agama Islam dan syarat untuk diterimanya amal seorang Muslim. Jika diibaratkan dengan bangunan, akidah dan tauhid adalah fondasinya, kalau pondasinya kuat maka bangunan tersebut akan berdiri kokoh, tidak mudah rubuh. Sebaliknya jika landasannya lemah, maka bangunan tersebut akan gampang hancur.Seorang muslim yang kuat aqidah dan tauhidnya, akan menjadi pribadi yang taat, saleh secara sosial terhadap masyarakat, teladan umat, bermanfaat bagi manusia lain dan menjauhi perbuatan maksiat. Akidah dan tauhid yang terpatri kuat menjadi motivator utama untuk senantiasa menghiasi diri dengan berbagai amal kebajikan dengan berlomba-lomba dalam meningkatkan amal saleh dan menjadikan dunia sebagai ladang amal. Dia tidak akan terpengaruh dengan perubahan zaman modern yang tanpa disadari mengikis keyakinan akidah kita secara perlahan-lahan.Satu contoh, ketika pergantian tahun baru Masehi, umat Islam turut andil meramaikan dan merayakannya dengan pesta kembang api. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk menghabiskan pergantian tahun tersebut. Bahkan tidak sedikit umat Islam yang menghidupkan malam itu dengan berjualan terompet, meniup terompet secara bersama-sama saling bersahut-sahutan. Hal ini berbanding terbalik ketika terjadi pergantian tahun baru Islam, suasananya sepi tidak semeriah tahun baru Masehi. Dari sini kita bisa melihat bagaimana akidah dan rendahnya pemahaman umat Islam terhadap ajaran agamanya.

Kedua, menguatkan ukhuwah. Ketika Rasulullah saw hijrah dari Mekkah ke Madinah hal utama yang beliau lakukan adalah membangun masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar. Hal ini dianggap penting agar mereka saling bantu membantu dalam menghadapi berbagai cobaan serta dapat membangun kota Madinah menjadi lebih baik lagi.

Persaudaraan dan persatuan di kalangan intern umat Islam terkadang sulit untuk diwujudkan, perbedaan aliran dan pemahaman antara satu mazhab dengan mazhab lain terkadang menimbulkan perselisihan dan pertikaian yang tak kunjung usai. Padahal, Tuhan kita satu, kitab suci, Nabi dan kiblat sama, namun ada di antara kita yang merasa lebih baik dan meremehkan yang lain.Suksesi kepemimpinan kepala daerah yang sebentar lagi akan digelar, hendaknya tidak merusak nilai-nilai persaudaraan yang telah dijalin selama ini. Karena itu, jauhkan kampanye hitam, isu sara dan saling menjelekkan antarsatu kandidat dengan kandidat lainnya. Jauhkan perbuatan anarkis yang merusak kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Jangan ada gesekan kepentingan yang bisa merusak hubungan antarumat beragama, jangan saling mengejek, saling mencurigai, akhirnya menjadi saling serang menyerang dan bantai membantai. Kita tidak menginginkan hal-hal negatif terjadi di daerah Serambi Mekkah yang kita cintai ini. Karena itu, momentum Tahun Baru Islam 1438 H ini hendaknya dapat kita jadikan sarana untuk merenung dan berpikir secara cernih, cermat dan bijaksana akan pentingnya menjalin ukhuwah islamiyah antarsesama umat Islam maupun menjaga persatuan dan kesatuan antarumat yang berbeda agama.

Jika ada perbedaan sejatinya diselesaikan dengan cara bijaksana, dengan mengedepankan musyawarah mufakat. Alquran mengajarkan kita untuk menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan menjauhi perselisihan dan perpecahan, sebagaimana firman Allah, “Dan berpegang teguhlah kamu pada tali agama Allah dan janganlah bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103).  

Ketiga, menguatkan semangat ibadah. Ibadah dalam pandangan ulama tauhid mencakup semua perbuatan yang disukai dan diridhai Tuhan, baik dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, melalui lisan ataupun perbuatan. Dari penjelasan ringkas di atas ternyata ibadah memiliki ruang lingkup yang sangat luas, dari mulai kita tidur kemudian melakukan aktivitas harian lalu kita tidur kembali, semuanya dapat dijadikan ladang ibadah. Maka niatkan semua aktivitas kebaikan yang kita laksanakan bernilai ibadah di sisi Allah swt.

 Mengabdi kepada Allah


Alquran telah menegaskan bahwa tujuan hidup manusia untuk mengabdi kepada Allah Swt, “Dan tidaklah aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56). Maka jadilah kita abdi Tuhan yang taat dan patuh serta mengikhlaskan seluruh aktivitas hidup untuk mendapatkan ridha-Nya, sebagaimana ikrar yang kita ucapkan ketika shalat, Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin (Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku aku serahkan kepada Tuhan semesta alam).

Momentum menyambut tahun baru Islam 1438 Hijriyah ini, sejatinya kita jadikan sarana untuk mengevaluasi diri seputar ibadah yang sudah kita laksanakan. Mungkin selama ini kita berat badan dan langkah kaki menuju masjid untuk shalat berjamaah, enggan membuka mushaf Alquran, malas menggerakkan lisan untuk berzikir, serta tidak memiliki spirit ibadah, maka sudah saatnya kita mengubah orientasi ibadah kita menjadi lebih baik lagi, sebagai upaya untuk mensyukuri nikmat usia yang telah diberikan Allah Swt kepada kita.  Kita harus sadar bahwa umur kita pendek, sebagaimana sabda Rasulullah dalam satu hadisnya, “Umru ummati baina sittin wa sab’in (Umur umatku antara 60-70) tahun.” Maka mari kita pergunakan waktu singkat yang diberikan Tuhan untuk meningkatkan amal kebajikan. Jadikan alam ke dua yang sedang kita jalani menjadi ladang amal yang dapat menyelamatkan kita dari panas api neraka dan membawa kita menuju gerbang kebahagian akhirat.

Semoga apa yang kita cita-citakan di tahun baru Islam 1438 H untuk menguatkan akidah, membangun ukhuwah, dan semangat menjalankan ibadah mendapat ridha Allah Swt. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Amrullah, M.A., pimpinan pondok Pesantren Terpadu Raudhatul Jannah Kota Subulussalam, Aceh. Email:

Oleh: Ustadz H Sufyan Tsauri MA

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Dalam agama, akidah sangatlah penting. Ibarat bangunan, akidah merupakan pondasi yang mempengaruhi seluruh bangunan. Ketika seseorang memiliki akidah yang kuat, maka Insya Allah pengamalan agamanya juga akan kuat.

Tapi kalau akidah rapuh, maka pengamalan agama juga akan rapuh. Karena itu, saat Rasulullah diutus untuk menyampaikan akidah, rentang waktunya lebih lama dibandingkan menyampaikan ibadah, yakni 13 tahun. Sedangkan menyampaikan ibadah, waktunya hanya sepuluh tahun.

Akidah bisa membuat orang selamat di dunia dan akhirat. Di dunia, seseorang yang memiliki akidah yang ‘salah’, akan membuat umat maupun pemerintah menjadi marah. Jika di dunia saja dusah begitu, apalagi nanti di akhirat.

Banyak hal yang bisa merusak akidah. Pertama karena faktor pendidikan. Dengan pendidikan yang lemah, maka akidah orang juga akan mudah goyah. Karena itu, pendidikan akidah harus diajarkan sedini mungkin. Bahkan, dalam Islam, agar memiliki anak-anak shaleh dan shaleha, maka pendidikan akidah sudah dimulai sebelum menikah. Setelah itu, pendidikan akidah juga ditanamkan pada anak saat masih dalam kandungan, saat dilahirkan dan sesudah dilahirkan, maupun selama masa pertumbuhannya.

Faktor kedua yang bisa merusak akidah adalah ekonomi. Lemahnya ekonomi bisa membuat akidah seseorang menjadi goyah. Kemiskinan bisa membuat orang berpindah keyakinan.

Faktor ketiga adalah politik. Hal itu seperti yang pernah terjadi pada bangsa Indonesia saat dijajah Belanda yang merupakan non muslim. Selain merampas kekayaan alam, para penjajah juga datang dengan misi menyebarkan agama mereka pada penduduk lokal.

Faktor lain yang bisa merusak akidah adalah sosial. Ketika di masyarakat terjadi bentrokan hingga menimbulkan teror, maka orang akan mencari perlindungan pada orang atau kelompok yang dianggap bisa memberikan keamanan dan kenyamanan. Namun yang berbahaya, jika orang/kelompok yang dimintai perlindungan itu berasal dari kelompok non muslim. Dalam kondisi seperti itu, akidah seseorang  bisa terpengaruh.

Dari semua faktor itu, yang paling penting adalah faktor orang tua. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Lalu kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai yahudi, nasrani dan majusi. Hal itu menunjukkan betapa besar peran orang tua dalam menentukan akidah setiap anak.

Karena itu, kami tak hanya fokus memberikan pendidikan agama pada anak-anak, tapi juga aktif mengembangkan berbagai majelis taklim untuk para orang tua. Tujuannya, agar orang tua memiliki akidah dan pemahaman agama yang baik, yang akan diajarkannya kepada anak-anaknya.

Untuk mempertahankan akidah dari berbagai faktor yang bisa menyebabkan rusaknya akidah, maka harus menguatkan mutu pendidikan, terutama pendidikan agama. Selain itu, harus tercipta kestabilan  dan keamanan daerah.

Dari segi ekonomi, kita harus menumbuhkan kesadaran kepada orang yang mampu agar bisa memberikan pekerjaan atau lapangan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan. Pemerintah juga diharapkan memberikan pelatihan keterampilan agar mereka bisa hidup mandiri.

Selain itu, supaya anak-anak memiliki akidah yang kuat, selain pendidikan, orang tua juga harus melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku dan pergaulan anak. Apalagi di zaman perkembangan teknologi yang demikian pesat, berbagai informasi yang mudah didapatkan anak, harus bisa disaring dan dijelaskan oleh orang tua.

Hal-hal yang menguatkan dan merusak aqidah