Apa yang dimaksud sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan apa yang melatarbelakanginya

Tanam paksa atau kerap dikenal sebagai cultuurstelsel adalah salah satu kebijakan kolonial Belanda yang memiliki dampak sangat besar pada bangsa Indonesia.

Kebijakan ini mempengaruhi pola pertanian, penghidupan, dan struktur ekonomi di kota-kota Indonesia pada awal kemerdekaan. Selain itu, kebijakan ini juga berdampak besar pada kesejahteraan masyarakat Indonesia dan negara Belanda.

Pada artikel kali ini, kita akan belajar mengenai apa sebenarnya tanam paksa, apa yang melatarbelakangi diterapkannya sistem tanam paksa, tujuan penerapannya, aturan yang ada, dampak, serta berakhirnya sistem ini.

Pengertian Sistem Tanam Paksa

Tanam paksa adalah sebuah kebijakan yang memaksa penduduk Hindia Belanda untuk menanam tanaman komoditas ekspor. Tanaman-tanaman ini kemudian harus dijual ke Belanda dengan harga tertentu, tidak boleh ke pihak lain.

Penduduk desa yang tidak memiliki lahan harus berkerja di kebun-kebun milik pemerintah Belanda ataupun tuan tanah lainnya. Penduduk ini diperlakukan bagaikan buruh murah dengan kondisi kerja yang tidak baik.

Dengan produksi komoditas ekspor yang tinggi ini, pemerintah Belanda berharap dapat menjualnya di pasar Eropa dengan harga yang tinggi.

Program ini bertujuan untuk menghasilkan uang bagi negara Belanda demi mendukung kolonialisme di Hindia Belanda dan kemakmuran masyarakatnya. Dengan uang yang banyak ini, pemerintah Belanda dapat membayar hutangnya, membangun infrastruktur, dan memperluas kerajaan kolonialnya.

 

Latar Belakang Diterapkannya Sistem Tanam Paksa

Apa yang dimaksud sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan apa yang melatarbelakanginya

Secara umum, latar belakang diterapkannya tanam paksa oleh Belanda di Indonesia adalah karena negara tersebut membutuhkan uang untuk membayar hutang agar terhindar dari kebangkrutan. Hutang Belanda yang sangat tinggi ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain

  • Revolusi dan Pecahnya daerah Belgia dari Kerajaan Belanda
  • Perseteruan Kolonial Belanda dengan Inggris Raya, Spanyol, serta Portugal
  • Pemberontakan pejuang kemerdekaan Indonesia yang banyak di berbagai wilayah Nusantara
  • Perang dengan Diponegoro yang menghabiskan kas negara sehingga Belanda terpaksa berhutang
  • Praktik perdagangan dan monopoli rempah serta kopi di Nusantara tidak menghasilkan cukup banyak uang untuk Belanda

Faktor-faktor tersebut turut berperan besar dalam menghancurkan perekonomian Belanda. Negara yang awalnya menguasai perdagangan Asia, menjadi salah satu pusat perdagangan Eropa, dan memiliki sistem ekonomi yang sangat stabil ini terlilit hutang yang sangat besar.

Saat itu, kas Belanda tidak cukup untuk mempertahankan daerah jajahannya di Indonesia dan daerah Karibia yang sangat terpencar. Selain itu, negara ini juga tidak mampu menyisihkan dana untuk pembangunan kembali setelah perang.

Kurangnya kas ini disebabkan oleh revolusi Belgia dimana mereka menginginkan kemerdekaan dari Belanda. Pemberontak Belgia yang didukung oleh tentara Prancis berhasil mengalahkan Belanda dan diakui sebagai negara merdeka oleh negara-negara Eropa. Akhirnya, Belanda mengaku kalah dan juga meratifikasi kemerdekaan Belgia lewat perjanjian London.

Selain itu, Belanda juga banyak berjuang di daerah jajahannya melawan pemberontak. Terutama, pemberontakan yang diprakarsai oleh Pangeran Diponegoro.

Negara ini harus mengeluarkan banyak uang untuk membayar tentara bayaran, menyewa pasukan lokal, serta membayar raja-raja setempat guna mengurangi pemberontakan.

Kerajaan kolonial Belanda yang seharusnya menghasilkan banyak uang, sesuai dengan semboyan gold, glory, gospel justru menghabiskan banyak uang. Padahal, Indonesia sangat kaya akan Sumber Daya Alam, baik hayati maupun non-hayati.

Oleh karena itu, diperlukan sumber penghasilan yang dapat secara cepat menghasilkan uang dan memberikan pendapatan bagi negara Belanda.

Awal Diberlakukannya Tanam Paksa di Indonesia

Apa yang dimaksud sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan apa yang melatarbelakanginya
Ilustrasi Pusat Administrasi Hindia Belanda (Tropenmuseum.nl)

Pencetus dari kebijakan Tanam Paksa ini adalah Gubernur Jendral untuk wilayah Hindia Belanda saat itu yaitu Johanes Van den Bosch. Pada tahun 1830, Van den Bosch menetapkan kebijakan Cultuurstelsel atau yang sekarang kita kenal sebagai tanam paksa.

Kita sudah tahu bahwa saat itu, kondisi keuangan Belanda sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk mendorong pendapatan negara.

Salah satu cara yang terpikirkan oleh pihak Belanda adalah dengan menjual komoditas ekspor yang diproduksi oleh daerah jajahannya di Hindia Belanda. Untuk meningkatkan keuntungan, maka penduduk Hindia Belanda akan dipaksa untuk menanam tanaman-tanaman ini.

Nantinya, hasil tanam paksa ini akan dibeli secara paksa oleh Belanda dan dijual kembali di pusat-pusat perdagangan Eropa. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang paling besar dari aktivitas perdagangan rempah dan komoditas unggulan lainnya.

 

Tujuan Dibentuknya Sistem Tanam Paksa

Secara umum, tujuan utama dari diberlakukannya sistem tanam paksa oleh Belanda di Indonesia adalah untuk mengisi kas negara Belanda. Secara detail, berikut ini adalah beberapa tujuan-tujuan dibentuknya sistem tanam paksa ini di Indonesia

  • Mengisi kas negara Belanda yang kosong
  • Membangun kembali infrastruktur di Belanda yang hancur karena peperangan
  • Menggalang dana untuk memperkuat tentara dan pemerintahan kolonial di Hindia Belanda dan Karibia
  • Membayar hutang-hutang yang dimiliki Belanda karena harus melawan pemberontakan para pejuang kemerdekaan Indonesia

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa saat itu, Belanda sedang diambang kebangkrutan karena tertimpa banyak kemalangan yang bertubi-tubi. Untuk menghindari kebangkrutan, negara ini memaksa Indonesia sebagai salah satu daerah jajahannya untuk berkerja keras membayar hutangnya.

Hal ini dilakukan dengan cara memaksa rakyat Indonesia untuk menanam rempah dan komoditas ekspor lainnya. Kemudian, komoditas ini akan dikuasai oleh Belanda dengan skema monopoli, sehingga hanya mereka yang dapat membeli dan menjual kembali ke pasar Eropa.

 

Aturan-Aturan Tanam Paksa

Apa yang dimaksud sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan apa yang melatarbelakanginya
Ilustrasi Sistem Cultuurstelsel (Tropenmuseum.nl)

Dalam menjalankan kebijakan tanam paksa di Indonesia, terdapat beberapa aturan dasar yang mengatur keberjalanan kebijakan ini.

Aturan dasar tanam paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834 No. 22 yang disahkan beberapa tahun setelah tanam paksa dilakukan. Terdapat beberapa aturan dalam lembaran tersebut yang antara lain adalah

  1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual dipasaran Eropa.
  2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk, tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
  3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
  4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.
  5. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka kelebihan itu diberikan kepada penduduk.
  6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah
  7. Bagi yang tidak memiliki tanah, akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik  pemerintah selama 65 hari setiap tahun.

Secara umum, jika kita perhatikan, peraturan-peraturan ini tidak terlihat terlalu memberatkan dan merugikan bagi rakyat Hindia Belanda.

Kita dapat melihat bahwa tanah yang disediakan tidak lebih dari seperlima tanah milik penduduk desa. Artinya, para petani masih bisa bercocok tanam seperti normal karena hanya 1/5 lahannya yang digunakan untuk tanam paksa.

Selain itu, kegagalan panen juga akan ditanggung oleh pemerintah sehingga mengurangi beban petani. Penduduk yang tidak memiliki tanah juga akan dipekerjakan dalam perkebunan Belanda, sehingga membuka lapangan kerja bagi yang sedang menganggur.

Tanah-tanah yang dialokasikan untuk Cultuurstelsel juga dibebaskan dari pajak tanah. Sehingga, mengurangi beban yang perlu ditanggung oleh para petani. Namun, kenyataan penerapan tanam paksa di Indonesia saat itu tidak seindah peraturan-peraturan ini.

Penyimpangan-Penyimpangan Aturan Tanam Paksa

Apa yang dimaksud sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan apa yang melatarbelakanginya

Seperti yang sudah kita nyatakan diatas, terdapat banyak penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh Belanda dalam menerapkan kebijakan tanam paksa di Indonesia.

Hal ini umumnya didorong oleh hasrat mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat Indonesia saat itu. Beberapa pelanggaran dan penyimpangan yang dilakukan terhadap aturan tanam paksa antara lain adalah

  • Perjanjian Cultuurstelsel seharusnya dilakukan dengan suka rela akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan.
  • Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali tanah tersebut satu per tiga bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam paksa.
  • Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi. Sehingga tanah pertanian mereka sendiri terbengkalai dan tidak bisa hidup subsisten
  • Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
  • Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada petani.
  • Kegagalan panen justru menjadi tanggung jawab petani dan Belanda berlepas tangan
  • Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga kerja paksaan.

Berdasarkan penjabaran penyimpangan-penyimpangan peraturan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat praktik kecurangan dari pemerintah kolonial Belanda.

Kebijakan yang seharusnya tidak terlalu memberatkan Indonesia justru menjadi sangat memberatkan. Aspek-aspek yang sengaja didesain untuk mengurangi risiko dan beban para petani, justru dilanggar dan dihilangkan.

Banyak pendapat mengenai kenapa pelanggaran-pelanggaran ini bisa terjadi. Namun, dugaan utamanya adalah karena korupsi pejabat kolonial serta keinginan untuk mengeruk sebanyak mungkin sumber daya alam.

 

Dampak Sistem Tanam Paksa

Apa yang dimaksud sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan apa yang melatarbelakanginya
Ilustrasi Tanam Paksa Karet (Tropenmuseum.nl)

Secara umum, kita dapat mengelompokkan dampak dari sistem tanam paksa ini kedalam dua kubu. Yang pertama adalah dampak sistem tanam paksa terhadap penduduk Indonesia (atau saat itu Hindia Belanda). Sedangkan yang kedua adalah dampak tanam paksa terhadap negara Belanda.

Dampak Tanam Paksa Terhadap Indonesia

Kebijakan Tanam Paksa memiliki beberapa dampak bagi rakyat Indonesia yang cukup fundamental dan masih terasa sampai sekarang. Kita dapat membagi 2 dampak yang terasa dari Cultuurstelsel ini yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Dampak Negatif Tanam Paksa Terhadap Indonesia

Beberapa dampak negatif dari tanam paksa yang dirasakan oleh rakyat Indonesia dan nantinya negara Indonesia antara lain adalah

  • Meningkatnya tingkat kemiskinan karena terjadi kerja paksa, pembelian komoditas pada harga yang sangat murah, dan beban pajak yang tinggi
  • Menyebabkan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan
  • Mengurangi produktivitas dan luas lahan yang digunakan untuk tanaman padi, penghasil makanan bagi masyarakat sekitar
  • Angka kematian yang tinggi disebabkan oleh kelaparan dan kondisi hidup yang kurang baik
  • Jumlah penduduk Indonesia yang senantiasa menurun
  • Lunturnya semangat gotong royong yang digantikan dengan semangat mencari upah dan mendapatkan bayaran/kompensasi

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa banyak sekali kerugian yang disebabkan oleh kebijakan tanam paksa ini.

Bahkan, banyak dampak yang masih terasa hingga saat ini, terutama yang berhubungan dengan struktur demografi dan aspek kependudukan lainnya.

 

Dampak Positif Tanam Paksa Terhadap Indonesia

Meskipun begitu, terdapat pula dampak-dampak positif dari kebijakan tanam paksa terhadap masyarakat Indonesia. Dampak-dampak positif tersebut antara lain adalah

  • Rakyat Indonesia, terutama golongan elit mulai mengenal kegiatan ekonomi pasar, bukan hanya subsisten
  • Rakyat Indonesia mengenal tanaman-tanaman serta teknik menanam tanaman yang baru. Hal ini relatif penting karena tanaman yang diperkenalkan adalah tanaman mahal yang berorientasi ekspor

Dampak-dampak positif ini tentu saja jauh lebih sedikit dibandingkan dengan dampak negatif yang dirasakan oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa tanam paksa justru menyengsarakan dan tidak berdampak positif bagi bangsa Indonesia.

 

Dampak Tanam Paksa Terhadap Belanda

Apa yang dimaksud sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan apa yang melatarbelakanginya

Sama seperti Indonesia, kebijakan Tanam Paksa memiliki beberapa dampak bagi pemerintah Belanda yang sangat penting. Secara umum, hampir semua dampak dari tanam paksa terhadap Belanda adalah dampak positif

Dampak Positif Tanam Paksa Terhadap Belanda

Beberapa dampak positif dari tanam paksa yang dirasakan oleh pemerintah Belanda antara lain adalah

  • Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari daerah jajahan yang dapat dijual Belanda di pasaran Eropa
  • Perusahaan pelayaran Belanda mendapat keuntungan yang sangat besar dari monopoli perdagangan hasil tanam paksa
  • Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta terutama Cina di ambil alih dan juga dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya besar.
  • Belanda mampu mengisi kembali kas negaranya serta membayar hutang-hutang perang nya
  • Belanda mampu membangun ulang infrastruktur negaranya yang terdampak perang Napoleonik

Artinya, kebijakan ini berhasil memenuhi tujuan awal dilaksanakannya tanam paksa, yaitu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Belanda, mengisi kas negara, serta melunasi hutang-hutang negaranya.

Namun, aktivitas eksploitasi Belanda di negara jajahannya tidak lepas dari penghakiman negara-negara lain maupun kaum intelektual negaranya sendiri. Banyak sekali kritik yang dilayangkan oleh para pemikir Belanda serta masyarakat Indonesia intelektual yang berkuliah di belanda.

Reaksi-reaksi negatif ini mendesak pemerintah Belanda untuk berangsur-angsur mengurangi aktivitas eksploitasi lewat tanam paksa. Hal ini di kemudian hari akan diganti dengan ekonomi etis dan sistem politik ekonomi liberal kolonial.

Titik puncak berakhirnya sistem tanam paksa di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya undang-undang pokok Agraria (Agrarische Wet) Tahun 1870.

 

Referensi

Serba-Serbi Tanam Paksa – ISTORIA Jurnal Sejarah, Zulkarnain

Tanam Paksa Sebagai Tindakan Eksploitasi – UNESA, Mifta Hermawati

Tropenmuseum Library of World Cultures