Apa maksud kekuasaan Allah itu mutlak?

Allah tidak berkuasa mutlak. Kemutlakan kekuasaan Allah dibatasi oleh beberapa hal yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri, yang mana Tuhan tidak akan melanggarnya berdasarkan kemauannya sendiri. Aliran Mu’tazilah sepakat bahwa manusia mampu menciptakan perbuatannya baik dan buruk. Waṣil bin Aṭo’ berpendapat bahwa manusia bebas dalam perbuatannya, dia tidak dipaksa, agar dengan demikian maka keadilan Tuhan terwujud.

Paham ini didasari oleh paham mereka tentang keadilan Allah. Sebab tidak benar manusia diberi beban kemudian dibatasi kebebasannya atau tidak diberikan kemampuan untuk mewujudkan apa yang dibebankan kepadanya. Tuhan itu adil kalau manusia diberi kehendak untuk memilih perbuatan yang diinginkannya dan diberi kemampuan untuk melaksanakan apa yang dikehendakinya. Dan atas perbuatannya itulah maka Tuhan memberikannya imbalan pahala atau siksa sesuai dan ancamannya.

b. Menurut Aliran Asy’ariyah

Aliran Asy’ariyah menyatakan bahwa Allah mempunyai kekuasaan mutlak dan tidak tunduk kepada siapapun. Kekuasaan mutlak Allah tidak dapat dibatasi oleh kebebasan manusia. Kaum Asy’ariyah berpendapat bahwa manusia tidak bebas berbuat dan berkehendak. Sebab sekiranya sesuatu terjadi di luar kehendak Allah, atau sekiranya dalam kekuasaan-Nya terjadi apa yang tidak dikehendaki- Nya, maka hal ini akan berarti bahwa Allah itu lemah atau lupa, sedangkan sifat lemah atau lupa adalah mustahil bagi Allah. Allah yang menghendaki segala sesuatu yang terjadi di alam ini, termasuk perbuatan baik atau perbuatan buruk.

Kita mendapatkan gambaran tentang Tuhan dari kata dan bahasa manusia yang sangat terbatas. Padahal gambaran Tuhan jauh dari yang dilukiskan oleh kata dan bahasa manusia. Bagaimana mungkin manusia yang demikian terbatas dapat mengambarkan Tuhan Yang Maha Tak Terbatas?

Pun demikian, kata dan bahasa tetap diperlukan untuk kita agar dapat menggambaran Tuhan sesuai dengan kemampuan dan persepsi kita. Hanya manusia pilihan seperti Nabi Muhammad saw., para Nabi dan para wali, yang sudah terbuka hijabnya, yang dapat mengenal Tuhan secara utuh dan benar, tanpa perantara kata dan bahasa, namun melalui akal dan ruhnya.

Sebagai contoh bahwa Tuhan digambarkan sebagai Cahaya (Nur), ini hanyalah perumpamaan saja untuk kita, yang hanya bisa mencerap cahaya dengan mata kita, lalu digambarkan dengan kata dan bahasa. Gambaran Cahaya Tuhan yang sebenarnya bukanlah cahaya yang kita cerap dengan mata kita, tetapi jauh lebih menakjubkan dan tidak terbatas, yaitu “Cahaya Mutlak”.

Mata kita hanya dapat mencerap cahaya dalam bentuk dan warna, yang hanya merupakan realitas cahaya paling rendah, yaitu kulit atau bagian paling luar saja. Untuk mencerap realitas cahaya yang lebih tinggi kita harus menggunakan mata batin (akal) yang jauh lebih unggul dibanding mata kita.

Dalam Misykatul Anwar,  disebutkan paling tidak ada 7 kelemahan mata lahir dibandingkan akal dalam menampakkan realitas cahaya, yaitu: Pertama, mata tidak dapat mencerap dirinya sendiri, tetapi akal bisa. Kedua, mata tidak dapat melihat sesuatu yang terlalu dekat atau terlalu jauh darinya, tetapi bagi akal, dekat dan jauh tidak ada bedanya.  Ketiga, mata tidak dapat mencerap sesuatu yang berada di balik hijab, tetapi akal dapat bergerak bebas, bahkan di balik selubung alam malakut. Keempat, mata hanya dapat mencerap bagian permukaan sesuatu. Akal mampu menerobos bagian dalam segala sesuatu dan rahasianya, mencerap hakikat dan ruhnya. Kelima, mata hanya dapat melihat sebagian kecil dari realitas. Akal dapat mencerap perasaan seperti sedih, bahagia, gelisah, cinta, rindu, kemauan, pengetahuan, dan yang lain. Keenam, mata tidak mampu melihat sesuatu yang tak terbatas. Akal dapat mencerap semua imajinasi kita yang tak terbatas. Ketujuh, Mata mencerap sesuatu yang besar seakan kecil, yang bergerak seakan diam. Akal menyadari bahwa bintang dan matahari jauh lebih besar dari bumi, dan seorang anak bergerak tumbuh dan bertambah besar.

Baca Juga:  Ibn Bajjah: Sosok Al-Farabi dari Negeri Maghrib

Banyak sekali kesalahan penglihatan mata lahiriah, dibandingkan akal kita, padahal untuk mengenali makna “Cahaya Mutlak” kita harus menggunakan akal.  Meskipun menggunakan akal pun gambaran “Cahaya Mutlak” tetap tidak bisa diambarkan dengan sempuana, bahkan sekelumit pun tidak.

Contoh lain adalah gambaran Tuhan sebagai Raja (Malik) tidaklah seperti gambaran raja manusia. Malik dapat berarti raja, atau Maalik dapat berarti memiliki. Tuhan adalah Raja Mutlak, Yang Maha Kuasa, dan Yang Maha Memiliki. “Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. 67: 1).

Dia-lah yang mencipta sekaligus pemilik atas ciptaan-Nya itu. Jadi, gambaran tentang kerajaan Tuhan adalah tentang kekuasaan Tuhan yang mutlak atas kepemilikan-Nya.

Kekuasaan dan kepemilikan raja manusia sangat terbatas. Raja manusia dibatasi oleh pelbagai kondisi seperti hukum, kemauan rakyatnya, timbal balik, persaingan, ruang dan waktu, dan banyak hal lain. Sedangkan kekuasaan dan kepemilikan Tuhan tidak terbatas, meliputi alam dunia dan akhirat, meliputi manusia, jin, malaikat dan seluruh makhluk, tidak dibatasi hukum (karena Tuhan pencipta hukum), tidak dibatasi ruang dan waktu, semua makhluk adalah milik-Nya (karena sebenarnya makhluk berasal dari ketiadaan, sehinggu wujudnya adalah pinjaman dari Tuhan), tidak ada saingan, tidak memerlukan timbal balik, dan kondisi lain Yang Maha Tak Terbatas.

Jadi, gambaran Tuhan sebagai Raja, hanyalah kata dan bahasa kiasan saja, untuk kita yang terbatas. Pengertian sebenarnya bahwa Tuhan adalah Raja Mutlak tidak terdefinisikan dan di luar kemampuan kita untuk mengambarkan-Nya. Seperti Tuhan Maha Besar (Akbar) artinya adalah Kebesaran Mutlak. Berarti Tuhan selalu Lebih Besar dari apapun juga. Bahkan seorang yang sudah memahami makrifat tidak akan sibuk dengan makna ini. Bagi mereka tidak perlu lagi disebutkan makna Lebih Besar dari apapun, yang artinya masih berkemungkinan ada yang mendekati kebesaran-Nya. Bagi mereka Kebesaran Mutlak Tuhan tidak terhingga dan tidak terdefinisikan, sehingga sekelumit pun tidak ada yang bisa mendekati.

Baca Juga:  Agama Hanya Berdampak Positif Bagi Orang-Orang yang Hatinya Masih Menyisakan Kebaikan

Semua gambaran tentang Tuhan adalah mutlak. Kata dan bahasa manusia hanya bisa menggambaran perumpamaan-Nya sesuai dengan kemampuan dan persepsi kita.

Apa maksud kekuasaan Allah mutlak?

Keagungan Allah SWT bersifat mutlak adalah makna dari sifat Al-Azim yang berarti Maha Mulia dan Kuasa. Hal ini dijelaskan dalam kitab Khawwash Asma'ul-Husna Littadawi wa Qadhâ il-Hajat. Kekuasaan dan keagungan Allah SWT terlalu besar dan tak terbatas hingga tak bisa dimengerti manusia.

Mengapa kekuasaan Allah itu sempurna dan mutlak?

Jawaban: kekuasaan Allah besarnya tidak terbatas karena Allah mampu menciptakan segala sesuatu dg sempurna. Penjelasan: karena Allah yang menciptakan seluruh dunia dan akhirat.

Apa yang dimaksud dengan kekuasaan Allah itu?

Kekuasaan Allah swt. adalah yang tidak terbatas, tidak terjangkau dan tidak tertandingi. Sedangkan kekuasaan yang terbatas itu ada pada makhluk-Nya. Masalah yang terkait dengan kekuasaan adalah sebagaimana dalam Q.S. al-Mulk/67: 3-5.

Kekuasaan Allah SWT tidak terbatas pada hal apa pun karena Allah bersifat?

Sifat wajib Qadiran berarti Allah SWT maha kuasa atas alam semesta dan seisinya. Kekuasaan Allah SWT tidak terbatas pada apapun dan siapapun karena Dialah sang pencipta yang satu-satunya berkuasa atas kehidupan alam semesta.