Tuliskan pendapatmu perilaku yang dapat mencegah terjadinya konflik di masyarakat minimal 3 kasus

Tuliskan pendapatmu perilaku yang dapat mencegah terjadinya konflik di masyarakat minimal 3 kasus

Tuliskan pendapatmu perilaku yang dapat mencegah terjadinya konflik di masyarakat minimal 3 kasus
Lihat Foto

Show

Dok Humas Polda Papua

Aparat keamanan bersama unsur Forkompinda Jayawijaya dan Lanny Jaya tengah menemui massa dari warga Lanny Jaya yang bertikai dengan warga Nduga, di Distrik Wouma, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (10/1/2022)

KOMPAS.com - Konflik adalah proses sosial antara dua orang atau lebih yang berusaha menghancurkan pihak lain dengan cara membuatnya tidak berdaya.

Dalam suatu masyarakat, semakin tinggi tingkat keberagaman, maka semakin tinggi peluang terjadinya konflik dalam masyarakat tersebut.

Konflik dapat berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antarkelompok dalam masyarakat. Konflik dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perbedaan antarindividu, perbedaan budaya, perbedaan kepentingan, dan lain-lain.

Terdapat berbagai cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi konflik yang terjadi di masyarakat. Berikut upaya mengatasi konflik di masyarakat:

Preventif

Upaya preventif adalah upaya pencegahan masalah berupa tindakan pengendalian sosial untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang.

Tindakan preventif atau pencegahan ini dilakukan baik secara pribadi maupun berkelompok. Tindakan preventif dilakukan karena manusia menyadari adanya potensi terjadi konflik apabila tidak diantisipasi.

Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina, Indonesia Harap Anggota G20 Jadi Solusi

Tujuan dari upaya mengatasi konflik secara preventif adalah mengondisikan keadaan sedemikian rupa. Sehingga dapat mencegah timbulnya masalah antara kedua belah pihak.

Salah satu contohnya adalah Badan Narkotika Nasional atau BNN melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba. Sosialisasi dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya korban akibat penggunaan obat-obatan terlarang.

Upaya represif adalah upaya penyelesaian masalah yang dilakukan setelah masalah terjadi. Represif kerap dilakukan untuk menindak pelanggaran.

Upaya represif biasanya dilakukan oleh individu, kelompok, atau pemerintahan untuk mengontrol masyarakat. Tujuannya adalah mengembalikan keserasian yang terganggu akibat penyimpangan yang ada.

Tindakan represif dapat digolongkan ke dalam beberapa tindakan, yaitu:

  • Tindakan Pribadi Represif: Pengaruh yang datang dari orang atau tokoh tertentu yang menjadi panutan.
  • Tindakan Institusional Represif: Pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tidak hanya mengawasi para anggota lembaga saja, tetapi juga mengawasi kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut.
  • Tindakan Resmi: Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan dengan sanksi yang mengikat.
  • Tindakan Tidak Resmi: Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas.

Baca juga: Trauma Masa Kecil Pengaruhi Cara Kita Mengatasi Konflik dalam Hubungan

Kuratif

Upaya mengatasi konflik secara kuratif adalah dengan menanggulangi dan mengatasi dampak yang disebabkan oleh masalah atau konflik yang terjadi.

Sehingga, upaya kuratif merupakan tindak lanjut dalam masalah atau konflik yang sedang berlangsung.

Berikut langkah-langkah mengatasi konflik secara kuratif yang dapat dilakukan:

  • Mencari penyebab terjadinya konflik.
  • Mencari solusi yang bersifat win-win solution atau menguntungkan kedua belah pihak.
  • Melakukan mediasi dengan menghadirkan pihak ketiga sebagai mediator.
  • Menempuh jalur hukum atau pengadilan sebagai upaya terakhir apabila konflik tidak bisa diatasi secara damai.

Referensi

  • Turmudi, Endang. 2021. Merajut Harmoni, Membangun Bangsa: Memahami Konflik dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Halo, Sobat SMP! Saat ini kita hidup di negara dengan kondisi masyarakat yang majemuk. Keadaan masyarakat yang terdiri dari banyak suku, banyak agama, banyak pandangan politik, dan sebagainya tak memungkinkan Indonesia bisa terhindar dari konflik-konflik sosial.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya. Konflik sosial sendiri adalah pertentangan antaranggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan.

Konflik sosial bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Inti dari penyebab konflik adalah adanya perbedaan. Mulai dari faktor perbedaan pandangan antarindividu/kelompok, perbedaan latar belakang kebudayaan, perbedaan kepentingan, maupun perubahan nilai-nilai secara cepat.

Akibat yang ditimbulkan dari perpecahan konflik sosial juga bermacam-macam, mulai dari yang positif hingga negatif. Dampak positif dari adanya konflik sosial adalah meningkatnya solidaritas sesama anggota kelompok seperti yang terjadi pada peristiwa Pertempuran Surabaya. Dalam peristiwa tersebut, rakyat Kota Surabaya bersatu menghadapi tentara Inggris.

Namun, dampak negatif yang ditimbulkan juga tidak bisa disepelekan. Keretakan hubungan antardua pihak mungkin tak terhindarkan. Bahkan, lebih buruknya lagi konflik sosial bisa menyebabkan rusaknya harta benda atau hilangnya nyawa manusia.

Oleh karena itu, konflik sosial sebisa mungkin haruslah dihindari agar tidak menimbulkan pertikaian yang dapat menimbulkan dampak negatif. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik sosial. Seperti apa saja cara menghindari konflik? Yuk simak artikel ini!

Menghindar

Terkadang, seseorang akan merasa tidak ada manfaatnya apabila terus melanjutkan konflik dengan individu atau kelompok lainnya. Salah satu kemungkinan adalah ia tahu bahwa dirinya tidak akan menang dalam konflik sosial tersebut. Maka dari itu menghindar adalah salah satu jalan untuk mencegah konflik.

Menyesuaikan kepada keinginan pihak lawan

Seperti yang sudah dijelaskan, konflik bisa menyebabkan keretakan hubungan antarindividu atau antarkelompok. Ada orang-orang yang lebih suka perdamaian. Ia khawatir apabila konflik berlanjut, seseorang akan terluka dan hal itu akan menghancurkan hubungan pribadi dengan orang tersebut. Maka dari itu lebih baik memilih untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi menjaga keharmonisan hubungan. 

Tawar-menawar

Ini adalah cara yang paling ideal untuk menyelesaikan konflik sosial yang terjadi. Kedua belah pihak saling bertemu untuk melakukan tawar-menawar dalam penyelesaian konflik. Dalam proses tawar-menawar, individu akan mengorbankan sebagian tujuannya dan meminta lawan konflik mengorbankan sebagian tujuannya juga sehingga keadilan bisa diterima oleh kedua belah pihak.

Kolaborasi

Selain tawar-menawar, konflik sosial juga bisa diselesaikan dengan cara kolaborasi. Kolaborasi memandang konflik sebagai masalah yang harus diselesaikan. Atas dasar itu, dicarilah cara-cara untuk mengurangi ketegangan kedua belah pihak. Berusahalah memulai sebuah pembicaraan yang dapat mengenali konflik sebagai suatu masalah dan mencari pemecahan yang bisa diselesaikan dengan cara kolaborasi dua pihak.

Itulah tadi cara-cara menghindari konflik sosial. Pluralisme dan konflik sosial adalah hal yang sulit terhindarkan di masyarakat Indonesia. Namun, sebagai individu kita bisa melakukan tindakan-tindakan untuk menghindari pecahnya konflik sosial yang dapat merugikan banyak pihak.

Jangan sampai perbedaan yang ada justru menimbulkan konflik sosial yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan. Tetap berusahalah untuk menjadi individu yang cinta akan kedamaian demi terciptanya kerukunan dan persatuan!

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Menjadi bangsa yang besar bisa dibilang susah-susah gampang. Apalagi dengan berbagai perbedaan yang ada di dalamnya, entah itu budaya, agama, suku, ataupun yang lainnya. Keragaman ini, jika tidak menguatkan, ya berpotensi menimbulkan konflik. Tapi, ini juga bukannya tidak mungkin diatasi.

Sebagai sebuah negara yang besar, Indonesia sendiri pada dasarnya mempunya tiga kekuatan yang ampuh dalam menepis perbedaan dan mempersatukan bangsa. Adapun ketiga kekuatan itu meliputi Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal IKa sebagai semboyan bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa.

Lantas, apa itu artinya Indonesia terbebas dari konflik? Tentu saja tidak. Kenyataannya, masih ada saja konflik yang terjadi di negeri ini. Untuk mengatasi itu, sejatinya ada tiga cara yang bisa ditempuh, termasuk cara preventif, represif dan kuratif. Nah, apa yang dimaksud dengan ini semua?

Preventif

Cara preventif merupakan upaya pencegahan masalah saat berlangsungnya atau sebelum terjadinya masalah. Hal ini dapat dikembangkan melalui rasa toleransi, tepo seliro (tenggang rasa), saling bantu dan berbagai macam hal positif lain yang membangun rasa kepercayaan dan kesatuan.

(Baca juga: Pengertian Konflik dan Apa yang Melatarbelakanginya?)

Adapun tujuan dari penyelesaian masalah preventif adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan bertindak sesuai dengan ketentuan yang ada.

Represif

Cara yang kedua adalah represif. INi merupakan penyelesaian masalah yang dilakukan setelah masalah terjadi. Tujuan dari penyelesaian masalah ini adalah untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya masalah. Hal yang dilakukan seperti pembubaran paksa dan penangkapan.

Kuratif

Cara ketiga ini merupakan tindak lanjut dalam masalah yang sedang berlangsung. Hal ini bertujuan untuk menanggulangi dan mengatasi dampak yang disebabkan oleh masalah tersebut. Contoh, mentoring korban kerusuhan, perdamaian dengan akta integritas, arbitrasi dan lain-lain.

Selain cara-cara yang telah disebutkan di atas, masyarakat juga perlu mengembangkan sikap tepo seliro (tenggang rasa), saling menghormati, serta saling menghargai antar masyarakat beda budaya. Ingat, rasa bangga terhadap kelompok itu adalah hal yang wajar, selama tidak menimbulkan fanatisme yang berlebihan dan akhirnya memandang rendah kelompok lainnya.