Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

Tokoh dari golongan muda yang menjemput Soekarno Hatta ke Rengasdengklok adalah?

  1. Jusuf Kunto
  2. Achmad Soebardjo
  3. Mohammad Hatta
  4. Sutan Syahir
  5. Semua jawaban benar

Jawaban: A. Jusuf Kunto

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, tokoh dari golongan muda yang menjemput soekarno hatta ke rengasdengklok adalah jusuf kunto.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Jepang Secara resmi menyerah kepada sekutu di? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

HARI KEMERDEKAAN INDONESIA

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

SEJARAH SINGKAT

 Pada tanggal 17 Agustus selalu diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Awal sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia dimulai dari peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan “Menteng 31” terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi 16 Agustus 1945 dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.

 Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat untuk didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang.

 Menghadapi desakan dari golongan muda tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di Lapangan IKADA (yang sekarang telah menjadi Lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Akhirnya, dipilihlah rumah Bung Karno karena di Lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara Jepang sudah berjaga-jaga.
Untuk menghindari kericuhan antar penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.

 Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Pada tanggal 16 Agustus tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.

 Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Kriegsmarine, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.

TEKS PROKLAMASI

 Dari sejumlah sumber disebutkan bahwa ada dua jenis teks proklamasi. Pertama, teks proklamasi asli yang ditulis tangan Ir. Soekarno dan kalimatnya didikte oleh Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo.

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

 Teks Proklamasi Klad itu ditulis di selembar kertas dari buku catatan berwarna putih. Ukuran panjang 25,8 cm, lebar 21,3 cm dan tebal 0,5 mm. Dari dokumentasi Arsip Nasional RI, tampak ada dua coretan pada kalimat ‘pengambilan’ yang diubah jadi ‘pemindahan’. Lalu kedua, coretan kata ‘diusahakan’ menjadi ‘diselenggarakan’.

 Sementara itu, jenis teks proklamasi kedua adalah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik, atau disebut teks Proklamasi Otentik.

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

 Pada teks proklamasi otentik ketikan Sayuti Melik itu tertera tanda tangan asli Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Sedangkan, teks proklamasi klad tidak ditandatangani.

TOKOH PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA

1. Ir. Seokarno

 Lahir di Blitar tahun 1901, Presiden RI pertama ini kerap disapa Bung Karno. Nama panjangnya adalah Koesno Sosrodihardjo dan ia lahir dengan darah bangsawan atau priyayi.
Pada 17 Agustus 1945, tak lama setelah Jepang ditaklukan Sekutu, atas desakan aktivis pemuda yang sempat menculiknya ke Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta diangkat jadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.

2. Drs. H. Mohammad Hatta

 Selama ini kita mengenal Bung Hatta sebagai wakil presiden pertama RI, namun sebelum itu, beliau berjasa sebagai penyusun teks proklamasi. Beliau juga yang ikut memproklamasikan kemerdekaan RI dan bersama Bung Karno, Bung Hatta menandatangani teks proklamasi tersebut.

3. Fatmawati

 Kemudian muncul nama ibu Fatmawati sebagai salah satu tokoh proklamasi kemerdekaan RI dengan jasanya menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan ketika upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

4. Mohamad Ibnu Sayuti

 Mohamad Ibnu Sayuti atau yang dikenal dengan Sayuti Melik adalah orang yang berjasa karena mengetik naskah proklamasi dan beliau juga yang mengubah kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “atas nama bangsa Indonesia” dalam konsep naskah proklamasi.

5. Soekarni

 Soekarni termasuk dalam pemuda yang ikut menculik Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Ia dan pemuda lainnya terus mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, selambat-lambatnya 17 Agustus 1945.

6. Sutan Syahrir

 Setelah Indonesia merdeka, Sutan Syahrir menjadi politikus dan perdana menteri pertama Indonesia. Beliau menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia pertama mulai 14 November 1945 hingga 3 Juli 1947.

7. Achmad Soebardjo

 Peran Achmad Soebardjo cukup penting, yaitu membawa Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Jakarta setelah dibawa paksa oleh para pemuda ke Rengasdengklok.

SUMBER
https://news.harianjogja.com/read/2022/08/16/500/1109039/16-agustus-peristiwa-rengasdengklok-soekarno-hatta-diculik#:~:text=Dilansir%20dari%20Wikipedia%2C%20Peristiwa%20Rengasdengklok,hari%20sekitar%20pukul%2003.00%20WIB.
https://www.indozone.id/fakta-dan-mitos/lNs4jO4/8-fakta-penting-teks-proklamasi-kemerdekaan-indonesia-asli-klad-dan-otentik/read-all
https://www.suara.com/news/2022/08/10/161901/selain-bung-karno-siapa-saja-tokoh-proklamasi-kemerdekaan-ri

Tokoh Hukum Kemerdekaan

17 Agustus 2021

Subardjo berperan penting menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dan ikut merumuskan teks Proklamasi di rumah Maeda.

Bacaan 8 Menit

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

Ahmad Subardjo. Ilustrasi: BAS

“MasyaAllah, Tuhanku, mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum harus menyembah. Siapa di antara kita yang tidak merasa jengkel akan hal ini, dan siapa yang bisa tahan dihina oleh siapa saja, apalagi oleh pihak Belanda yang kita benci”.

“Subardjo, setiap orang Indonesia yang berpikiran sehat tidak dapat toleran lagi terhadap situasi ini. Ini harus lenyap, dan harus segera lenyap. Kita tak dapat bicara tentang kerja sama dan sebagainya. Ini terlalu merendahkan derajat kita. Kita hanya tertarik pada revolusi berdasar, yang akan mengakhiri dominasi penjajahan yang kita benci”.

Dua paragraf tadi adalah penggalan surat yang dikirim oleh Raden Mas Sunarjo kepada Ahmad Subardjo, pengurus Perhimpunan Indonesia, pada 1924. Seperti biasa, komunikasi para aktivis pergerakan nasional dipantau. Surat Mas Sunarjo ke Subardjo itu juga disensor oleh polisi Belanda dan tembusannya diserahkan Menteri Jajahan. Beruntunglah, karena isi surat itu dimuat John Ingleson, Indonesianis asal Australia dalam bukunya Perhimpoenan Indonesia and the Indonesian Nationalist Movement 1923-1928, terbitan Monash University.

Seperti diuraikan Ingleson, surat itu dilatarbelakangi oleh kekesalan penulis surat tentang mahasiswa pribumi Indonesia di Rechtshogeschool yang selalu ditempatkan di belakang mahasiswa Eropa dan Cina dalam suatu prosesi. Para aktivis menggunakan kata-kata yang membangkitkan semangat revolusioner dan kebangsaan, sebagaimana isi surat yang ditujukan Raden Mas Sunarjo kepada Subardjo.

Subardjo yang dimaksud adalah Raden Ahmad Subardjo yang menjadi salah satu tokoh sentral dalam sejarah menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Subardjo dilahirkan di Karawang, Jawa Barat, pada 13 Maret 1897, putra seorang mantra kepala. Ia sudah tiba di Belanda untuk kuliah hukum pada 1919. Lantaran aktivitas politiknya dalam dunia pergerakan, antara lain menjadi pengurus Perhimpunan Indonesia 1919-1920, Subardjo baru menyelesaikan pendidikan hukum di Leiden pada 1933, dan pulang ke Indonesia pada April 1934.

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

Ahmad Subardjo. Ilustrasi: BAS

Subardjo termasuk mahasiswa Indonesia yang awal kuliah hukum di Belanda pasca Perang Dunia I. Menggunakan kapal Sindoro, Subardjo tiba di Belanda pada 28 Juni 1919, setelah lebih dari sebulan dalam perjalanan. Menyusul kemudian A.A Maramis dan Nasir Datuk Pamuntjak, dua orang Indonesia yang juga belajar hukum. Dalam otobiografinya, Kesadaran Nasional, Otobiografi Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo, tertulis bahwa di Belanda pula Subardjo bertemu dengan Tan Malaka. Di sana, Subardjo tak hanya belajar hukum, tetapi juga bahasa Latin dan Yunani.

Selama menjalani kuliah, Subardjo turut serta secara aktif dalam pergerakan mahasiswa di Eropa, termasuk aktivitas propaganda kemerdekaan Indonesia di beberapa negara Eropa. Pada Februari 1927, ia menjadi anggota delegasi Perhimpunan Indonesia ke Kongres Dunia I untuk Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonialisme, di Brussel Belgia. Ia juga menjalankan aktivitas jurnalistik.


Page 2

Tokoh Hukum Kemerdekaan

17 Agustus 2021

Subardjo berperan penting menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dan ikut merumuskan teks Proklamasi di rumah Maeda.

Bacaan 8 Menit

Setelah pulang ke Indonesia, Subardjo sempat tinggal di Semarang, sebelum akhirnya pindah ke Surabaya. Di ibukota Jawa Timur ini, Subardjo bergabung ke kantor pengacara Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo. Mr Iskaq adalah anggota Bandung Studie Club bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Bung Karno, Dr Samsi, Mr Sunario, Mr Sartono, Mr Budiarto, Dr Tjiptomangunkusumo dan Anwari. Ketika menjalankan profesi pengacara, Mr Subardjo pernah mengurus perkara klien ke Banjarmasin. Namun Asisten Residen di sana menyuruhnya segera pulang karena menilai kedatangan Subardjo mengganggu ketenteraman dan keamanan umum. Sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu, pengacara ada di bawah pengamatan dan perlindungan Procureur General di Pengadilan di Jakarta. Setelah insiden pengusiran itu, Subardjo mengirimkan surat protes ke Procureur General.

“Saya berada di Banjarmasin dengan keperluan perkara pembunuhan dan saya dihalangi dalam melaksanakan tugas saya oleh Asistent Resident dengan perintah supaya saya meninggalkan tempat ini selekas mungkin. Mohon perantaraan dan perlindungan,” tulis Subardjo. Di kemudian hari Asisten Residen Banjarmasin meminta maaf kepada Subardjo karena menerima informasi yang salah sari rekannya di Surabaya.

Keluar dari kantor hukum Mr Iskaq, Subardjo mendirikan firma hukum sendiri di Malang. Di sini ia bekerja bersama Mr Johanes Latuharhary, eks Ketua Pengadilan Negeri yantg kelak menjadi Gubernur Maluku yang pertama. Kondisi kesehatan Subardjo terganggu di Malang sampai harus masuk rumah sakit. Ditambah pula kantor pengacaranya tidak berkembang pesat. “Pekerjaan sebagai pengacara tidak menguntungkan karena beberapa orang tidak suka mempercayakan perkaranya kepada suatu kantor pengacara yang baru saja dibuka (…) Ada beberapa sisa pekerjaan yang tidak dihiraukan oleh perusahaan-perusahaan yang besar itu, akan tetapi dari pekerjaan ini seorang pun tidak dapat hidup,” tulis Subardjo dalam otobiografinya.

Setelah sembuh, Subardjo mendapat tawaran dari Mr Sudjono untuk bekerja di Jepang. Ia menerima tawaran itu, dan memikirkan bekerja sebagai wartawan di sana. Atas bantuan Mr Sudjono, Subardjo bisa bekerja dan berkenalan dengan tokoh-tokoh terpelajar di Jepang. Setelah setahun di Negeri Matahari Terbit, Subardjo kembali ke Tanah Air. Ia kembali membuka kantor pengacara, kali ini di Bandung. “Selama pekerjaan saya sebagai pengacara di Bandung pada tahun 1936-1939, saya menjauhkan diri dari segala kegiatan politik,” tulisnya dalam otobiorafi. Sebagai tambahan penghasilan, Subardjo mengirimkan tulisan ke majalah Kritik dan Pembangunan.

Pada pertengahan 1939, ia dan keluarga pindah kie Batavia. Di sini ia bekerja di Radio Ketimuran, suatu pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya. Pada masa Jepang, Subardjo bekerja sebagai pembantu di kantor penasehat Angkatan Darat Jepang, kemudian menjadi Kepala Biro Riset di kantor Laksamana Maeda.

Baca:

Di Seputar Proklamasi

Sejarah telah mencatat nama Subardjo sebagai orang penting dalam sejarah proklamasi. “Salah seorang yang memainkan peranan penting pada tanggal 16 Agustus, mulai pagi dan seterusnya, adalah Mr Subardjo, dan ialah yang pada akhirnya oleh sejarah pada hari itu ditentukan pergi ke Rengasdengklok untuk mengambil kembali Soekarno-Hatta”, tulis Mohamad Roem dalam bukunya Penculikan, Proklamasi dan Penilaian Sejarah (1970).


Page 3

Tokoh Hukum Kemerdekaan

17 Agustus 2021

Bacaan 8 Menit

Peran penting Subardjo tak dapat dilepaskan dari penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Subardjo-lah yang menjemput kedua tokoh nasional itu dan membawanya ke Jakarta. Peristiwa Rengasdengklok itu diceritakan Subardjo lewat bukunya, Lahirnya Republik Indonesia (1972). “Kami berangkat sekitar jam 04.00 sore. Mobil Skoda saya yang tua dengan ban-bannya yang telah mulai licin akan membawa kami ke tempat tujuan yang belum diketahui olehku dan Soediro,” tulisnya.

Soediro dimaksud adalah sekretaris Subardjo. Dari Soediro pula Subardjo mengetahui aksi penculikan itu pagi hari, 16 Agustus 1945. Ia kaget mendapatkan informasi penculikan itu karena seharusnya pukul 10 di hari yang sama akan berlangsung rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Pejambon. Subardjo yakin Wikana, seorang tokoh pemuda, mengetahui aksi penculikan. Tetapi sebelum menemui Wikana, ia berinisiatif menghubungi Laksamana Maeda dari Angkatan Laut Jepang. Maeda pun tak kalah kagetnya mendengar informasi penculikan. Setelah bertemu Wikana, Subardjo mencecar tokoh pemuda itu mengapa Soekarno-Hatta diculik, dan kemana dibawa. “Itu merupakan keputusan kami (para pemuda—red) dalam pertemuan semalam, untuk keselamatan mereka kami bawa ke suatu tempat di luar Jakarta”, jelas Wikana.

Setelah mengklarifikasi beberapa hal, akhirnya Subardjo diizinkan para pemuda menemui Soekarno-Hatta. Sebelum diizinkan membawa Soekarno-Hatta kembali, Subardjo diminta jaminan bahwa proklamasi harus sudah dibacakan besok pagi. Subardjo memberikan jaminan besoknya menjelang tengah hari sudah siap. “Jika tidak, bagaimana?”, tanya Mayor Soebeno, tentara PETA yang berjaga di lokasi penculikan. “Mayor, jika segala sesuatunya gagal, sayalah yang memikul tanggung jawabnya, dan Mayor boleh tembak mati saja”. Itulah jawaban spontanitas Subardjo. Jaminan lewat kalimat spontanitas itu meyakinkan Mayor Soebeno dan para pemuda di lokasi. Soekarno-Hatta berhasil kembali ke Jakarta. “Kendaraan kami berhenti di tempat kediaman Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56 pada sekitar pukul 11.00 malam,” jelas Subardjo.

“Apalagi yang saya inginkan? Mimpi Indonesia merdeka telah menjadi kenyataan. Apa bedanya saya hadir atau tidak. Hal yang terpenting ialah bahwa kita sendiri dan generasi penerus rakyat telah menjadi warga negara yang bebas dari sebuah negara merdeka: Republik Indonesia” –Ahmad Subardjo dalam otobiografinya.

Perumusan Naskah Proklamasi

Rumah Laksamana Maeda hingga kini masih ada di Jalan Diponegoro, dikenal sebagai rumah penyusunan naskah proklamasi. Pada zaman Jepang, jalan Diponegoro disebut Jalan Myakodoori. Di rumah inilah teks proklamasi dirumuskan.

Setelah berhasil menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok, dan mengembalikannnya ke rumah masing-masih, malam itu juga digelar pertemuan di rumah Maeda. Awalnya, Hatta meminta bantuan Subardjo menyiapkan ruang pertemuan di Hotel Des Indes (sekarang pertokoan Duta Merlin, Jakarta Pusat) agar anggota PPKI bisa mengadakan rapat malam itu juga. Cuma, saat itu ada ketentuan hotel bahwa di atas pukul 22.30 tidak boleh ada rapat, sehingga pertemuan yang diinginkan Hatta tidak jadi. Akhirnya, pertemuan tokoh-tokoh nasional berlangsung di rumah Maeda. Di rumah ini, sebelum teks Proklamasi disusun, sempat ada pertemuan antara Soekarno, Hatta, SUbardjo, Maeda, dan Jenderal Nishimura. Mereka duduk mengelilingi meja bundar di taman belakang rumah Maeda. Hadir juga Soediro, BM Diah, dan Sayuti Melik. Pertemuan tokoh-tokoh nasional dengan pejabat Gunseikanbu Jepang gagal, sehingga ditempuh cara lain mencapai proklamasi tanpa campur tangan Jepang. “Kesimpulan yang telah diambil dalam pertemuan meja bundar malam itu ialah bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan tetap dilangsungkan dengan atau tanpa persetujuan Angkatan Darat Jepang,” tulis Subardjo dalam Lahirnya Republik Indonesia.

Subardjo melukiskan penyusunan teks Proklamasi berjalan lancar. Soekarno meminta Subardjo mengingat teks Pembukaan UUD yang pada Juni 1945. Soekarno mengambil secarik kertas, mencatat apa yang diucapkan Subardjo. Kalimatnya pendek, ‘kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemderkaan kami’. Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 03.00 dini hari ketika teks proklamasi mulai disusun.


Page 4

Tokoh Hukum Kemerdekaan

17 Agustus 2021

Subardjo berperan penting menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dan ikut merumuskan teks Proklamasi di rumah Maeda.

Bacaan 8 Menit

Hatta berpendapat rumusan itu terlalu abstrak. Hatta meminta agar dalam teks Proklamasi dirumuskan pengantar kemerkdenaan pada pelaksanaan yang nyata. Setelah melalui beberapa pertimbangan, maka disusunlah kalimat kedua: “Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Rumusan itu kemudian disetujui dengan beberapa coretan dan perubahan. Setelah peserta rapat setuju, teks tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Setelah selesai, Soekarno membacakan kembali teks Proklamasi pelan-pelan di hadapan peserta yang hadir di rumah Maeda.

Tokoh pemuda, Sukarni, angkat bicara. “Teks ini, sama sekali terlepas dari semangat revolusioner, lemah, dan tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri”. “Saya tidak setuju dengan kalimat kedua, karena saya tidak percaya bahwa Jepang akan menyerahkan kekuasaan kepada kita dengan cara sukarela. Kita harus merenggutnya dari tangan mereka”.

Subardjo menggambarkan bahwa ada perdebatan seru setelah kritik Sukarni. Cuma, sebagian besar perintis kemerdekaan yang hadir menentang adanya perubahan. Akhirnya, diputuskan teks proklamasi tidak akan berubah. Soekarno mengajukan pertanyaan siapa yang akan menandatangani Proklamasi. Awalnya muncul gagasan agar semua orang yang hadir dalam penyusunan teks Proklamasi ikut menandatangani, termasuk mereka yang bukan anggota PPKI. Namun usul ini ditolak. Akhirnya disepakati bahwa proklamasi itu atas nama bangsa Indonesia, dan diteken oleh Soekarno dan Hatta.

Fajar telah tiba, sudah sekitar pukul 06.00, ketika Subardjo meninggalkan tempat pertemuan. Subardjo menulis: “Sewaktu ruang pertemuan hampir kosong, saya berpamitan dari Soekarno dan Hatta yang kelihatan masih cukup segar setelah mengalami begitu banyak kejadian”. Subardjo pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Hingga pada pukul 10 pagi, tanggal 17 Agustus 1945, dua orang utusan Soekarno-Hatta datang ke rumah Subardjo, meminta ikut ke kediaman Soekarno untuk mengikuti pembacaan Proklamasi Kemerdekaan.

Subardjo merasa lelah sehingga memutuskan untuk tetap beristirahat di rumah. “Saya mengirim sebuah pesan kepada Bung Karno dan Bung Hatta meminta mereka untuk memaafkan ketidakhadiran saya dan supaya mereka segera saja memulai upacara Proklamasi Kemerdekaan”. Subardjo merasa yang paling penting Indonesia merdeka telah menjadi kenyataan.

Setelah Indonesia merdeka, Subardjo diangkat menjadi Menteri Luar Negeri yang pertama. Jabatan Menlu ia emban hingga 3 April 1952. Ia terus berkiprah untuk bangsa dan negara ini, hingga menghembuskan nafas terakhir pada 15 Desember 1978 dalam usia 82 tahun. Pada 2009, Subardjo diangkat menjadi pahlawan nasional.


Page 5

Tokoh Hukum Kemerdekaan

17 Agustus 2021

Subardjo berperan penting menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dan ikut merumuskan teks Proklamasi di rumah Maeda.

Bacaan 8 Menit

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

Ahmad Subardjo. Ilustrasi: BAS

“MasyaAllah, Tuhanku, mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum harus menyembah. Siapa di antara kita yang tidak merasa jengkel akan hal ini, dan siapa yang bisa tahan dihina oleh siapa saja, apalagi oleh pihak Belanda yang kita benci”.

“Subardjo, setiap orang Indonesia yang berpikiran sehat tidak dapat toleran lagi terhadap situasi ini. Ini harus lenyap, dan harus segera lenyap. Kita tak dapat bicara tentang kerja sama dan sebagainya. Ini terlalu merendahkan derajat kita. Kita hanya tertarik pada revolusi berdasar, yang akan mengakhiri dominasi penjajahan yang kita benci”.

Dua paragraf tadi adalah penggalan surat yang dikirim oleh Raden Mas Sunarjo kepada Ahmad Subardjo, pengurus Perhimpunan Indonesia, pada 1924. Seperti biasa, komunikasi para aktivis pergerakan nasional dipantau. Surat Mas Sunarjo ke Subardjo itu juga disensor oleh polisi Belanda dan tembusannya diserahkan Menteri Jajahan. Beruntunglah, karena isi surat itu dimuat John Ingleson, Indonesianis asal Australia dalam bukunya Perhimpoenan Indonesia and the Indonesian Nationalist Movement 1923-1928, terbitan Monash University.

Seperti diuraikan Ingleson, surat itu dilatarbelakangi oleh kekesalan penulis surat tentang mahasiswa pribumi Indonesia di Rechtshogeschool yang selalu ditempatkan di belakang mahasiswa Eropa dan Cina dalam suatu prosesi. Para aktivis menggunakan kata-kata yang membangkitkan semangat revolusioner dan kebangsaan, sebagaimana isi surat yang ditujukan Raden Mas Sunarjo kepada Subardjo.

Subardjo yang dimaksud adalah Raden Ahmad Subardjo yang menjadi salah satu tokoh sentral dalam sejarah menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Subardjo dilahirkan di Karawang, Jawa Barat, pada 13 Maret 1897, putra seorang mantra kepala. Ia sudah tiba di Belanda untuk kuliah hukum pada 1919. Lantaran aktivitas politiknya dalam dunia pergerakan, antara lain menjadi pengurus Perhimpunan Indonesia 1919-1920, Subardjo baru menyelesaikan pendidikan hukum di Leiden pada 1933, dan pulang ke Indonesia pada April 1934.

Tokoh ppki yang menjemput Soekarno dan hatta ke Rengasdengklok adalah

Ahmad Subardjo. Ilustrasi: BAS

Subardjo termasuk mahasiswa Indonesia yang awal kuliah hukum di Belanda pasca Perang Dunia I. Menggunakan kapal Sindoro, Subardjo tiba di Belanda pada 28 Juni 1919, setelah lebih dari sebulan dalam perjalanan. Menyusul kemudian A.A Maramis dan Nasir Datuk Pamuntjak, dua orang Indonesia yang juga belajar hukum. Dalam otobiografinya, Kesadaran Nasional, Otobiografi Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo, tertulis bahwa di Belanda pula Subardjo bertemu dengan Tan Malaka. Di sana, Subardjo tak hanya belajar hukum, tetapi juga bahasa Latin dan Yunani.

Selama menjalani kuliah, Subardjo turut serta secara aktif dalam pergerakan mahasiswa di Eropa, termasuk aktivitas propaganda kemerdekaan Indonesia di beberapa negara Eropa. Pada Februari 1927, ia menjadi anggota delegasi Perhimpunan Indonesia ke Kongres Dunia I untuk Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonialisme, di Brussel Belgia. Ia juga menjalankan aktivitas jurnalistik.