Tujuan 14 TPB adalah melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan. Dalam rangka mencapai tujuan nasional ekosistem lautan pada tahun 2030, ditetapkan 10 target yang diukur melalui 15 indikator. Target-target tersebut terdiri dari tata ruang laut dan pengelolaan wilayah laut berkelanjutan, penangkapan ikan dalam batasan biologis yang aman (MSY) dan pemberantasan IUU fisihing, peningkatan kawasan konservasi perairan dan pemanfaatan berkelanjutan, serta dukungan dan perlindungan nelayan kecil. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai target-target tersebut dijabarkan pada kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi nonpemerintah. Kebijakan Tujuan 14. Kebijakan pengelolaan ekosistem lautan yang dilakukan pemerintah telah termuat dalam RPJMD 2017-2022 terkait pengembangan ekonomi maritim dan kelautan. Visi Misi Gubernur DIY pada RPJMD 2017-2022 yaitu “Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Jogja”. Tujuan 14 Ekosistem Lautan merupakan bagian dari pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, utamanya bidang Kelautan dan pesisir dan Bidang Perikanan. Dalam rangka pemeliharaan sumber daya dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan untuk pembangunan, serta peningkatan produksi dan kesejahteraan nelayan, arah kebijakan pembangunan terkait pengelolaan Tujuan 14 Ekosistem Lautan difokuskan pada dua arah kebijakan utama, yaitu: (1) pengelolaan pesisir serta pengembangan ekonomi kelautan berkelanjutan, (2) pengelolaan kawasan konservasi perairan. Arah kebijakan tersebut, dilaksanakan melalui upaya-upaya sebagai berikut: (1) Meningkatkan tata kelola sumber daya kelautan, termasuk upaya penataan ruang laut dan harmonisasinya, (2) Meningkatkan konservasi, rehabilitasi dan peningkatan ketahanan masyarakat terhadap bencana di pesisir dan laut, termasuk penambahan luasan kawasan konservasi perairan dan penguatan kelembagaan serta efektivitas pengelolaannya, (3) Mengendalikan IUU fishing dan kegiatan yang merusak di laut, (4) Menguatkan peran SDM dan iptek kelautan serta budaya maritim, (5) Meningkatkan produktivitas, optimalisasi kapasitas dan kontinuitas produksi perikanan, termasuk alokasi yang proporsional antara stok sumber daya ikan, serta penyediaan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan yang efisien dan ramah lingkungan; Program Tujuan 14. Berdasarkan arah kebijakan yang selaras dengan pencapaian Tujuan 14 TPB, program yang akan dilaksanakan antara lain: (1) Konservasi Ekosistem dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, (2) Pengelolaan Pelabuhan.
Analisa Daily — Pemerintah Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan di tengah masyarakat, khususnya masyarakat pesisir menjadi fakta nyata dalam perkembangan pembangunan Indonesia. Selama bertahun-tahun perekonomian makro kelihatan bertumbuh namun di balik pertumbuhan itu tersembunyi persoalan sensitif yang dapat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal di tengah bangsa. Pemerintah Indonesia seharusnya berupaya mencapai tujuan pembangunan, yakni struktur masyarakat Indonesia yang sejahtera. Masyarakat sejahtera adalah masyarakat yang memiliki kualitas hidup yang baik, diukur antara lain dari pemerataan dan keterjangkauan pendidikan, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan hidup baik primer maupun sekunder (Gumelar, 1998). Paradoks Pembangunan Sayangnya, para penyelenggara negara terlalu asyik terbuai oleh perubahan- perubahan fisik yang nampak serta dianggap sebagai keberhasilan pembangunan. Pemerintah menganggap pertumbuhan GNP sudah merepresentasikan kondisi perekonomian yang ada di tengah masyarakat. Pemerintah memprioritaskan pembangunan investasi besar seperti pelabuhan, jalan, dan kawasan industri, namun kurang memberi porsi yang sepadan untuk pembangunan terhadap masyarakat menengah ke bawah. Padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia juga harus selaras dengan ketersediaan kebutuhan pokok dan tambahan di dalam setiap keluarga Indonesia sehingga setiap penduduk dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya. Kebanyakan masyarakat pesisir Indonesia, terkhusus masyarakat nelayan ternyata masih belum mendapatkan nilai lebih dari potensi kekayaan sumber daya laut Indonesia. Masyarakat nelayan umumnya masih jauh dari sejahtera yang ditunjukkan dari pendidikan keluarga nelayan yang rendah dan tidak dapat memenuhi standar kesehatan maupun kebutuhan sehari-hari. Menurut Mulyadi (2005) ada empat masalah pokok yang menjadi penyebab dari kemiskinan, yaitu kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low of capabilities), kurangnya jaminan (low level-security), dan keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi, dan politik sehingga menyebabkan kerentanan (vulnerability), keterpurukan (voicelessness), dan ketidakberdayaan (powerlessness) dalam segala bidang. Ketika pemerintah ingin menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, namun masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan justru hanya menjadi penonton saja. Produksi hasil laut yang diperoleh nelayan sangatlah minim jika dibandingkan potensi sumber daya laut yang berada di lingkungan sekitar nelayan tersebut. Kebijakan tegas yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menindak ilegal fishing dan kejahatan laut lainnya ternyata belum cukup untuk mengembalikan citra Indonesia sebagai masyarakat bahari dan maritim. Kebijakan ini seharusnya dilanjutkan upaya dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing masyarakat pesisir, khususnya nelayan sehingga pengelolaan wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan bersama-sama. Mendongkrak Hidup Masyarakat Nelayan Paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan Presiden Jokowi baru-baru ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan. Namun, selain membuat kebijakan ekonomi, salah satu hal mendasar yang harus segera dibenahi pemerintah adalah pendidikan masyarakat pesisir. Pendidikan memiliki peranan yang sentral karena setiap negara bersaing dalam menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, memiliki kemampuan yang terampil dan terdidik. Perbaikan sarana dan prasaranapendidikan di lingkungan masyarakat nelayan akan memacu peningkatan kualitas SDM nelayan. Pendidikan yang diberikan berupa pendidikan umum maupun peningkatan kemampuan nelayan dalam menangkap hasil laut. Kehidupan masyarakat nelayan yang miskin dan dekat dengan laut menyebabkan tingginya kerentanan kesehatan masyarakat nelayan. Jaminan kesehatan dari pemerintah akan sangat membantu perekonomian keluarga nelayan. Alokasi pengeluaran yang seharusnya digunakan untuk biaya kesehatan dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk kebutuhan hidup yang lain. Pemerintah pusat juga seharusnya mendesak pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan pembangunan wilayah pesisir daerah. Pemerintah daerah seharusnya membuka kesempatan kepada masyarakat nelayan untuk dapat meningkatkan perekonomiannya. Bantuan ini dapat berupa regulasi laut yang pro nelayan kecil, pelatihan dan subsidi kebutuhan produksi ikan, serta penyediaan fasilitas pendingin ikan yang dapat digunakan oleh komunitas nelayan. Pemerintah daerah perlu membentuk badan usaha milik daerah ataupun koperasi untuk mengatur sistem pengangkutan hasil laut yang langsung menuju pasar utama sehingga dapat mengurangi biaya distribusi dan memperlama daya tahan hasil laut. Pemerintah daerah juga harus lebih mendengar keluhan dan masukan dari komunitas-komunitas nelayan sehingga hak dan kebutuhan masyarakat nelayan dapat lebih diakomodir. Hasil laut Indonesia telah menjadi komoditas ekspor yang diminati oleh pasar internasional. Pembenahan dan peningkatan daya saing nelayan harus menjadi prioritas pemerintah sehingga kekayaan sumber daya laut Indonesia dapat memberikan manfaat dan nilai lebih bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia.Jalesveva jayamahe!*** Penulis adalah Direktur Eksekutif Centre for People Studies and Advocation (CePSA) dan saat ini sedang menyelesaikan program Magister dari Studi Pembangunan ITB. Commentscomments |