Sebutkan sistem kabinet yang digunakan pada masa demokrasi parlementer

Sebutkan sistem kabinet yang digunakan pada masa demokrasi parlementer

Freepik

Demokrasi parlementer adalah salah satu fase pergantian kabinet pada masa orde baru yang berlangsung sejak 1949-1959.

GridKids.id - Kids, sebelumnya kamu sudah belajar bersama GridKids tentang masa pemerintahan Orde Lama.

Inilah tujuh nama kabinet yang menjabat pada masa demokrasi parlementer saat orde lama.

Orde Lama adalah sebuah era ketika Indonesia berada dibawah kepemimpinan Presiden pertama Indonesia, yaitu bapak Presiden Soekarno.

Pada masa Orde Lama pada 1945-1966 merupakan fase awal pembangunan negara pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia setelah melalui beberapa abad dibawah dominasi bangsa Barat.

Orde Lama dipenuhi dengan berbagai situasi awal kemerdekaan yang masih belum stabil dan perlu banyak kebijakan baru untuk mencapai kestabilan umum.

Tak hanya berbagai kebijakan, perubahan sistem demokrasi Indonesia mendorong terjadinya resuffle atau pergantian kabinet selama masa pemerintahan Presiden Soekarno yang berlangsung selama kurang lebih 22 tahun.

Pergantian kabinet masa Orde Lama terbagi jadi tiga fase atau tahapan, di antaranya: (1) era perjuangan kemerdekaan (1945-1949), (2) demokrasi parlementer (1949-1959), (3) demokrasi terpimpin (1959-1965).

Pade ketiga fase pergantian kabinet selalu dipimpin sendiri oleh Presiden Soekarno, kecuali pada 1966 dan 1968 karena pergantian kabinet dipimpin oleh bapak Soeharto (nantinya menjadi Presiden kedua Indonesia).

Ketika itu bapak Soeharto bertugas sebagai ketua presidium sekaligus pejabat presiden yang bertugas sejak 1967-1968.

Pergantian kabinet pada masa orde lama sering terjadi dan berkaitan dengan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah.

Karena presiden menjadi otoritas tunggal sejak diterapkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden bisa bebas memilih, mengangkat juga melantik menteri yang membantunya kapan pun.

 Kabinet yang Menjabat Pada Masa Demokrasi Parlementer (1949-1959)

Baca Juga: 5 Kondisi Politik Masa Penerapan Sistem Demokrasi Liberal di Indonesia

1. Kabinet Mohammad Natsir (7 September 1950 - Maret 1951)

Kabinet Mohammad Natsir adalah Zaken Kabinet yang merupakan Partai Masyumi.

Mandat Kabinet Mohammad Natsir diserahkan kembali pada negara di 21 Maret 1951 setelah ada mosi yang menuntut pembekuan dan pembubaran DPRD Sementara.

Kabinet Mohammad Natsir juga mengeluarkan Undang-Undang Darurat yang memeroleh kritikan dari partai-partai oposisinya.

2. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)

Kabinet Sukiman adalah koalisi antara Masyumi dan PNI, yang ketika kabinet ini menjabat banyak sekali bermunculan gangguan keamanan.

Beberapa contoh gerakan pemberontakan pada masa ini adalah gerakan DI/TII yang makin meluas hingga gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Ketika kabinet ini menunjukkan kebijakan politik luar negeri yang condong pada Amerika Serikat membuat kabinet ini jatuh dan digantikan dengan Kabinet Wilopo.

3. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)

Kabinet Wilopo memeroleh dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI. Prioritas utama program kerjanya adalah meningkatkan kesejahteraan umum.

Pada masa kabinet ini terjadi peristiwa penting, di antaranya peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa Tanjung Morawa.

Baca Juga: 4 Contoh Penyimpangan Politik Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia

Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan tuntutan rakyat yang didukung oleh Angkatan Darat.

Angkatan Darat berada dibawah komando Nasution supaya DPR Sementara dibubarkan dan diganti dengan parlemen baru.

Peristiwa Tanjung Morawa adalah sebuah kasus perkebunan asing yang diperebutkan oleh rakyat hingga ada beberapa korban jiwa petani setempat.

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)

Kabinet Ali Sastroamidjojo dikenal juga dengan Kabinet Ali Wongso, yang pada masa kabinet ini terlaksananya acara besar bergengsi di Bandung yaitu Konferesi Asia Afrika pada 18-24 April 1955.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)

Kabinet dipimpin oleh Burhanudin Harahap dari Masyumi, yang pada masa menjabatnya berhasil menyelenggarakan Pemilu pertama pada 1955.

Beberapa mutasi di kementerian mendorong Burhanudin Harahap menyerahkan jabatannya pada 3 Maret 1956.

6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956- Maret 1957)

Program kerja pada masa kabinet Ali II adalah Rencana Lima tahun yang berisi persoalan jangka panjang.

Salah satunya perjuangan Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda.

Baca Juga: Masa Orde Lama: Pengertian, Situasi, Hingga Kebijakan Politiknya

Pada masa kabinet ini menjabat mulai muncul semangat anti-Cina dan timbul berbagai kekacauan sosial di daerah sehingga menggoyahkan posisi kabinet saat itu.

7. Kabinet Djuanda (Maret 1957- April 1959)

Kabinet Djuanda dijuluki sebagai Zaken Kabinet karena menteri-menterinya adalah ahli di bidangnya masing-masing.

Kabinet ini bertujuan melanjutkan perjuangan untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda sekaligus menjaga kestabilan ekonomi negara.

Pada masa kabinet Djuanda berhasil menetapkan lebar wilayah Indonesia jadi 12 mil laut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau di Indonesia.

Itulah uraian tentang tujuh kabinet yang menjabat pada masa demokrasi parlementer, alasan kejatuhan, hingga prestasinya.

 ----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Jakarta -

Demokrasi parlementer dan presidensial merupakan konsep pemerintahan yang tumbuh subur pasca perang dunia kedua di tahun 1945.

Berbagai negara di belahan dunia lambat laun mendeklarasikan kemerdekaannya dan memilih untuk menerapkan konsep demokrasi dalam sistem pemerintahannya.

Begitupun dengan Indonesia yang sejak awal kemerdekaan sudah menganut sistem demokrasi hingga saat ini.

Tetapi ada berbagai dinamika sejarah yang mengikuti tenggelam dan terbitnya sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia, mulai dari demokrasi parlementer hingga demokrasi presidensial.

Kira-kira, apa ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan, serta sejarah demokrasi parlementer di Indonesia? Cari tahu jawabannya di sini.

Apa Itu Demokrasi Parlementer atau Sistem Pemerintahan Parlementer?

Secara definitif, demokrasi parlementer adalah konsep pemerintahan di suatu negara yang memberikan otoritas kepada parlemen untuk mengerjakan tugas-tugas negara.

Parlemen memiliki peran yang fundamental dan kuat untuk mengangkat seorang perdana menteri. Bahkan, parlemen memiliki legitimasi untuk menjatuhkan pemerintahan di suatu negara.

Tentu hal ini sifatnya berbeda dengan demokrasi presidensial yang tonggak kekuasaan tertingginya dipegang oleh presiden dan perdana menteri. Presiden adalah pucuk pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab dalam mengurus tugas-tugas pemerintahan (eksekutif).

Menurut Miriam Budiardjo dalam buku yang ditulisnya berjudul "Dasar-Dasar Ilmu Politik" menggambarkan jika demokrasi parlementer memiliki beberapa pola.

Misalnya, badan eksekutif (pemerintah) dan badan legislatif (parlemen) memiliki ketergantungan antara satu dengan lainnya.

Ciri-Ciri Demokrasi Parlementer atau Sistem Pemerintahan Parlementer

Negara yang menerapkan demokrasi parlementer atau sistem pemerintahan parlementer memiliki beberapa ciri, antara lain:● Sistem pemerintahan secara langsung dipimpin oleh perdana menteri● Presiden atau raja memiliki peran sebagai kepala negara● Badan eksekutif yang direpresentasikan oleh presiden dipilih secara konsensus oleh badan legislatif (parlemen)● Perdana menteri memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri di pemerintahan

● Badan legislatif (parlemen) dapat menurunkan badan eksekutif (presiden)

Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi Parlementer

Secara akademis sistem demokrasi parlementer dinilai memiliki beberapa kelebihan yang strategis, seperti:● Akselerasi dalam membuat kebijakan, karena adanya konsensus dan ketergantungan antara badan eksekutif dan legislatif● Tidak tumpang tindih terkait konteks tanggung jawab, implementasi, dan membuat kebijakan

● Kontrol yang ideal dari badan legislatif kepada badan eksekutif

Di lain sisi, demokrasi parlementer juga dinilai memiliki beberapa kekurangan, yaitu:● Dinamis dan tidak jelasnya waktu dilaksanakannya pemilihan umum● Terlalu tergantungnya badan eksekutif kepada badan legislatif, sehingga berpotensi pemerintah dijatuhkan sewaktu-waktu

● Di sisi lain, badan eksekutif juga dapat mengontrol badan legislatif sewaktu-waktu ketika jumlah partai koalisi lebih banyak di parlemen

Perjalanan Panjang Demokrasi Parlementer di Indonesia

Sejarah panjang Indonesia dengan demokrasi parlementer di mulai pada tahun 1950-1959. UUD 1950 Sementara diterapkan yang secara eksplisit merepresentasikan sistem demokrasi parlementer.

Teknisnya, perdana menteri yang menggawangi kabinet harus melaporkan tanggung jawabnya kepada parlemen yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Karena hal ini, ada beberapa kabinet yang melegitimasi pemerintahan di kurun waktu 9 tahun, yaitu:

1. Kabinet Natsir

Pertama, ada kabinet Natsir yang langsung dipimpin oleh Mohammad Natsir selaku perdana menteri. Natsir adalah tokoh politik dari partai Masyumi - partai Islam terbesar pada saat itu. Natsir menjabat mulai 6 September 1950 hingga 21 Maret 1951

2. Kabinet Sukiman-Suwirjo

Kedua, ada kabinet Sukiman-Suwirjo yang merupakan koalisi politik dari dua partai, yakni partai Masyumi dan PNI. Di kabinet ini, Sukiman Wirjosandjojo bertindak sebagai kepala pemerintahan dan Suwirjo sebagai wakil kepala pemerintahan. Kabinet ini mengudara mulai 27 April 2951 hingga 3 April 1952.

3. Kabinet Wilopo

Ketiga, ada kabinet Wilopo yang memimpin dari 3 April 1952 hingga 31 April 1953. Kabinet ini sangat cepat demisioner karena berbagai dinamika politik yang menghantuinya.

Misalnya, muncul gerakan separatisme di Indonesia dan dianggap bersalah dalam kejadian Tanjung Morawa di Sumatera Utara.

4. Kabinet Ali Sastromidjojo I

Keempat, ada kabinet Ali I yang memerintah sejak 31 Juli 1953 hingga 24 Juli 1955. Salah satu program kabinet yang cukup membekas adalah program persiapan pemilihan umum untuk dewan konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

5. Kabinet Burhanuddin Harahap

Kelima, ada kabinet Burhanuddin Harahap yang menjalankan pemerintah sejak 12 Agustus 1955 hingga 24 Maret 1956. Ini merupakan kabinet hasil dari koalisi yang besar, karena terjalin dengan hampir seluruh partai yang ada parlemen.

6. Kabinet Ali Sastromidjojo II

Keenam, untuk kedua kalinya Ali sastromidjojo menjadi perdana menteri mulai 24 Maret 1956 hingga 14 Maret 1957. Kabinet Ali II ini adalah hasil dari koalisi politik dari tiga partai, yaitu PNI, Masyumi, dan juga NU.

7. Kabinet Djuanda

Ketujuh dan terakhir, ada kabinet Djuanda yang dipimpin oleh Djuanda Kartawidjaja yang memiliki 28 menteri. Kabinet terakhir dalam era demokrasi parlementer ini mulai memerintah sejak 9 April 1957 hingga 6 Juli 1959 sebelum diubahnya sistem pemerintahan menjadi demokrasi terpimpin oleh Soekarno.

Simak Video "Anies: Tak Selamanya Polarisasi Adalah Perpecahan"


[Gambas:Video 20detik]
(pal/pal)