Istihsan (bahasa Arab: استحسان) adalah kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah; meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang lain. atau dapat diartikan dengan penangguhan hukum seseorang mujtahid dari hukum yang jelas (Alquran, sunnah, ijmak, dan qiyas) ke hukum yang samar-samar (qiyas khafi, dll) karena kondisi atau keadaan darurat atau adat istiadat.[1] DefinisiIstihsan memiliki banyak definisi di kalangan ulama Ushul fiqih. Diantaranya adalah:[1]
Bentuk-bentuk IstihsanIstihsan QiyasiIstihsan Qiyasi adalah suatu bentuk pengalihan hukum dari ketentuan hukum yang didasarkan kepada qiyas jali kepada ketentuan hukum yang didasarkan kepada qiyas khafi, karena adanya alasan yang kuat untuk mengalihkan hukum tesebut. Alasan kuat yang dimaksud adalah kemaslahatan. Seperti pengangkata khalifah setrlah rosul wafat. Istihsan Istisna'iIstihsan Istisna'i adalah qiyas dalam bentuk pengecualian dari ketentuan hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip khusus. Istihsan bentuk kedua ini dibagi menjadi lima, yaitu:
Lihat pula
Catatan kaki
Referensi
MUHAMMAD IRFAN ZAINURI, NIM. 11360046 (2017) KEHUJAHAN ISTIHSAN SEBAGAI DALIL HUKUM ISLAM : STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM AS-SYAFI’I. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.
AbstractAl-Qur’an dan Sunnah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman dalam menata kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Setelah wahyu tidak turun lagi dengan wafatnya Nabi, tak selamanya al-Qur’an dan sunnah mampu menjawab secara langsung semua persoalan-persoalan yang muncul, sementara kejelasan suatu hukum dirasa perlu saat itu juga. Untuk menyelesaikannya maka ulama-ulama melakukan ijtihad sebagai usaha dalam menemukan jawaban atas suatu permasalahan, di antaranya adalah istihsan. Sampai pada saat ini, istihsan masing sering digunakan para fuqaha sebagai solusi dalam menyelesaikan beberapa persoalan kekinian, namun di balik itu terdapat beberapa kalangan ulama yang menentang kehujjahan istihsan sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam karena dianggap berhujjah berdasarkan hawa nafsu belaka. Penolakan ini dipelopori oleh Imam as-Syafi’i yang bercorak tariqah mutakallimin sebagai latar belakang pemirannya atau disebut juga ahl-al-hadis. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang condong kepada golongan tariqah fuqaha atau ahl ar-ra’y, dalam ijtihadnya sering menggunakan istihsan dalam menetapkan suatu hukum permasalahan tertentu. Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dan difokuskan pada penelaahan, pengkajian, dan pembahasan literatur-literatur, baik klasik maupun moder khususnya karya-karya ulama Hanafiah serta karya-karya Imam as-Syafi’i sebagai objek dari penelitian ini. Pendekatan yang digunakan adalah uṣul al-fiqh dengan metode ta’lili sebagai sudut pandang penalaran dalam menganalisa permasalahan yang dikaji. serta pendekatan sosio-historis untuk mengkaji latar belakang pemikiran Imam Abu Hanifan dan Imam as-Syafi’i dalam menetapkan hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif, komparatif, analitik, yaitu menjelaskan, memaparkan, dan menganilisis serta membandingkan pemikirannya secara sistematis terkait suatu permasalahan dari kedua tokoh yang memiliki latar belakang dan pemikiran yang berbeda. Berdasarkan kepada hasil penelitian, Imam Abu Hanifah mengakui istihsan sebagi salah satu dalil hukum Islam, ia banyak menetapkun hukum dengan istihan. Ulama Hanafiah mengartikan hakikat dari istihsan adalah dua macam qiyas. Yang pertama qiyas jali tetapi kecil pengaruhnya dalam mencapai tujuan syariat, sedangkan yang kedua adalah qiyas khafi tetapi mempunyai pengaruh lebih kuat dan dianggap lebih sesuai dengan tujuan syariat berdaarkan kemaslahatan. Sedangkan Imam as-Syafi’i secara tegas menolak istihsan, karena istihsan dianggap sebagai sebuah metode istinbat hukum berdasarkan hawa nafsu dan hanya mencari enaknya saja. Sedangkan Nabi tidak pernah berpendapat dengan hawa nafsunya, tidak menetapkan suatu masalah dengan “apa yang dianggapnya baik” akan tetapi berdasarkan wahyu. Share this knowledge with your friends : Actions (login required)
|