Salah satu yang tidak termasuk Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka dan kelainan adalah

5

2.3.1 

Klasifikasi Kecelakaan 

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada

kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu

faktor, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan untuk menyebabkan

terjadinya kecelakaan. Menurut International Labour Organization

(ILO)

tahun 1962 dalam Suma’mur (1995), kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan

menjadi 4 macam penggolongan, yaitu : 

1.

Klasifikasi menurut jenis kecelakaan akibat kerja:

a.

Tertimpa benda jatuh 

b.

Terjatuh 

c.

Tertumbuk benda-benda, kecuali benda jatuh 

d.

Terjepit 

e.

Gerakan yang diluar kemampuan 

f.

Suhu tinggi 

g.

Terkena listrik 

h.

Kontak langsung atau teradiasi dengan bahan-bahan berbahaya

2.

Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan akibat kerja: 

a.

Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik. 

b.

Alat angkut dan alat angkat. 

c.

Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat-alat listrik. 

d.

Bahan-bahan atau zat-zat radiasi. 

e.

Lingkungan kerja. 

3.

Klasifikasi menurut sifat luka: 

a.

Patah tulang

b.

Keseleo 

c.

Regang otot atau urat 

d.

Memar atau luka dalam 

e.

Amputasi 

f.

Luka-luka lain. 

g.

Luka di permukaan. 

h.

Gegar dan remuk. 

i.

Luka bakar. 

j.

Keracunan-keracunan mendadak (akut). 

k.

Akibat cuaca. 

l.

Mati lemas. 

m.

Pengaruh arus listrik. 

n.

Pengaruh radiasi. 

o.

Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. 

4.

Klasifikasi Menurut Letak Kelainan atau Luka Di Tubuh: 

a.

Kepala. 

b.

Leher. 

c.

Badan. 

d.

Anggota atas. 

e.

Anggota bawah. 

f.

Banyak tempat. 

g.

Kelainan umum. 

h.

Letak lain yang tidak termasuk

ke dalam klasifikasi tersebut.

(Suma’mur, 1995)


Page 2

Salah satu yang tidak termasuk Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka dan kelainan adalah

6

2.3.2

Penilaian Resiko Kerja

Penilaian resiko kerja bertujuan untuk menentukan prioritas tindak

lanjut, karena tidak semua aspek bahaya potensional yang dapat ditindak

lanjuti (Sastrohadiwiryo, 2005). Berikut merupakan metode penilaian resiko:

1.

Frekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (F) Frekuensi

kecelakaan adalah tingkat seringnya terjadi kecelakaan atau bahaya yang

akan terjadi atau seberapa sering kejadian kecelakaan akan terjadi.    

Didalam menentukannya yang terjadi di tempat kerja, kita dapat

menggunakan skala frekuensi kecelakaan berdasarkan pada jumlah

kecelakaan.Tingkat frekuensi bisa dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 : Tingkat frekuensi

2.

Konsekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja(C) Konsekuensi

kecelakaan yaitu tingkat keparahan atas kejadian kecelakaan yang dapat

atau akan terjadi. Kriterianya ditentukan berdasarkan kerugian pada biaya

kecelakaan yang terjadi yang ditanggung oleh perusahaan untuk

perawatan dapat dilihat di tabel 2.2

Tingkat konsekuensi.

(Sastrohadiwiryo, 2005)

Skala

Frekuensi

  Definisi frekuensi

5

Certain (pasti)

Dapat terjadi kapan saja, pasti terjadi 1 kasus /100 orang pertahun.

4

Probable (sangat mungkin)

Dapat terjadi secara berkala, sangat mungkin terjadi 1 kasus/1000

orang pertahun.

3

Possible

(mungkin) Dapat terjasi kondisi tertentu, sangat mungkin terjadi 1

kasus/10000 orang pertahun.

2

Very unlikely (kecil kemungkinan)

Dapat terjadi, tetapi jarang/kecil kemungkinannya 1 kasus/100.000

orang pertahun

1

Almost impossible

(hampir tidak

mungkin)

Memungkinkan tidak mungkin terjadi, hampir tidak mungkin

1

kasus/1.000.000 orang pertahun.


Page 3

Salah satu yang tidak termasuk Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka dan kelainan adalah

7

Tabel 2.2 Tingkat konsekuensi

Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan perawatan inap di rumah sakit, atau disertai dengan kerugian

materi besar

5

Fatality (fatal)

Terminasi yang sama untuk kerugian kerusakan yang digunakan pada lingkungan, atau terjadi

kecelakaan yang menimbulkan cacat tetap dan atau kematian, atau disertai dengan kerugian materi

yang sangat besar. (>Rp 10.000.000, per orang)

Skala

Konsekuensi

Definisi Konsekuensi

(Rp.0 s/d Rp 50.000) per orang

Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan tindakan P3K setempat, atau disertai kerugian materi sedang

(Rp.50.000 s/d Rp 100.000) per orang

2

Injuri (luka kecil)

(Rp.400.000 s/d Rp 10.000.000) per orang

3

Lost time injuri

Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan bantuan tenaga (Luka kecelakaan yang menimbulkan waktu

kerja hilang)

4

Incapacity (hampir fatal)

No/trivial effect

Terjadi insiden kecil atau disertai kerugian material nihil sampai dengan sangat kecil

1

2.4 Definisi Bahaya

Bahaya adalah segala sesuatu yang dapat merugikan dan menyebabkan

kecelakaan atau mempengaruhi kesehatan manusia

(Siahaan, 2009. P.107). Setiap

bahaya yang muncul harus dicatat dan diidentifikasi penyebab bahaya tersebut agar

tidak terjadi kembali dan tidak merugikan manusia dan perusahaan. 

2.5 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal, dan

memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem baik itu peralatan, tempat kerja,

prosedur, aturan, dan lainnya, dimana kegiatan identifikasi meliputi mendiagnosa

dan menentukan bahaya,

mengenal proses atau urutan aktifitasnya, kemungkinan,

sebab-sebab dan akibatnya.

Identifikasi bahaya merupakan suatu upaya untuk mengontrol resiko kerja

dan meminimalkan hal-hal yang membahayakan bagi manusia dan

lingkungan(Roelofs, 2007. P.1).

2.6 Penyebab Kecelakaan Kerja

Birds dan Germain

(1990) memodifikasi teori Domino Heinrich dengan

mengemukakan peranan manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Teori

mereka dikenal dengan nama

Loss Causation Model

yang berisikan petunjuk yang

memudahkan penggunannya untuk memahami bagaimana menemukan faktor

penting dalam

rangka mengendalikan kecelakaan dan kerugian. Mereka menjelaskan

bahwa suatu kerugian

(loss) disebabkan oleh serangkaian faktor berurutan yang

terdiri dari :

1.

Lack of Control by Management(Kurangnya Kendali)

Penyebab Lack of Control, yaitu : 

a.

Inadequate Programe Standards (Standar yang tidak jelas).


Page 4

Salah satu yang tidak termasuk Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka dan kelainan adalah

8

b.

Inadequate Compliance with Standards

(Kurangnya pemenuhan

standar merupakan penyebab yang sering terjadi). 

2.

Basic Causes (Penyebab Dasar)

a.

Personal Factor, faktor kepemimpinan atau pengawasan.

b.

Job Factor, tidak sesuainya design engineering.

3.

Immediate Causes

a.

Faktor sub-standards act, contoh mengoperasikan unit tanpa izin. 

b.

Fakor sub-standards

conditions, contoh kebisingan, iklim kerja,

ventilasi kerja, dan lain-lain. 

4.

Incident

a.

Contact with Energy, kejadian incident terjadi akibat adanya kontak

dengan energi. 

b.

Contact with

Substance, kejadian incident terjadi akibat adanya

kontak dengan substansi. 

5.

Loss (Kerugian)

a.

People, kerugian yang terjadi pada manusia atau pekerja.

b.

Property, kerugian yang terjadi pada peralatan atau properti.

c.

Process, kerugian yang terjadi pada proses produksi.

Lack of Control by Management    

1

Basic Causes

(Personal & Job Factors)      

2

Immediate Causes

(Sub-Standards Act & Conditions)

3

Incident

(Contact with Energy or Substance)      

4

Loss

(People, Property, Process)      

5

Gambar 2.1

Loss Causation Model(Bird&Germain (1990)

Ferrel dalam Colling(1990), menyatakan bahwa kecelakaan merupakan

hasil

dari penyebab berantai, satu atau lebih dari penyebab tersebut merupakan kesalahan

manusia. Kesalahan manusia ini disebabkan salah satu dari 3 situasi di bawah ini,

yaitu:

1.

Overload (beban yang berlebihan)

merupakan ketidak

sesuaian dari

kapasitas manusia dan beban yang ditujukan padanya. Overload dapat

dipelajari dalam model ini dengan melihat sumber-sumber dari beban,

seperti beban tugas, beban situasi, beban dari lingkungan sekitar, dan

beban dari dalam diri sendiri. Sumber dari beban ini kemudian bisa

dibandingkan dengan sumber-sumber dari kapasitas yang merupakan

dukungan alami seseorang, seperti keadaan fisiknya, pikirannya, tingkat

pelatihan, dan kelelahan.

Dan semua ini terjadi saat seseorang berada

dalam dukungan tertentu yang mendorong dan memotivasinya.


Page 5

Salah satu yang tidak termasuk Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka dan kelainan adalah

9

2.

Tanggapan yang salah oleh seseorang dalam situasi yang dikarenakan

ketidakcocokan yang mendasar terhadap apa yang ia tujukan.

Ketidakcocokan dapat dipelajari dalam model ini dengan melihat pada

dasar-dasar ketidakcocokan yang bisa jadi muncul di antara pendorong

dan tanggapan yang diminta atau dengan melihat ketidakcocokan di

dalam situasi kerja.

3.

Aktivitas yang tidak semestinya yang ia lakukan karena ia tidak tahu apa

yang lebih baik, maupun karena ia dengan sengaja mengambil risiko.

Aktivitas yang tidak semestinya dapat dipelajari di dalam bagian-bagian

dari apakah seseorang mengetahui atau tidak aktivitas yang benar dan

sengaja atau tidak memanfaatkan kesempatan untuk mengambil

keputusan, bisa jadi karena ia merasa situasi tersebut memiliki

kemungkinan bahaya yang relatif rendah atau karena ia merasa potensi

untuk terjadi kecelakaan relatif rendah. Hal ini kemudian akan menjadi

masalah sifat situasi.  

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat digolongkan penyebab dari kecelakaan

kerja sehingga dapat digolongkan kecelakaan kerja termasuk dalam teori nya dan

bagaimana cara menanggulangi kecelakaan tersebut.

2.7

Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram).

Fishbone diagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang

menggambarkan hubungan antara karakteristik kualitas/Akibat dengan faktor-

faktornya/penyebabnya sehingga didapatkan suatu hubungan sebab akibat untuk

mencari akar dari suatu pokok permasalahan ditinjau dari berbagai faktor yang ada.

Gambar 2.2 Diagram Fishbone.

Diagram Tulang Ikan ini dikembangkan pertama kali oleh Prof. Kaoru

Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1950. Gambar 2.2

menunjukan struktur

Fishbone. Karakteristik mutu digambarkan pada kepala ikan sedangkan faktor yang

mempengaruhinya dituliskan di bagian ekor panah-panah yang mewakili tulang ikan

yang ada di bagian kiri diagram. Untuk aktivitas pemecahan masalah

(problem


Page 6

10

solving)

yang ada di kepala ikan adalah masalah yang akan dianalisa penyebabnya,

sedangkan penyebab-penyebab yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah

dituliskan di bagian ekor panah. (Eriksson, 2008. P. 395)

Faktor-faktor yang umum digunakan dalam Fishbone yang digunakan untuk

menentukan penyebab hasil produk cacat adalah : 

Man

: Manusia  

Material

: Material        

Methode

: Cara 

Machine

: Mesin  

Environmet

: Lingkungan          

Fishbone dibuat dengan cara sumbang saran(mengumpulkan pendapat

sebanyak-

banyaknya dari anggota yang hadir), tidak dibuat sendiri.  Prinsip

sumbang saran : 

1.

Jangan mengkritik pendapat orang lain  

2.

Jangan menghambat orang lain mengeluarkan pendapat      

3.

Makin banyak pendapat makin baik.

4.

Karakteristik mutu

(akibat) yang ada di kepala ikan sebaiknya sudah

spesifik karena bila karakteristik mutu (akibat) masih bersifat umum (masih luas),

maka faktor-faktor penyebab yang ada pada diagram juga akan bersifat umum,

sehingga Diagram sebab-akibat menjadi terlalu rumit. Banyak faktor-faktor yang

tidak relevan masuk dalam diagram. Walaupun secara teknis tidak salah, tetapi

kurang efektif untuk digunakan dalam pemecahan masalah.

2.7.1

Langkah-langkah pembuatan diagram Fishbone  

Berikut adalah beberapa langkah dalam pembuatan Diagram

Fishbone:

1.

Menentukan karakteristik mutu (masalah yang akan diperbaiki)

2.

Menulis karakteristik mutu sebelah kanan. Menggambarkan panah

ke-1 (tulang belakang) dari sisi kiri ke kanan.    

3.

Menggambarkan panah ke-2

(tulang besar) dengan arah panah

menuju  panah ke-1. Menuliskan di bagian ekor panah tersebut

faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah

tersebut (misalnya Man, Material, Methode, Machine

dan

Environment

disingkat 4M+1E). Memberi kotak atau elips atau

bentuk lainnya pada faktor-faktor tersebut. 

4.

Menggambarkan panah ke-3 (tulang sedang), tanyakan ”WHY”

(mengapa) terjadi masalah pada faktor ”Orang ”.  

5.

Mengulangi langkah ke-4 untuk tulang yang lebih kecil untuk

mendapatkan penyebab yang lebih spesifik. Tanyakan ”WHY”

berulang-ulang sampai mendapatkan penyebab yang tidak bisa

diurai lagi.  

6.

Mengulangi langkah ketiga sampai langkah kelima untuk faktor

penyebab yang lain. 

Menguji logika hubungan antara penyebab yang paling spesifik

dengan akibat yang ada di kepala ikan. 

Kalau pada langkah ke-4 faktor penyebab sudah

sangat spesifik dan

tidak bias diurai lagi, langkah berikutnya mulai dari langkah ke-1 lagi untuk


Page 7

11

faktor penyebab global yang lain, misalnya faktor”CARA” Jangan karena

sekedar ingin jumlah tulangnya banyak : 

1.

Menuliskan faktor yang tidak ada hubungannya dengan faktor penyebab

induknya (faktor penyebab pada tulang sebelumnya). 

2.

Menuliskan keterangan-keterangan sekedar untuk menambah jumlah

tulang.

2.8

Metode Job Safety Analysis (JSA).

Job Safety Analysis

adalah merupakan suatu metode analisis untuk menilai

resiko serta mengidentifikasi tindakan-tindakan kontrol yang diperlukan untuk

menghilangkan atau mengurangi resiko yang ada sehingga bahaya dapat 

dikategorikan sebagai resiko yang masih dalam batas-batas toleransi(Acceptable

Risk)(Rijanto, 2010. P.108).

JSA merupakan suatu metode untuk melakukan kajian terinci pada setiap

langkah yang diambil dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan agar dapat mengenali

potensi bahaya dan menentukan tindakan antisipasinya untuk pencegahan dan

mengurangi kemungkinan terjadinya dampak dari resiko pekerjaan tersebut.

JSA memiliki manfaat sebagai berikut:(Rijanto, 2010. P.200)

1.

JSA mengatur metode sistematik untuk mengenali potensi bahaya yang

telah direncanakan

2.

Mengatur sebuah metode yang berguna dan sederhana untuk

meningkatkan efisiensi

3.

Membantu untuk mencapai standarisasi pekerjaan yang mempermudah

proses

4.

Membantu dalam melaksanakan investigasi kecelakaan (menganalisa

penyebab kecelakaan)

5.

Membantu dalam mengurangi insiden atau menurunkan angka kejadian

kecelakaan

6.

Membantu dalam pengadaan pelatihan(training)

JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja

yang dapat diidentifikasi, dianalisa dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam

penerapan JSA:

1.

Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari

pekerjaan yang berpotensi untuk menyebabkan bahaya serius.

2.

Menentukan bagaimana untuk mengontrol bahaya.

3.

Membuat perkakas tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf

lainnya.

4.

Bertemu dengan pelatih OSHA untuk mengembangkan prosedur dan

aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan. (Soeripto, 1997)

JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya sebagai

berikut:

1.

Diabaikan dalam layout

pabrik atau bangunan dan dalam desain

permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses.

2.

Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personal.

3.

Berkembang setelah produksi dimulai.

Terdapat 4 langkah dalam membuat Job Safety Analysis, yaitu: 

1.

Memilih(menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisa. Pekerjaan tidak

dapat dipilih secara acak, pekerjaan dengan pengalaman kecelakaan


Page 8

12

terburuk seharusnya di analisis terlebih dahulu. Dalam memilih pekerjaan

untuk di analisis dan dalam menyusun tata cara analisis, pengawasan

utama yang harus diikuti adalah :

a.

Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan. 

b.

Kecelakaan yang menghasilkan luka berat. 

c.

Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat. 

d.

Pekerjaan baru dengan perubahan di dalam peralatan kerja atau

proses. 

2.

Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan. Sebelum

penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus dibagi

ke dalam

beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah selesai

dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu :

-

Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak perlu

menghasilkan sejumlah banyak langkah. 

-

Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah dasar

tidak tertulis. 

3.

Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang potensial. 

4.

Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan bahaya

dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan. Mengembangkan

suatu prosedur kerja yang aman untuk :

a.

Mencegah timbulnya kecelakaan. 

b.

Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu. 

c.

Merubah kondisi fisik yang menimbulkan risiko. 

d.

Mehilangkan bahaya yang masih ada dan mengganti prosedur. 

e.

Mengurangi frekuensi melaksanakan tugas. (Soeripto, 1997)

2.9

Diagram Pareto 

Diagram Pareto (Pareto Chart) adalah diagram yang dikembangkan oleh

seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad XIX.

Diagram

Pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun

menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di

sebelah kanan. Susunan

tersebut membantu menentukan

pentingnya atau prioritas

kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk

mengetahui masalah utama proses. (Nasution, 2004: 114).

Kegunaan Diagram Pareto sebagai berikut : 

1.

Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu

ditangani 

2.

Membantu memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani

dalam upaya perbaikan. 

3.

Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan

koreksi

berdasar proritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan memuat

diagram Pareto baru. Apabila terdapat perubahan dalam diagram Pareto baru,

maka tindakan korektif ada efeknya. 

4.

Menyusun data menjadi informasi yang berguna, data yang besar dapat

menjadi informasi yang signifikan. 

Hasil Pareto dapat digunakan pada diagram sebab-akibat untuk mengetahui

akar penyebab masalah. Setelah penyebab potensial diketahui dari diagram tersebut,

diagram Pareto dapat disusun untuk merasionalisasi data yang diperoleh dari diagram


Page 9

Start Back Next End

13

sebab akibat. Selanjutnya, Diagram Pareto dapat digunakan pada semua tahap PDCA

cycle. Pada tahap evaluasi hasil, Diagram Pareto ditampilkan untuk melihat

perbedaan pada waktu sebelum dan sesudah proses penanggulangan untuk

mengetahui efek upaya perbaikan. (Nasution, 2004: 114).

2.9.1

Langkah-langkah Membuat Diagram Pareto.

Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab

kejadian, bukannya gejalanya. Langkah yang dipergunakan ialah: 

Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Setelah

itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu:

Menentukan masalah yang akan diteliti.

Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana

mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu.

Menentukan metode dan periode pengumpulan data.

Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance

yaitu dengan

membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi

kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check

Sheet.

Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar

masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi

sampai yang terendah.

Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung

frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari

total kejadian secara kumulatif.

Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas.

Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab

Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut.

Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance

yang

paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting. (Grant, 1988)  

2.10  

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

2.10.1  Definisi dan Kegunaan FMEA.

FMEA adalah prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan

mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode

kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan

dalam desain kondisi di luar spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan

dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.

Melalui menghilangkan mode kegagalan maka FMEA akan meningkatkan

keandalan dari produk atau pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan

pelanggan yang menggunakan produk atau pelayanan itu. FMEA dapat

diterapkan dalam semua bidang baik manufacturing

maupun jasa juga pada

semua jenis produk. Namun penggunaan FMEA akan efektif bila diterapkan

pada produk atau proses-proses baru atau produk baru dan proses sekarang

yang akan mengalami perubahan-perubahan besar dalam desain, sehingga

dapat mempengaruhi keandalan dari produk atau proses itu.