Show 5 2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu faktor, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan. Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1962 dalam Suma’mur (1995), kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan menjadi 4 macam penggolongan, yaitu : 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan akibat kerja: a. Tertimpa benda jatuh b. Terjatuh c. Tertumbuk benda-benda, kecuali benda jatuh d. Terjepit e. Gerakan yang diluar kemampuan f. Suhu tinggi g. Terkena listrik h. Kontak langsung atau teradiasi dengan bahan-bahan berbahaya 2. Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan akibat kerja: a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik. b. Alat angkut dan alat angkat. c. Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat-alat listrik. d. Bahan-bahan atau zat-zat radiasi. e. Lingkungan kerja. 3. Klasifikasi menurut sifat luka: a. Patah tulang b. Keseleo c. Regang otot atau urat d. Memar atau luka dalam e. Amputasi f. Luka-luka lain. g. Luka di permukaan. h. Gegar dan remuk. i. Luka bakar. j. Keracunan-keracunan mendadak (akut). k. Akibat cuaca. l. Mati lemas. m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi. o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. 4. Klasifikasi Menurut Letak Kelainan atau Luka Di Tubuh: a. Kepala. b. Leher. c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum. h. Letak lain yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi tersebut. (Suma’mur, 1995) Page 26 2.3.2 Penilaian Resiko Kerja Penilaian resiko kerja bertujuan untuk menentukan prioritas tindak lanjut, karena tidak semua aspek bahaya potensional yang dapat ditindak lanjuti (Sastrohadiwiryo, 2005). Berikut merupakan metode penilaian resiko: 1. Frekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (F) Frekuensi kecelakaan adalah tingkat seringnya terjadi kecelakaan atau bahaya yang akan terjadi atau seberapa sering kejadian kecelakaan akan terjadi. Didalam menentukannya yang terjadi di tempat kerja, kita dapat menggunakan skala frekuensi kecelakaan berdasarkan pada jumlah kecelakaan.Tingkat frekuensi bisa dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 : Tingkat frekuensi 2. Konsekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja(C) Konsekuensi kecelakaan yaitu tingkat keparahan atas kejadian kecelakaan yang dapat atau akan terjadi. Kriterianya ditentukan berdasarkan kerugian pada biaya kecelakaan yang terjadi yang ditanggung oleh perusahaan untuk perawatan dapat dilihat di tabel 2.2 Tingkat konsekuensi. (Sastrohadiwiryo, 2005) Skala Frekuensi Definisi frekuensi 5 Certain (pasti) Dapat terjadi kapan saja, pasti terjadi 1 kasus /100 orang pertahun. 4 Probable (sangat mungkin) Dapat terjadi secara berkala, sangat mungkin terjadi 1 kasus/1000 orang pertahun. 3 Possible (mungkin) Dapat terjasi kondisi tertentu, sangat mungkin terjadi 1 kasus/10000 orang pertahun. 2 Very unlikely (kecil kemungkinan) Dapat terjadi, tetapi jarang/kecil kemungkinannya 1 kasus/100.000 orang pertahun 1 Almost impossible (hampir tidak mungkin) Memungkinkan tidak mungkin terjadi, hampir tidak mungkin 1 kasus/1.000.000 orang pertahun. Page 37 Tabel 2.2 Tingkat konsekuensi Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan perawatan inap di rumah sakit, atau disertai dengan kerugian materi besar 5 Fatality (fatal) Terminasi yang sama untuk kerugian kerusakan yang digunakan pada lingkungan, atau terjadi kecelakaan yang menimbulkan cacat tetap dan atau kematian, atau disertai dengan kerugian materi yang sangat besar. (>Rp 10.000.000, per orang) Skala Konsekuensi Definisi Konsekuensi (Rp.0 s/d Rp 50.000) per orang Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan tindakan P3K setempat, atau disertai kerugian materi sedang (Rp.50.000 s/d Rp 100.000) per orang 2 Injuri (luka kecil) (Rp.400.000 s/d Rp 10.000.000) per orang 3 Lost time injuri Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan bantuan tenaga (Luka kecelakaan yang menimbulkan waktu kerja hilang) 4 Incapacity (hampir fatal) No/trivial effect Terjadi insiden kecil atau disertai kerugian material nihil sampai dengan sangat kecil 1 2.4 Definisi Bahaya Bahaya adalah segala sesuatu yang dapat merugikan dan menyebabkan kecelakaan atau mempengaruhi kesehatan manusia (Siahaan, 2009. P.107). Setiap bahaya yang muncul harus dicatat dan diidentifikasi penyebab bahaya tersebut agar tidak terjadi kembali dan tidak merugikan manusia dan perusahaan. 2.5 Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal, dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem baik itu peralatan, tempat kerja, prosedur, aturan, dan lainnya, dimana kegiatan identifikasi meliputi mendiagnosa dan menentukan bahaya, mengenal proses atau urutan aktifitasnya, kemungkinan, sebab-sebab dan akibatnya. Identifikasi bahaya merupakan suatu upaya untuk mengontrol resiko kerja dan meminimalkan hal-hal yang membahayakan bagi manusia dan lingkungan(Roelofs, 2007. P.1). 2.6 Penyebab Kecelakaan Kerja Birds dan Germain (1990) memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan peranan manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Teori mereka dikenal dengan nama Loss Causation Model yang berisikan petunjuk yang memudahkan penggunannya untuk memahami bagaimana menemukan faktor penting dalam rangka mengendalikan kecelakaan dan kerugian. Mereka menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan oleh serangkaian faktor berurutan yang terdiri dari : 1. Lack of Control by Management(Kurangnya Kendali) Penyebab Lack of Control, yaitu : a. Inadequate Programe Standards (Standar yang tidak jelas). Page 48 b. Inadequate Compliance with Standards (Kurangnya pemenuhan standar merupakan penyebab yang sering terjadi). 2. Basic Causes (Penyebab Dasar) a. Personal Factor, faktor kepemimpinan atau pengawasan. b. Job Factor, tidak sesuainya design engineering. 3. Immediate Causes a. Faktor sub-standards act, contoh mengoperasikan unit tanpa izin. b. Fakor sub-standards conditions, contoh kebisingan, iklim kerja, ventilasi kerja, dan lain-lain. 4. Incident a. Contact with Energy, kejadian incident terjadi akibat adanya kontak dengan energi. b. Contact with Substance, kejadian incident terjadi akibat adanya kontak dengan substansi. 5. Loss (Kerugian) a. People, kerugian yang terjadi pada manusia atau pekerja. b. Property, kerugian yang terjadi pada peralatan atau properti. c. Process, kerugian yang terjadi pada proses produksi. Lack of Control by Management 1 Basic Causes (Personal & Job Factors) 2 Immediate Causes (Sub-Standards Act & Conditions) 3 Incident (Contact with Energy or Substance) 4 Loss (People, Property, Process) 5 Gambar 2.1 Loss Causation Model(Bird&Germain (1990) Ferrel dalam Colling(1990), menyatakan bahwa kecelakaan merupakan hasil dari penyebab berantai, satu atau lebih dari penyebab tersebut merupakan kesalahan manusia. Kesalahan manusia ini disebabkan salah satu dari 3 situasi di bawah ini, yaitu: 1. Overload (beban yang berlebihan) merupakan ketidak sesuaian dari kapasitas manusia dan beban yang ditujukan padanya. Overload dapat dipelajari dalam model ini dengan melihat sumber-sumber dari beban, seperti beban tugas, beban situasi, beban dari lingkungan sekitar, dan beban dari dalam diri sendiri. Sumber dari beban ini kemudian bisa dibandingkan dengan sumber-sumber dari kapasitas yang merupakan dukungan alami seseorang, seperti keadaan fisiknya, pikirannya, tingkat pelatihan, dan kelelahan. Dan semua ini terjadi saat seseorang berada dalam dukungan tertentu yang mendorong dan memotivasinya. Page 59 2. Tanggapan yang salah oleh seseorang dalam situasi yang dikarenakan ketidakcocokan yang mendasar terhadap apa yang ia tujukan. Ketidakcocokan dapat dipelajari dalam model ini dengan melihat pada dasar-dasar ketidakcocokan yang bisa jadi muncul di antara pendorong dan tanggapan yang diminta atau dengan melihat ketidakcocokan di dalam situasi kerja. 3. Aktivitas yang tidak semestinya yang ia lakukan karena ia tidak tahu apa yang lebih baik, maupun karena ia dengan sengaja mengambil risiko. Aktivitas yang tidak semestinya dapat dipelajari di dalam bagian-bagian dari apakah seseorang mengetahui atau tidak aktivitas yang benar dan sengaja atau tidak memanfaatkan kesempatan untuk mengambil keputusan, bisa jadi karena ia merasa situasi tersebut memiliki kemungkinan bahaya yang relatif rendah atau karena ia merasa potensi untuk terjadi kecelakaan relatif rendah. Hal ini kemudian akan menjadi masalah sifat situasi. Berdasarkan teori-teori tersebut dapat digolongkan penyebab dari kecelakaan kerja sehingga dapat digolongkan kecelakaan kerja termasuk dalam teori nya dan bagaimana cara menanggulangi kecelakaan tersebut. 2.7 Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram). Fishbone diagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara karakteristik kualitas/Akibat dengan faktor- faktornya/penyebabnya sehingga didapatkan suatu hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok permasalahan ditinjau dari berbagai faktor yang ada. Gambar 2.2 Diagram Fishbone. Diagram Tulang Ikan ini dikembangkan pertama kali oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1950. Gambar 2.2 menunjukan struktur Fishbone. Karakteristik mutu digambarkan pada kepala ikan sedangkan faktor yang mempengaruhinya dituliskan di bagian ekor panah-panah yang mewakili tulang ikan yang ada di bagian kiri diagram. Untuk aktivitas pemecahan masalah (problem Page 610 solving) yang ada di kepala ikan adalah masalah yang akan dianalisa penyebabnya, sedangkan penyebab-penyebab yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah dituliskan di bagian ekor panah. (Eriksson, 2008. P. 395) Faktor-faktor yang umum digunakan dalam Fishbone yang digunakan untuk menentukan penyebab hasil produk cacat adalah : Man : Manusia Material : Material Methode : Cara Machine : Mesin Environmet : Lingkungan Fishbone dibuat dengan cara sumbang saran(mengumpulkan pendapat sebanyak- banyaknya dari anggota yang hadir), tidak dibuat sendiri. Prinsip sumbang saran : 1. Jangan mengkritik pendapat orang lain 2. Jangan menghambat orang lain mengeluarkan pendapat 3. Makin banyak pendapat makin baik. 4. Karakteristik mutu (akibat) yang ada di kepala ikan sebaiknya sudah spesifik karena bila karakteristik mutu (akibat) masih bersifat umum (masih luas), maka faktor-faktor penyebab yang ada pada diagram juga akan bersifat umum, sehingga Diagram sebab-akibat menjadi terlalu rumit. Banyak faktor-faktor yang tidak relevan masuk dalam diagram. Walaupun secara teknis tidak salah, tetapi kurang efektif untuk digunakan dalam pemecahan masalah. 2.7.1 Langkah-langkah pembuatan diagram Fishbone Berikut adalah beberapa langkah dalam pembuatan Diagram Fishbone: 1. Menentukan karakteristik mutu (masalah yang akan diperbaiki) 2. Menulis karakteristik mutu sebelah kanan. Menggambarkan panah ke-1 (tulang belakang) dari sisi kiri ke kanan. 3. Menggambarkan panah ke-2 (tulang besar) dengan arah panah menuju panah ke-1. Menuliskan di bagian ekor panah tersebut faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah tersebut (misalnya Man, Material, Methode, Machine dan Environment disingkat 4M+1E). Memberi kotak atau elips atau bentuk lainnya pada faktor-faktor tersebut. 4. Menggambarkan panah ke-3 (tulang sedang), tanyakan ”WHY” (mengapa) terjadi masalah pada faktor ”Orang ”. 5. Mengulangi langkah ke-4 untuk tulang yang lebih kecil untuk mendapatkan penyebab yang lebih spesifik. Tanyakan ”WHY” berulang-ulang sampai mendapatkan penyebab yang tidak bisa diurai lagi. 6. Mengulangi langkah ketiga sampai langkah kelima untuk faktor penyebab yang lain. Menguji logika hubungan antara penyebab yang paling spesifik dengan akibat yang ada di kepala ikan. Kalau pada langkah ke-4 faktor penyebab sudah sangat spesifik dan tidak bias diurai lagi, langkah berikutnya mulai dari langkah ke-1 lagi untuk Page 711 faktor penyebab global yang lain, misalnya faktor”CARA” Jangan karena sekedar ingin jumlah tulangnya banyak : 1. Menuliskan faktor yang tidak ada hubungannya dengan faktor penyebab induknya (faktor penyebab pada tulang sebelumnya). 2. Menuliskan keterangan-keterangan sekedar untuk menambah jumlah tulang. 2.8 Metode Job Safety Analysis (JSA). Job Safety Analysis adalah merupakan suatu metode analisis untuk menilai resiko serta mengidentifikasi tindakan-tindakan kontrol yang diperlukan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang ada sehingga bahaya dapat dikategorikan sebagai resiko yang masih dalam batas-batas toleransi(Acceptable Risk)(Rijanto, 2010. P.108). JSA merupakan suatu metode untuk melakukan kajian terinci pada setiap langkah yang diambil dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan agar dapat mengenali potensi bahaya dan menentukan tindakan antisipasinya untuk pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya dampak dari resiko pekerjaan tersebut. JSA memiliki manfaat sebagai berikut:(Rijanto, 2010. P.200) 1. JSA mengatur metode sistematik untuk mengenali potensi bahaya yang telah direncanakan 2. Mengatur sebuah metode yang berguna dan sederhana untuk meningkatkan efisiensi 3. Membantu untuk mencapai standarisasi pekerjaan yang mempermudah proses 4. Membantu dalam melaksanakan investigasi kecelakaan (menganalisa penyebab kecelakaan) 5. Membantu dalam mengurangi insiden atau menurunkan angka kejadian kecelakaan 6. Membantu dalam pengadaan pelatihan(training) JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi, dianalisa dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA: 1. Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan yang berpotensi untuk menyebabkan bahaya serius. 2. Menentukan bagaimana untuk mengontrol bahaya. 3. Membuat perkakas tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya. 4. Bertemu dengan pelatih OSHA untuk mengembangkan prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan. (Soeripto, 1997) JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya sebagai berikut: 1. Diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses. 2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personal. 3. Berkembang setelah produksi dimulai. Terdapat 4 langkah dalam membuat Job Safety Analysis, yaitu: 1. Memilih(menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisa. Pekerjaan tidak dapat dipilih secara acak, pekerjaan dengan pengalaman kecelakaan Page 812 terburuk seharusnya di analisis terlebih dahulu. Dalam memilih pekerjaan untuk di analisis dan dalam menyusun tata cara analisis, pengawasan utama yang harus diikuti adalah : a. Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan. b. Kecelakaan yang menghasilkan luka berat. c. Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat. d. Pekerjaan baru dengan perubahan di dalam peralatan kerja atau proses. 2. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan. Sebelum penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus dibagi ke dalam beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah selesai dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu : - Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak perlu menghasilkan sejumlah banyak langkah. - Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah dasar tidak tertulis. 3. Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang potensial. 4. Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan bahaya dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan. Mengembangkan suatu prosedur kerja yang aman untuk : a. Mencegah timbulnya kecelakaan. b. Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu. c. Merubah kondisi fisik yang menimbulkan risiko. d. Mehilangkan bahaya yang masih ada dan mengganti prosedur. e. Mengurangi frekuensi melaksanakan tugas. (Soeripto, 1997) 2.9 Diagram Pareto Diagram Pareto (Pareto Chart) adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad XIX. Diagram Pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut membantu menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama proses. (Nasution, 2004: 114). Kegunaan Diagram Pareto sebagai berikut : 1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani 2. Membantu memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan. 3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan koreksi berdasar proritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan memuat diagram Pareto baru. Apabila terdapat perubahan dalam diagram Pareto baru, maka tindakan korektif ada efeknya. 4. Menyusun data menjadi informasi yang berguna, data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan. Hasil Pareto dapat digunakan pada diagram sebab-akibat untuk mengetahui akar penyebab masalah. Setelah penyebab potensial diketahui dari diagram tersebut, diagram Pareto dapat disusun untuk merasionalisasi data yang diperoleh dari diagram Page 9
Page 10 of 16 Start Back Next End13 sebab akibat. Selanjutnya, Diagram Pareto dapat digunakan pada semua tahap PDCA cycle. Pada tahap evaluasi hasil, Diagram Pareto ditampilkan untuk melihat perbedaan pada waktu sebelum dan sesudah proses penanggulangan untuk mengetahui efek upaya perbaikan. (Nasution, 2004: 114). 2.9.1 Langkah-langkah Membuat Diagram Pareto. Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian, bukannya gejalanya. Langkah yang dipergunakan ialah: Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu: Menentukan masalah yang akan diteliti. Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu. Menentukan metode dan periode pengumpulan data. Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet. Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah. Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total kejadian secara kumulatif. Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut. Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance yang paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting. (Grant, 1988) 2.10 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 2.10.1 Definisi dan Kegunaan FMEA. FMEA adalah prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan dalam desain kondisi di luar spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Melalui menghilangkan mode kegagalan maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk atau pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk atau pelayanan itu. FMEA dapat diterapkan dalam semua bidang baik manufacturing maupun jasa juga pada semua jenis produk. Namun penggunaan FMEA akan efektif bila diterapkan pada produk atau proses-proses baru atau produk baru dan proses sekarang yang akan mengalami perubahan-perubahan besar dalam desain, sehingga dapat mempengaruhi keandalan dari produk atau proses itu. |