Peran NU dan Muhammadiyah dalam bidang kesehatan

Muhammadiyah memiliki track record yang cukup panjang dalam bidang kesehatan. Bermula dari gagasan Kyai Mohammad Syoedjak untuk mendirikan hospital pada tahun 1923, peran Muhammadiyah terus berkembang.

Saat ini, Muhammadiyah menjelma menjadi jaringan pengelola layanan kesehatan dan pencetak tenaga kesehatan terbesar di Indonesia.    

Kita tidak bisa membayangkan, seandainya ide Kyai Syoedjak soal layanan kesehatan ini layu di tengah jalan. Belum tentu kita bisa menyaksikan ratusan RS dan klinik tumbuh dari pergerakan ini.

Seabad Membangun Kesehatan Bangsa

Secara sederhana, kontribusi Muhammadiyah dalam bidang kesehatan bisa dilihat dari tiga aspek. Pertama, Muhammadiyah adalah role model dan pionir pendirian layanan kesehatan kaum santri.

Dari satu klinik yang didirikan di Yogayakarta pada 1923, kini Muhammadiyah memiliki 107 Rumah sakit dan 228 klinik yang tersebar di seluruh penjuru negeri.

Berdasar Statistik tahun 2018, layanan kesehatan Muhammadiyah mencakup 15% seluruh layanan kesehatan swasta di Indonesia.

Ketua MPKU, drs. Agus Samsudin bahkan melaporkan Muhammadiyah saat ini sedang memproses 27 rumah sakit baru.

Layanan kesehatan tersebut saat ini melayani setidaknya 12 juta pasien setiap tahun dan mempekerjakan kurang lebih 1.7 ribu tenaga kesehatan di seluruh Indonesia.

Setidaknya 50 juta penduduk Indonesia mendapatkan manfaat (esksternalitas positif) dari layanan kesehatan Muhammadiyah.

Pengaruhnya bahka bisa jadi lebih besar, jika dihitung angka kesakitan dan kematian yang bisa dihindarkan, serta jumlah waktu produktif yang diselamatkan yang turut menjaga kualitas hidup dan produktifitas masyarakat Indonesia.

Kedua, kontribusi dalam mencetak tenaga kesehatan. Hingga tahun 2018, Muhammadiyah memiliki 67 perguruan tinggi bidang kesehatan.

Di antaranya 12 jurusan kedokteran dan kesehatan masyarakat, 31 jurusan keperawatan, 32 jurusan kebidanan, 24 jurusan farmasi, dan 4 jurusan gizi.

Baca Juga  Penelitian Kritis: Paradigma Gerakan Politik Mahasiswa

Dengan jumlah perguruan tinggi sebanyak itu, setidaknya Muhammadiyah mampu mencetak 74.167 tenaga kesehatan baik program diploma, sarjana maupun paskasarjana.

Diantara jumlah itu, 1,607 adalah mahasiswa kedokteran, 7.777 mahasiswa kesehatan masyarakat, 9.006 mahasiwa keperawatan, 4.037 mahasiswa kebidanan, 10.700 farmasi, 2.068 fisioterapis dan 336 ahli gizi serta jurusan kesehatan lainnya.

Tenaga kesehatan ini pada gilirannya akan menjadi penopang dan penyokong layanan kesehatan Muhammadiyah, layanan kesehatan swasta di luar muhammadiyah dan layanan publik.

***

Ketiga, kontribusi dalam upaya kesehatan masyarakat. Muhammadiyah aktif dalam Gerakan Masyarakat Sehat (Germas) ke pesantren, sekolah, dan rumah sakit tingkat komunitas.

Sejak tahun 2016, Muhammadiyah melakukan distribusi obat cacing dan vitamin kepada puluhan juta anak di Indonesia untuk memastikan mereka bisa tumbuh kembang dengan baik.

Juga aktif dalam berbagai jaringan kesehatan dari masalah imunisasi, stunting, pengendalian rokok, kesehatan ibu dan anak, dan bidang lain yang tidak mungkin disebutkan semuanya dalam tulisan singkat ini. Muhammadiyah juga aktif melakukan advokasi kebijakan terkait isu kesehatan masyarakat.

Tantangan Sektor Kesehatan

Meski Muhammadiyah memberi kontribusi seperti disampaikan di atas, masih banyak persoalan kesehatan yang perlu dicarikan solusinya.

Saat ini, Indonesia mengalami lonjakan akses dan penggunaan layanan kesehatan formal setelah era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hingga tahun 2019, 84% penduduk sudah menjadi peserta JKN. PR terbesar negara adalah mencukupi suplai dan kualitas layanan kesehatan.

Karena meski jumlah RS dan klinik terus bertambah, namun sebarannya, termasuk amal usaha Muhammadiyah, masih menumpuk di Jawa sehingga banyak daerah yang kekurangan fasilitas dan tenaga kesehatan.

Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan kesehatan masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI) masih 305 per 100 ribu kelahiran, tertinggi kedua di ASEAN.

Baca Juga  Ulama Pewaris Para Nabi, Harus Mewarisi Sifat-sifat Nabi

30% anak balita juga masih mengalami masalah stunting dengan status gizi rendah dan tinggi pendek atau sangat pendek.

Belum lagi, cakupan Imunisasi lengkap nasional masih dibawah 60%, bahkan ada provinsi masih di bawah 20%. Indonesia juga masih memegang rekor sebagai negara ‘elit’ dalam soal proporsi perokok laki-laki dewasa dan pengidap TB yaitu juara ke-3 dan ke-4 tertinggi di dunia.

Dalam bidang kesakitan, Indonesia tidak hanya menghadapi masalah penyakit menular dan penyakit tidak menular, namun juga meningktanya masalah kesehatan mental.

Perbaikan kualitas hidup ternyata menyebabkan berbagai kesakitan dan kematian akibat gaya hidup yang tidak sehat yang mendominasi penyebab kematian dan kesakitan.

Sementara itu, perhatian pemerintah kepada sektor kesehatan pun masih perlu terus didorong. Anggaran kesehatan per PDB Indonesia baru sekitar 3%, jauh di bawah rerata negara berkembang yang 5%.

Fakta ini secara parsial cukup menjelaskan mengapa berbagai masalah kesehatan masih belum bisa diatasi dengan maksimal.

Apalagi, jika pemerintah masih terlalu bertumpu pada upaya kuratif dan rehabilitative, dan belum memberikan perhatian cukup pada upaya promotive dan preventif.

Muhammadiyah: Agenda Kedepan

Dengan berbagai tantangan kesehatan yang cukup kompleks, Muhammadiyah serta elemen masyarakat sipil lain, harus terus mengawal dan membantu pembangunan kesehatan bangsa ini.

Pertama,  adalah dengan terus melakukan advokasi dan mendorong upaya Kesehatan Masyarakat. Seluruh elemen masyarakat harus terus menjaga perhatian dan politik anggaran kesehatan pemerintah agar terus meningkatkan anggaran dan semakin memperhatikan upaya kesehatan masyarakat.

Karena berbagai tantangan kesehatan bangsa ini tidak akan selesai hanya dengan penguatan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Kedua, mendorong sebaran fasilitas kesehatan yang lebih merata ke seluruh nusantara. Ini penting, supaya perubahan system dengan adanya JKN bisa memenuhi tugasnya untuk menjamin upaya kesehatan semesta.

Baca Juga  Talaqqi: Metode Menuntut Ilmu dari Masa ke Masa

Beberapa agenda ini menjadi penting untuk terus dikawal oleh setiap elemen masyarakat sipil Indonesia, supaya Indonesia semakin sehat badannya, juga sehat jiwanya.

Dengan track record dan sumber daya yang dimilikinya, Muhammadiyah dan elemen masyarakat sipil lain bisa memberikan perubahan dan menentukan arah kebijakan kesehatan bangsa ini.

Wallahu’alam bisshowwab.

Editor: Yahya FR

Peran NU dan Muhammadiyah dalam bidang kesehatan

Jangkauan kontribusi pelayanan kesehatan bangsa diperluas Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kontribusi Muhammadiyah untuk bangsa, terlebih bidang kesehatan, telah dilakukan sejak jauh sebelum bangsa ini merdeka. Sampai saat ini, khidmat masih terus berlangsung dan terus meningkatkan mutu dalam pelayanan kesehatan.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Kesehatan, dr Agus Taufiqurrahman mengatakan, Muhammadiyah terus berkontribusi terbaik untuk umat dan bangsa lewat bidang kesehatan. Dilakukan melalui 119 RS Muhammadiyah yang telah beroperasi.

"Lebih dari setengahnya menjadi rumah sakit terdepan dalam penanganan Covid-19," kata Agus dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48, Jumat (25/3).

Selain rumah sakit, Muhammadiyah memiliki lebih dari 230 klinik yang tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Spesialis saraf ini menekankan, Muhammadiyah tidak puas diri, terus memperkuat dan melebarkan jangkauan pelayanan kesehatan.

Terlebih, di daerah-daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) Indonesia. Ia menekankan, peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan merupakan penyambung estafet kontribusi Muhammadiyah dalam bidang kesehatan dari dulu hingga kini.

"Ini yang menjadi perhatian serius kita agar Muhammadiyah bisa terus hadir di pelayanan kesehatan di tempat-tempat seperti itu," ujar Agus.

Saat ini, lanjut Agus, Muhammadiyah sedang menyiapkan pelayanan kesehatan di Papua. Pembangunan fasilitas kesehatan berupa gedung sudah selesai dan siap resmikan, tapi memang masih terganjal kurangnya sumber daya manusia (SDM).

"Termasuk di Ambon dan sekitarnya, Muhammadiyah telah miliki Klinik Apung Said Tuhuleley yang memberikan pelayanan kesehatan dengan kapal," kata Agus.

Selain pelayanan, Muhammadiyah terus menyediakan SDM untuk tenaga kesehatan. Hal ini terus dilakukan melalui adanya fakultas dan program studi kedokteran maupun kesehatan yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA).

Ia menegaskan, bagi Muhammadiyah pelayanan dan penyediaan nakes merupakan dakwah yang tidak bisa dipisahkan. Ke depan, seiring perkembangan dan perubahan zaman, Muhammadiyah harus linier dengan perubahan dalam pelayanan dan penyedia nakes.

"Saat ini, kita sadar betul banyak hal-hal yang berubah dari format pelayanan kesehatan itu," ujar Agus.

Berkaca dari segala perkembangan teknologi kesehatan, pusat-pusat pendidikan Muhammadiyah tidak berhenti menyiapkan lulusan-lulusan bidang kesehatan agar tidak tertinggal. Serta, selalu adaptif perkembangan teknologi kesehatan.

"Termasuk, dalam bidang pelayanan, di mana akibat pandemi Covid-19 mengalami perubahan yang drastis," kata Agus.