Mengapa manusia disebut sebagai makhluk berbudaya

1. Latar Belakang Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.

Tujuan Mengetahui lebih dalam hakikat manusia sebagai makhluk berbudaya Mengetahui makna dari manusia dan kemanusiaan Mengetahui makna dari manusia dan kebudayaan

1. Pengertian Manusia Secara bahasa, manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah, manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.

2. Pengertian Budaya dan Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “Buddhayah “ , yang merupakan bentuk jamak dari kata “Buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budhi atau akal”. Daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Culture, merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan (Mengolah tanah atau bertani). Dari asal arti tersebut yaitu “colere” kemudian “culture” diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

3. Manusia Sebagai Makhluk Budaya Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.

Hakikat kodrat manusia itu adalah : sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta, rasa, dan karsa). sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam), dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan dan sesuai dengan hakikat kodratinya.

4. Manusia dan Kemanusiaan Kemanusiaan berarti hakikat dan sifat–sifat khas manusia sebagai makhluk yang tinggi harkat matabatnya. Kemanusiaan menggambarkan ungkapan akan hakikat dan sifat yang seharusya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. Kemanusiaan merupakan prinsip atau nilai yang berisi keharusan/tutunan untuk berkesuaian dengan hakikat dari manusia. Hakikat manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam arti parsial. Misalkan manusia dikatakan sebagai homo economicus, homo faber, homo socius, homo homini lupus, zoon politicon, dan sebagainya. Namun pandangan demikian tidak bisa menjelaskan hakikat manusia secara utuh.

Hakikat manusia Indonesia berdasarkan Pancasila sering dikenal sebagai sebutan hakikat kodrat monopluralis. Hakikat manusia terdiri atas : Monodualis susunan kodrat manusia yang terdiri dari aspek keragaan, meliputi wujud materi argonasis benda mati, vegetatif, dan animalis, serta aspek kejiwaan meliputi cipta, rasa dan karsa. Monodualis sifat kodrat manusa terdiri atas segi individu dan segi sosial. Monodualis kedudukan kodrat meliputi segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang berkepribadian merdeka (berdiri sendiri) sekaligus juga menunjukkan keterbatasannya sebagai makhluk Tuhan.

5. Manusia dan Kebudayaan Kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi  (budi atau akal) diartikan sebagai hal–hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Ada pendapat lain mengatakan budaya berasal dari  kata budi dan daya. Budi merupakan unsur rohani, sedangkan daya adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian, budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia.

Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh sebagai berikut : 1.  Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai super organik. 2.  Andreas eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur–struktur sosial, religius, dan lain–lain, ditambah lagi dengan segala intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. 3.  Eward B, Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya mengandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan–kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota suatu masyarakat. 4.  Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. 5.  Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan   dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar besirat dari hasil budi pekerti

J.J Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak. 1. Gagasan (wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat

2. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari–hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

3. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda benda atau hal–hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Sifatnya paling kongkret diantara ketiga wujud kebudayaan,

Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu 1 Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu 1. Suatu kompleks ide, gagasan, nilai norma dan sebagainya 2. Suatu kompleks aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat 3. Suatu benda-benda hasil karya manusia

Tujuh unsur kebudayaan tersebut yaitu : 1 Tujuh unsur kebudayaan tersebut yaitu : 1. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup 2. Sistem mata pencaharian hidup 3. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial 4. Bahasa 5. Kesenian 6. Sistem pengetahuan 7. Sistem religi

A.          Manusia Sebagai Makhluk Budaya Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Manusia sebagai Makhluk Berbudaya berarti manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dari makhluk – makhluk lain yang diciptakan di muka bumi ini yaitu manusia memiliki akal yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan ide dan gagasan yang selalu berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan, kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan. Selain itu manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan bagi semua makhluk Tuhan di muka bumi ini. Ada hakekatnya kebudayaan mempunyai dua segi, bagian yang tidak dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi kebendaan dan segi kerohanian. Segi kebendaan yaitu meliputi segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi kerohanian terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun teratur. Keduanya tidak bisa diraba.

B.            Budi dan Daya Secara Etimologi Budaya dapat diartikan sebagai sebagai gabungan kata “budi” dan “daya”, budi pekerti yang dimilki oleh manusia dan daya dan upaya manusia dalam membina hidup. Jadi budaya dapat diartikan sebagai suatu Usaha manusia untuk menciptakan sesuatu yang dberguna bagi kehidupannya dengan menggunakan akal pikirannya.

Kebudayaan erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Tanpa disadari setiap waktu kita hidup dengan budaya, dengan hasil cipta karya, karsa, dan rasa manusia, dengan barang-barang hasil ciptaan manusia yang tujuannya guna mempermudah hidup manusia itu. Mengacu dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan arti kebudayaan secara etimologi adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta,karya,karsa,pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab. Dikatakan membudaya bila kontinu, konvergen.Demikianlah pengertian budaya bila ditinjau dari sisi etimologinya.

C.            Teori Kebutuhan Hidup Menurut Abraham Maslow Abraham Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut : • Kebutuhan fisiologis atau dasar • Kebutuhan akan rasa aman • Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi • Kebutuhan untuk dihargai

• Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Mengapa manusia disebut sebagai makhluk berbudaya

Maslow menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan harga diri dengan sebutan homeostatis.mudian berhenti dengan sendirinya. Maslow memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada kebutuhan-kebutuhan tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang biasanya tidak kita kaitkan dengan prinsip tersebut. Maslow menganggap kebutuhan-kebutuhan defsit tadi sebagai kebutuhan untuk bertahan. Cinta dan kasih sayang pun sebenarnya memperjelas kebutuhan ini sudah ada sejak lahir persis sama dengan insting.
1.            Kebutuhan Fisiologis (Physilogical Needs)
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat estrim (misalnya kelaparan) bisa manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).

2.           Kebutuhan Rasa Aman (Safety and Security Needs)
Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.

3.           Kebutuhan Dicintai dan Disayangi (Love/Belonging Social Needs)
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai .Setiap orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Ia ingin mencintai dan dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya “akar” dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan harga diri orang yang bersangkutan.

4.            Kebutuhan Harga Diri (Esteem Needs)
Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).

5.           Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs) Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan sebagainya .

D.           Surat At-Tin ayat 4 (Akal dan Budaya)

Mengapa manusia disebut sebagai makhluk berbudaya

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya (QS At-Tin [95]: 4)”

Satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lain adalah kepemilikan akal. Akal yang dimiliki oleh manusia, digunakan untuk memilih, mempertimbangkan, dan menentukan jalan pikirannya sendiri. Untuk memperoleh pegetahuan, maka cara yang dilakukan yakni menelaah wahyu dan menggunakan akal. Akal adalah anugerah yang diberikan Allah SWT yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, memahami, merenungkan, dan memutuskan. Wahyu adalah penyampaian sabda Allah kepada orang yang menjadi pilihannya untuk diteruskan kepada umat manusia sebagai pegangan dan panduan hidupnya agar dalam perjalanan hidupnya senantiasa pada jalur yang benar. Akal dan wahyu adalah dua elemen penting dalam pengetahuan Islam. Wahyu berisi tuntunan untuk menjalani kehidupan bahagia baik dunia dan akhirat. Dengan menggunakan akal, manusia bisa menelaah dan mempelajari wahyu Allah, menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Tugas akal adalah menjelaskan apa yang disampaikan wahyu. Jadi, akal yang dimiliki oleh manusia dapat membuat suatu budaya dengan sifat kebijakannya secara bijak dan kebudayaan yang telah dihasilkan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

E.            Wujud Kebudayaan Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak. 1.             Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2.            Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

3.            Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia