Kegiatan atau peristiwa di bawah ini yang merupakan contoh dari

    KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 19
    KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA

  • Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

  • 1. Tujuan Kebijakan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa luar biasa.

  • 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu entitas harus menerapkan kebijakan ini untuk melaporkan pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar biasa.
    3. Kebijakan ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah pemerintah daerah.

  • 4. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin timbul dari adanya keterlambatan penyampaian bukti transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penetapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan, atau kelalaian. 5. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi.

    6. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis :

(a) kesalahan yang tidak berulang;
(b) kesalahan yang berulang dan sistemik.

7. Kesalahan yang tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi kembali yang dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis :

(a) kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
(b) kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.

8. Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib pajak. Restitusi pendapatan akan diatur dalam peraturan tersendiri. 9. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera setelah diketahui 10. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode berjalan. 11. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang bersangkutan. 12. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan kembali penerimaan belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, dan akun ekuitas dana. 13. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain. 14. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana. 15. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah ditetapkan dengan peraturan daerah. 16. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 12, 13, dan 14 tidak dengan sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. Akibat koreksi kesalahan tersebut selanjutnya diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

17. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada paragraf 12 dan 13 dapat dibagi dua, yaitu yang menambah saldo kas dan yang mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan belanja yang menambah saldo kas, yaitu pengembalian belanja pegawai karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi menambah saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi kesalahan belanja yang mengurangi saldo kas, yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas dana dan mengurangi saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang berkaitan dengan belanja yang menghasilkan aset, di samping mengoreksi saldo kas dan pendapatan lain-lain juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang bersangkutan dan pos ekuitas dana. Sebagai contoh, belanja aset tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan menambah kas dan pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan pos ekuitas dana.

18. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 14 dapat dibagi dua, yaitu yang menambah saldo kas dan yang mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang menambah saldo kas, yaitu terdapat transaksi penyetoran bagian laba perusahaan daerah yang belum dilaporkan. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah menambah saldo kas dan ekuitas dana. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang mengurangi saldo kas, yaitu kesalahan pengembalian pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mengurangi saldo kas dan ekuitas dana. 19. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode ditemukannya kesalahan. 20. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas sebagaimana disebutkan pada paragraf 19 adalah belanja untuk membeli perabot kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai belanja perjalanan dinas. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet pos aset tetap dan mengkredit pos ekuitas dana. 21. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada paragraf 9 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi.

22. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam baris tersendiri pada Laporan Arus Kas tahun berjalan dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.

  • PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI

  • 23. Para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode. 24. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan akuntansi.

    25. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas.


    26. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:

    (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
    (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.

    27. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. 28. Dampak kumulatif perubahan kebijakan akuntansi disajikan dalam Laporan Perubahan Ekuitas. Contohnya koreksi nilai persediaan dan selisih revaluasi aset tetap.

    29. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

  • 30. Peristiwa luar biasa menggambarkan suatu kejadian atau transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa. Di dalam aktivitas biasa entitas pemerintah daerah termasuk penanggulangan bencana alam atau sosial yang terjadi berulang. Dengan demikian, yang termasuk dalam peristiwa luar biasa hanyalah peristiwa-peristiwa yang belum pernah atau jarang terjadi sebelumnya. 31. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas adalah kejadian yang sukar diantisipasi dan oleh karena itu tidak dicerminkan di dalam anggaran. Suatu kejadian atau transaksi yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas merupakan peristiwa luar biasa bagi suatu entitas atau tingkatan pemerintah daerah tertentu, tetapi peristiwa yang sama tidak tergolong luar biasa untuk entitas atau tingkatan pemerintah daerah yang lain. 32. Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal menyebabkan penyerapan sebagian besar anggaran belanja tidak terduga atau dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara mendasar. 33. Anggaran belanja tidak terduga atau anggaran belanja lain-lain yang ditujukan untuk keperluan darurat biasanya ditetapkan besarnya berdasarkan perkiraan dengan memanfaatkan informasi kejadian yang bersifat darurat pada tahun-tahun lalu. Apabila selama tahun anggaran berjalan terjadi peristiwa darurat, bencana, dan sebagainya yang menyebabkan penyerapan dana dari mata anggaran ini, peristiwa tersebut tidak dengan sendirinya termasuk peristiwa luar biasa, terutama bila peristiwa tersebut tidak sampai menyerap porsi yang signifikan dari anggaran yang tersedia. Tetapi apabila peristiwa tersebut secara tunggal harus menyerap 50% (lima puluh persen) atau lebih anggaran tahunan, maka peristiwa tersebut layak digolongkan sebagai peristiwa luar biasa. Sebagai petunjuk, akibat penyerapan dana yang besar itu, entitas memerlukan perubahan atau penggeseran anggaran guna membiayai peristiwa luar biasa dimaksud atau peristiwa lain yang seharusnya dibiayai dengan mata anggaran belanja tidak terduga atau anggaran lain-lain untuk kebutuhan darurat.

    34. Dampak yang signifikan terhadap posisi aset/kewajiban karena peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian atau transaksi dimaksud menyebabkan perubahan yang mendasar dalam keberadaan atau nilai aset/kewajiban entitas.

  • 35. Peristiwa luar biasa harus memenuhi seluruh persyaratan berikut :
  • (a) tidak merupakan kegiatan normal dari entitas;
    (b) tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang;
    (c) berada di luar kendali atau pengaruh entitas;
    (d) memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi aset/kewajiban.

  • 36. Hakikat, jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

  • WALIKOTA CIMAHI,

    ttd

    AJAY MUHAMMAD PRIATNA

    Diundangkan di Cimahi
    pada tanggal 14 Februari 2018

    SEKRETARIS DAERAH,


    MUHAMAD YANI

    BERITA DAERAH KOTA CIMAHI TAHUN 2018 NOMOR 393