Jelaskan kontroversi yang terjadi atas peristiwa serangan Umum 1 Maret 1949

Serangan Umum 1 Maret 1949, hingga saat ini dikenal pasukan TNI menyerbu kota Jogja yang dikuasai Belanda melalui Agresi Militer kedua pada Desember 1948. Pada saat itu serangan yang dilancarkan pasukan TNI bertujuan untuk merebut kembali ibukota Jogjakarta dari tangan penjajah Belanda. Ok, kita setuju!!

Persoalannya, dalam perjalanan sejarah serangan umum 1 maret, sudah terlalu banyak peristiwa dikebiri dan di rekayasa, salah satunya, sejarah SU 1 Maret seolah hanya menokohkan pejuang yang berperan dalam serangan tersebut, mulai dari penggagas yang masih menjadi perdebatan sampai dengan pelaksana serangan yang jelas-jelas menokohkan pejuang yang notabene laki-laki yang satu satunya aktor dibalik SU Maret tersebut.

Sejarawan DR. Anhar Gonggong berpendapat bahwa penggagas SU 1 Maret bukan Soeharto, menurutnya inisiatif penyerangan seperti itu bukan berasal dari komandan brigade akan tetapi berasal dari pejabat yang lebih tinggi. Hal ini juga dipertanyakan oleh Soedarisman, mantan walikota Jogjakarta ( 1947-1966 ) beliau mempertanyakan gagasan serangan berasal.

Sumber lain menyebutkan gagasan SU Maret 1949 adalah inisiatif Panglima Besar Sudirman, sebab panglima Sudirman pucuk pimpinan militer tertinggi pada saat itu, bahkan Sultan Hamengkubuwono memberikan dukungan terhadap rencana ini.

Keterangan lain menyebutkan bahwa penggagas atau inisiator SU Maret 1949 adalah dr. Wiliater Hutagalung yang sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial yang bertugas membentuk jaringan di wilayah divisi II dan III, pemikiran yang dikembangkan Hutagalung adalah perlu meyakinkan dunia internasional bahwa Republik Indonesia masih ada, ada pemerintahan, ada organisasi TNI dan tentaranya. Ia menambahkan perlunya melakukan serangan spektakuler terhadap isolasi Belanda atas ibukota Yogyakarta.

Sri Sultan HB IX, seperti dikutip buku Momoar Oei Tjoe Tat: Pembantu Presiden Soekarno, pernah bertutur: "Sayalah yang semula membicarakan gagasan itu dengan Jenderal Sudirman yaitu minta izinnya untuk mendapatkan kontak langsung dengan Soeharto, ketika itu berpangkat mayor, untuk menjalankan tugas melaksanakan gagasan saya." Hal itu juga terungkap dalam buku biografi Sultan HB IX, Takhta untuk Rakyat (1982).

Ironisnya, dalam buku-buku sejarah, data-data sejarah tidak ada jawaban yang pasti mengenai siapa penggagas atau inisiator SU 1 Maret yang monumental tersebut.

Menariknya, yang menjadi pembahasan sekarang ini hanya melulu mengenai pelaksananaan SU Maret 1949, jelas digambarkan bahwa laki-laki yang menjadi aktor utama dalam serangan itu adalah Letkol. Soeharto. Selama 32 tahun berkuasa, Soeharto seakan melakukan penggiringan bahwa dialah yang menggagas SU 1 Maret 1949, Sepeti film "Janur Kuning" misalnya, melukiskan kepahlawanan soeharto memimpin penyerangan Jogjakarta, kemudian "Majalah Tokoh Indonesia 24 Edisi Khusus 60 Tahun RI" juga menyebutkan bahwa Letkol Soeharto merancang dan melancarkan serangan umum ke sejumlah markas dan pos pertahanan tentara Belanda di dalam kota Yogya, tanggal 1 Maret 1949. Terlepas dari semua itu, SU 1 Maret yang terlanjur tercatat menjadi sejarah masih perlu pengkajian, agar tidak terkesan hanya melanggengkan kepentingan dan penokohan tehadap pelaku yang terlibat dalam peristiwa SU 1 Maret tersebut.

Ditengah kontroversi sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, satu fakta sejarah yang tidak terbantahkan adalah peran penting Radio Rimba Raya pada saat agresi militer Belanda ke II. Melalui informasi yang disiarkan Radio Rimba Raya yang berada di pedalaman Aceh, tepatnya di Aceh Tengah ( sekarang Bener Meriah ) tentang resolusi dewan keamanan PBB yang ditolak oleh Belanda yang disusul dengan propaganda Belanda bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi, muncul gagasan untuk melakukan counter serta melakukan serangan spektakuler, hal inilah yang melatar belakangi Serangan Umum 1 Maret 1949.

Setelah melakukan serangan, sekitar 2 hari kemudian informasi keberhasilan kembali disiarkan oleh Radio Rimba Raya seperti di dalam Keterangan Website Sekretariat Negara Republik Indonesia "Radio Rimba Raya milik Republik di Sumatera, sekitar dua hari kemudian, mencatat bahwa serangan terhadap Yogyakarta dan pendudukan kota itu (adalah) prestasi militer yang luar biasa".

Fakta sejarah tentang Radio Rimba Raya juga pernah disiarkan di TVRI nasional. Acara Forum Dialog tersebut berlangsung hari Jum'at tanggal 19 Desember 1998 pukul 21:30, pokok pembahasan yaitu sejarah PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia ), para peserta dialog malam itu yaitu Umar Said Noor mantan Wakil Kepala Stasiun Radio AURI Bukittinggi, Aboebakar Loebis mantan Diplomat RI, Bapak Halim mantan Wakil Gubernur Militer Sumatera Barat, dan didampingi oleh seorang sejarawan terkemuka Prof. Dr. Taufik Abdullah serta dengan moderator TVRI Bapak Purnama.


Jelaskan kontroversi yang terjadi atas peristiwa serangan Umum 1 Maret 1949

Lihat Humaniora Selengkapnya

Jakarta -

Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi saksi perjuangan Tentara Negara Indonesia (TNI) melawan sekutu Belanda di Yogyakarta. Mereka berhasil menguasai wilayah Yogyakarta meski singkat.

Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1945 juga melibatkan Museum Benteng Vreduburg. Kala itu, pasukan Belanda hendak menguasai museum dan menjadikannya sebagai tempat untuk melawan penjajah.

Untuk mengetahui sejarah lengkap dan tokoh yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, mari simak ulasan yang sudah detikcom rangum berikut ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Serangan Umum 1 Maret 1949: Begini Maksud dan Artinya

Mengutip laman Kemdikbud, Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah respon agresi militer Belanda ke-II yang hendak menjadikan Yogyakarta sebagai sasaran empuknya. Kala itu, Yogyakarta menjadi Ibu Kota Indonesia karena situasi di Jakarta tak aman meski Proklamasi Kemerdekaan sudah dilakukan.

Meski sebagai Ibu Kota, namun situasi di Yogyakarta saat itu tidak kondusif. Keadaan semakin diperparah oleh propaganda Belanda yang menyatakan tentara Indonesia sudah tidak ada.

Saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang merupakan Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengirimkan surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin agar diadakan perang.

Jenderal Soedirman pun menyetujui dan meminta Sri Sultan Hamengku Buwono IX berkoordinasi dengan Letkol Soeharto. Kala itu, dia menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III.

Dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Letnan Jenderal Soedirman memimpin Operasi Gerilya Rakyat Semesta. Pasukan menyingkir ke bukit, lembah dan pelosok guna menyusun rencana penyerangan balik.

Letnan Jenderal Soedirman memberi instruksi agar melakukan serangan balik. Tujuannya untuk membuktikan TNU masih ada dan kuat.

Untuk melakukan serangan balik, rapat antara petinggi militer dan pimpinan daerah sipil digelar. Dalam rapat itu, diputuskan serangan balik dilakukan pada 1 Maret 1949.

Mereka pun sepakat untuk menyalakan sirine tepat pukul 06.00 WIB. Jam itu menandakan perang segera dimulai. Pasukan TNI serentak menyerang Belanda dari segala penjuru kota.

Dalam waktu singkat, Belanda berhasil mundur dan meninggalkan pos militernya. Bahkan beberapa senjata yang dimiliki Belanda berhasil direbut tentara gerilya.

Selanjutnya, tepat pukul 12.00 WIB, Letnan Soedirman memerintahkan pasukan untuk mengosongkan Yogyakarta dan kembali menuju pangkalan gerilya.

Simak halaman selanjutnya untuk mengetahui tokoh yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

Saksikan Video 'Mahfud Bicara Serangan Umum 1 Maret 1949: Bukti Indonesia Masih Ada!':

[Gambas:Video 20detik]

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Keppres itu diteken Jokowi pada 24 Februari 2022.

Beleid tersebut mengatur penetapan Hari Penegakan Kedaulatan pada 1 Maret, merujuk pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Menetapkan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara," demikian kutipan Keppres Nomor 2 Tahun 2022.

Baca juga: Disorot gara-gara Tak Ada Nama Soeharto, Ini Isi Lengkap Keppres 1 Maret yang Diteken Jokowi

Keppres itu menjadi sorotan lantaran tidak mencantumkan nama Presiden Soeharto. Padahal, peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dikenal publik turut melibatkan sosok presiden kedua RI itu.

Poin c konsiderans keppres hanya menyebutkan, Serangan Umum 1 Maret 1949 digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Disebutkan pula dalam poin tersebut bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, serta segenap komponen bangsa Indonesia lainnya.

Dari keseluruhan isi keppres, tidak ada penyebutan nama Soeharto yang saat Serangan Umum 1 Maret 1949 masih berpangkat Letkol.

Baca juga: Keppres Hari Kedaulatan Negara dan Peran Soeharto di Serangan Umum 1 Maret

Lantas, seperti apa peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 sebenarnya? Apa peran Soeharto dalam peristiwa tersebut?

Mengenang Serangan Umum 1 Maret

Dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan respons atas Agresi Militer Belanda ke-II.

Peristiwa ini bermula dari pendudukan Belanda terhadap Yogyakarta yang kala itu berstatus sebagai ibu kota negara Indonesia.

Adapun ibu kota negara dipindah dari Jakarta karena situasi yang tidak aman setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Jelang Serangan Umum 1 Maret, situasi Yogyakarta sebagai ibu kota sangat tidak kondusif.

Belanda menyebarkan propaganda ke dunia internasional bahwa RI sudah hancur dan tentara Indonesia sudah tidak ada.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat lantas mengirimkan surat kepada Panglima Besar TNI, Jenderal Soedirman, untuk meminta izin diadakannya serangan.

Permintaan itu disetujui Soedirman. Ia pun meminta Sri Sultan HB IX berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III untuk melakukan serangan.

Pasukan yang terdiri dari TNI dan rakyat pun mengingkir ke bukit, lembah, dan pelosok untuk menyusun rencana serangan balik terhadap tentara Belanda.

Baca juga: Perjalanan Rahasia Soeharto: Menginap di Rumah Warga hingga Bekal Beras dan Tempe

Setelah perencanaan yang matang, tepat pukul 06.00 WIB 1 Maret 1949 sirine dibunyikan, tanda serangan dimulai.

Serangan secara besar-besaran serentak dilakukan di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

Dalam penyerangan ini, Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.

Sementara, sektor timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dipimpin Mayor Sardjono, dan sektor utara oleh Mayor Kusno. Lalu, sektor kota dipimpin olej Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.

Baca juga: Profil Soekarno, Bapak Proklamator dan Presiden Pertama RI

Dalam waktu singkat, Belanda berhasil dipukul mundur dan meninggalkan pos-pos militer mereka. Sejumlah persenjataan yang dimiliki Belanda pun berhasil direbut tentara Indonesia.

Pasukan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 WIB, sebagaimana yang telah direncanakan, seluruh pasukan TNI mundur dan kembali menuju pangkalan gerilya.

Serangan ini bertujuan untuk membuktikan ke dunia internasional bahwa TNI masih ada. Meski hanya menguasai Yogyakarta selama 6 jam, serangan ini berhasil memperlihatkan eksistensi tentara Indonesia.

Situasi ini membawa dampak yang sangat besar bagi Indonesia yang sedang bersidang di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena mampu memperkuat posisi tawar RI dalam perundingan.

Peran Soeharto

Versi lain menyebutkan bahwa Soeharto turut menggagas peristiwa Serangan Umum 1 Maret.

Dalam buku otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Soeharto mengatakan bahwa dia marah setelah mendengar siaran radio pada awal Februari 1949 yang melaporkan tentang perdebatan antara delegasi Indonesia dan Belanda di PBB.

Saat itu, perwakilan Belanda menyatakan di depan PBB kalau Republik Indonesia dan TNI sudah hancur.

Baca juga: Kisah Cinta Soeharto-Ibu Tien, Perjodohan, dan Kesedihan di TMII

Belanda juga mengeklaim berhasil menguasai Ibu Kota Yogyakarta pada 19 Desember 1948 lewat Agresi Militer ke-II. Tak hanya itu, Belanda juga menyampaikan bahwa mereka menangkap dan mengasingkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Bangka Belitung.

Lewat bukunya, Soeharto lantas mengatakan dia menggagas Serangan Umum 1 Maret.

Namun demikian, klaim Soeharto itu diragukan sejumlah kalangan. Menurut Batara R. Hutagalung yang menulis buku Serangan Umum 1 Maret 1949: Perjuangan TNI, Diplomasi dan Rakyat, Soeharto saat itu masih punya atasan yakni Kolonel Bambang Soegeng sebagai Komandan Divisi III.

Bersamaan dengan itu, Panglima Jenderal Soedirman juga masih bergerilya.

Sejumlah sejarawan juga meragukan bahwa Soeharto menjadi penggerak utama Serangan Umum 1 Maret lantaran pangkat dan kewenangan serta jumlah pasukan yang dipimpin Soeharto saat itu masih terbatas.

Kata pemerintah

Pemerintah pun telah angkat bicara terkait perdebatan Keppres Nomor 2 Tahun 2022 yang tak mencantumkan nama Soeharto.

Baca juga: Penuturan Dicky Sondani, Kapolsek yang Jadi Saksi Detik-detik Wafatnya Soeharto...

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, keppres tersebut bukanlah buku sejarah. Oleh karenanya, tidak memuat banyak nama yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

Mahfud menjelaskan, hanya tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimasukkan dalam bagian konsiderans Keppres Nomor 2 Tahun 2022.

Mereka yakni Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Panglima Jenderal Besar Soedirman.

Menurut Mahfud, ini serupa dengan teks Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang hanya ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta, meski upaya memerdekakan Indonesia diperjuangkan oleh puluhan orang yang tergabung dalam BPUPKI.

"Ini adalah penentuan hari krusial dan hanya menyebut yang paling atas sebagai penggagas dan penggerak tanpa menghilangkan peran Soeharto sama sekali," kata Mahfud dalam keterangan video, Kamis (3/3/2022).

Baca juga: Penjelasan Mahfud MD soal Nama Soeharto yang Tak Tercantum di Keppres tentang Serangan Umum 1 Maret

Meski tak tercantum dalam Keppres, sejumlah nama seperti Abdul Haris Nasution, Wiliater Hutagalung, termasuk Soeharto, dicantumkan dalam naskah akademik yang disusun untuk membuat keppres tersebut.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu pun menegaskan, jejak sejarah keterlibatan Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 tidak hilang meski tak disebut di dalam keppres.

"Jejak sejarahnya tidak hilang dan ditulis di dalam buku, bahkan pernah di satu halaman itu nama Pak Harto ditulis dua kali di halaman 51, itu satu halaman saja tertulis nama Soeharto dua kali, jadi tidak hilang jejak sejarah," kata Mahfud.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.