WARTA LOMBOK - Shalat merupakan tiang Agama yang hukumnya wajib dikerjakan bagi seorang muslim yang sudah balingh. Perintah shalat hendaklah kita tanamkan dalam hati dan jiwa dari setiap insan, karena amalan yang pertama kali yang akan dihisab adalah Sholat. Tidak terkecuali bagi orang yang sedang
sakit apakah wajib mengerjakannya? Baca Juga: Ragam Pendapat Ulama tentang Hukum Bunga Bank Baca Juga: Hukum Menjawab
Salam dalam Hati Dikutip Warta Lombok dari kitab Risalah Tuntunan Shalat Lengkap karya Moh. Rifai yang diterbitkan PT. Karya Toha Putra Semarang, menjelaskan hukum shalat bagi orang yang sedang sakit. Menjelaskan
pada dasarnya orang yang sedang sakit tidak di cabut kewajibannya dalam mengerjakan shalat selama akal dan ingatannya masih sadar, namun mendapatkan beberapa keringanan dalam mengerjakannya. Meski mendapat keringanan yang Allah SWT berikan kepada orang
sakit, akan tetapi tidak boleh dilakukan seenaknya, tetap ada batasan syariah yang mengikutinya, seperti orang sakit tetap diwajibkan sholat jumlah rekaat yang sudah titetapkan tidak boleh di kurangi. Baca Juga:
Perhatikan Asupan Nutrisi Setelah Berolahraga untuk Memaksimalkan Hasil Latihan dan Memulihkan Otot Editor: Mamiq Alki Sumber: Risalah Tuntunan Salat Lengkap TagsTerkiniSHALAT ORANG YANG SAKIT Oleh Syari’at Islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani. Tidak ada satu pun beban syari’at yang diwajibkan kepada seseorang di luar kemampuannya. Allah Azza wa Jalla sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya: لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا Allah Azza wa Jalla tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya [al-Baqarah/ 2:286] Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan kaum Muslimin untuk agar bertaqwa sesuai kemampuan mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman: فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu.[at-Taghâbun/ 64:16] Orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Masing-masing harus berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuannya. Dari sini, nampaklah keindahan dan kemudahan syari’at islam. Di antara kewajiban agung yang wajib dilakukan orang yang sakit adalah shalat. Banyak sekali kaum Muslimin yang terkadang meninggalkan shalat dengan dalih sakit atau memaksakan diri melakukan shalat dengan tata cara yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya, mereka pun merasa berat dan merasa terbebani dengan ibadah shalat. Untuk itu, solusinya adalah mengetahui hukum-hukum dan tata cara shalat bagi orang yang sakit sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama. Hukum-Hukum Berhubungan Dengan Shalat Orang Sakit.
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu. [at-Taghâbun/ 64:16]. Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Imran bin Husain Radhiyallahu anhu: كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang cara shalatnya. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Shalatlah dengan berdiri , apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah. [HR al-Bukhari no. 1117]
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ قَالَ (أَبُوْ كُرَيْبٍ) قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abas Radhiyallahu anhu : Mengapa beliau berbuat demikian? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya. [HR Muslim no. 705] Dalam hadits di atas jelas Rasulullah q membolehkan kita menjamâ’ shalat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (Masyaqqah) dan sakit adalah Masyaqqah. Ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit dengan orang yang terkena istihâdhoh yang diperintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengakhirkan shalat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta mempecepat Isya’. [3]
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ Perintahkan Abu Bakar Radhiyallahu anhu agar mengimami shalat. [Muttafaqun ‘Alaihi][6] Tata Cara Shalat Bagi Orang yang Sakit.
وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ …………..Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.[al-Baqarah/ 2:238] Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri walaupun dengan menggunakan tongkat, bersandar ke tembok atau berpegangan tiang, berdasarkan hadits Ummu Qais Radhiyallahu anha yang berbunyi: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَسَنَّ وَحَمَلَ اللَّحْمَ اتَّخَذَ عَمُودًا فِي مُصَلَّاهُ يَعْتَمِدُ عَلَيْهِ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan lemah, beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran. [HR Abu Dawud dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah Ash-Shohihah 319]. Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang rukuk.[7] Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Diwajibkan berdiri bagi seorang dalam segala caranya, walaupun menyerupai orang ruku’ atau bersandar kepada tongkat, tembok, tiang ataupun manusia”.[8]
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.[al-Baqarah/ 2:185] Sebagaimana orang yang berat berpuasa bagi orang yang sakit, walaupun masih mampu puasa, diperbolehkan baginya berbuka dan tidak berpuasa; demikian juga shalat, apabila berat untuk berdiri, maka boleh mengerjakan shalat dengan duduk”.[12] Orang yang sakit apabila mengerjakan shalat dengan duduk sebaiknya duduk bersila pada posisi berdirinya berdasarkan hadîts ‘Aisyah Radhiyallahu anha yang berbunyi: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مُتَرَبِّعًا Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan bersila.[13] Juga, karena duduk bersila secara umum lebih mudah dan lebih tuma’ninah (tenang) daripada duduk iftirâsy.[14] Apabila rukuk, maka lakukanlah dengan bersila dengan membungkukkan punggung dan meletakkan tangan di lutut, karena ruku’ dilakukan dengan berdiri.[15] Dalam keadaan demikian, masih diwajibkan sujud di atas tanah dengan dasar keumuman hadits Ibnu Abas Radhiyallahu anhu yang berbunyi: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang; Dahi – beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan tangannya ke hidung- kedua telapak tangan, dua kaki dan ujung kedua telapak kaki. [Muttafaqun ‘Alaihi]. Bila tetap tidak mampu, ia melakukan sujud dengan meletakkan kedua telapak tangannya ke tanah dan menunduk untuk sujud. Bila tidak mampu, hendaknya ia meletakkan tangannya di lututnya dan menundukkan kepalanya lebih rendah dari pada ketika ruku’. [16]
صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ Shalatlah dengan berdiri , apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah. [HR al-Bukhâri no. 1117] Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjelaskan pada sisi mana seseorang harus berbaring, ke kanan atau ke kiri, sehingga yang utama adalah yang termudah dari keduanya. Apabila miring ke kanan lebih mudah, itu yang lebih utama baginya dan apabila miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun bila kedua-duanya sama mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar keumuman hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anha yang berbunyi: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ فِي نَعْلَيْهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai mendahulukan sebelah kanan dalam seluruh urusannya, dalam memakai sandal, menyisir dan bersucinya. [HR Muslim no 396]. Melakukan ruku’ dan sujud dengan isyarat merendahkan kepala ke dada, ketentuannya , sujud lebih rendah dari ruku’. Apabila tidak mampu menggerakkan kepalanya, maka para ulama berbeda pendapat dalam tiga pendapat:
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu.[at-Taghâbun/ 64:16].
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا Allah Azza wa Jalla tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya [al-Baqarah/ 2:286]
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu.[ at-Taghâbun/ 64:16].
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَادَ مَرِيْضًا فَرَآهُ يُصَلِّي عَلَى وِسَادَةٍ فَأَخَذَهَا فَرَمَى بِهَا، فَأَخَذَ عُوْدًا لِيُصَلِّي عَلَيْهِ فَأَخَذَهُ فَرَمَى بِهِ، قَالَ: صَلِّ عَلَى الأَرْضِ إِنِ اسْتَطَعْتَ وَإِلاَّ فَأَوْمِ إِيْمَاءً وَاجْعَلْ سُجُوْدَكَ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوْعِكَ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau melihatnya sedang mengerjakan shalat di atas (bertelekan) bantal, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengambil dan melemparnya. Kemudian ia mengambil kayu untuk dijadikan alas shalatnya, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengambilnya dan melemparnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Shalatlah di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak maka dengan isyarat dengan menunduk (al-Imâ`) dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku’mu.[19] Inilah sebagian hukum yang menjelaskan tatacara shalat bagi orang yang sakit, mudah-mudahan dapat memberikan bimbingan kepada mereka. Dengan harapan, setelah ini mereka tidak meninggalkan shalat hanya karena sakit yang dideritanya. Marâji’
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
12/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Apakah orang sakit bisa tidak sholat?Sseseorang yang sakit tetap diwajibkan untuk mendirikan shalat dengan melakukan gerakan dan posisi-posisi shalat sebisa dan semampu yang dia lakukan, meskipun tidak sampai sempurna. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah At-Taghabun ayat 16, yang artinya, "Dan bertakwalah kamu semampu yang kamu bisa,".
Tidak sholat karena sakit apakah dosa?Jika ia tidak shalat maka hukum meninggalkan shalat dengan sengaja baginya adalah dosa. Bahkan meskipun ia memiliki kesulitan dalam mengerjakan shalat, tapi Allah memberikan keringanan dengan membolehkan orang yang sakit untuk shalat dengan duduk atau bahkan berbaring.
Bagaimana jika tidak sholat karena sakit?Jika seseorang berkali-kali tidak mengerjakan shalat, baik karena uzur maupun tidak, maka dia harus memperkirakan—dan bahkan harus menduga keras atau meyakini—berapa kali dia tidak mengerjakan shalat dan kemudian meng-qadha'-nya.
Bagaimana cara mengganti shalat yang tertinggal karena sakit?Dikutip dari NU Online, bagi membayar hutang shalat bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dilunasi keluarganya dan bisa melunasinya dengan membayar fidyah. Dalam membayar fidyah, dalam 1 waktu shalat yang ditinggalkan sama dengan 6 ons beras.
|