Apa yang dimaksud dengan sweater ion mengapa asam amino dapat membentuk zwitterion

Apa yang dimaksud dengan sweater ion mengapa asam amino dapat membentuk zwitterion

Adalah ion yang memiliki muatan berlawanan, bermomen dipol sekaligus gugus bersifat asam dan basa. Ion Zwitter kebanyakan dibentuk oleh asam amino. Pada pH netral zwitter-ion akan bermuatan positif (kation) maupun bermuatan negatif (anion).

ASAM AMINO

(Tugas Biokimia)

Oleh:

Asih lestari

1413024012

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015

Amfoter/amfoterik adalah kemampuan suatu zat yang dapat perpindah sifat keasaman dari sifat asam ke sifat basa . hal ini tergantung dari kondisi atau linkungan dimana zat tersebut berekasi bila zat itu berada di linkungan asam kuat maka zat tersebut bersifat basa . dan begitu pula sebaliknya bila zat tersebut berada pada linkungan asam maka zat tersebut bersifat basa .salah satu zat bersifat amfoter yang biasa kita temui ditemui diskitar kita adalah air (H20) . Sebagai basa:

terlihat pada contoh ini HCL adalah asam kuat sehingga air bersifat basa.

Sebagai asam:

pada contoh 2 NH3 adalah basa sehingga air bersifat sebagai asam.( Sloane, E. 2004)

Di dalam asam amino gugus karboksil (-COOH) bersifat asam dangugus amina (-NH) bersifat basa. Jadi, asam amino dapat bersifat asam dan basa, dan sifat inilah yang diberi istilah bersifat amfoterik. Molekul yang bersifat amfoterik dapat bersifat netral atau tidak bermuatan, namun dapat juga bersifat dipolar seperti ditulis dalam struktur di atas. Dalam bentuk dipolar ini asam amino bersifat sebagai “Zwitter Ion”.

Dalam larutan asam keras (pH asam) sebagian besar asam amino berada dalam bentuk kation (bermuatan positif), dalam larutan basa keras (pH basa) asam amino berada dalam bentuk anion (bermuatan negatif). Pada pH tertentu untuk setiap asam amino dapat berada dalam keadaan Titik isolistrik adalah titik atau pH asam amino mempunyai muatan listrik yang netral. dan nilai pH tersebut dimana asam amino berada dalam keadaan netral dikenal sebagai titik isoelektrik dari asam amino.

Titik isolistrik asam amino asam pada pH 3, diperlukan larutan yang lebih asam untuk asam amino golongan ini untuk menambah proton gugusan karboksilat kedua. Titik isolistrik basa asam amino basa sekitar pH 9-10, diperlukan larutan yang lebih basa untuk menghilangkan proton dari gugusan amonium kedua (Hart, 2003).

  1. Sifat Asam Basa Asam Amino

Asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, jadi dapat dianggap sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO –). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan berbentuk zwitter-ion. (Santoso, H. 2008.)

Pada keadaan zwitter ion, umumnya memiliki titik isoelektrik, yaitu titik dimana asam amino mempunyai pH optimum (pHI). Rumus :

pHI= 0,5 (pK’1 +pK’2)

Sifat Fisikomia

Sifat fisikomia pada setiap protein tidak selalu sama, baik jenis asam aminonya,berat molekul (BM) sangat besar sehingga protein tidak dapat melalui membran semipermeabel, masih dapat menimbulkan tegangan pada membran. Sifat-sifat asam amino yang dapat larut dalam air dapat membentuk Kristal. Harga konstanta dielektrikum yang tinggi, memiliki netralisasi seperti pada H dan OH dan dalam medan listrik misalnya dengan eklektrophoresa tak bergerak dalam keadaan tertentu. Masa asam amino dipercayai memiliki sifat amfoter atau dalam keadaan zwitter ion yang memiliki muatan (+) dan (-) yang seimbang (FG.Winarno,1984).

Ion Zwitter (asam amino)

  • Gugus karboksil melepas ion
  • Gugus amino menerima proton
  • Molekul asam amino “dipolar”

Akan terbentuk dengan pergeseran proton dari gugus karboksil ke gugus amino. Ion-ion positif dan negatifnya tidak bebas, karena ikatan yang kuat dari ion-ion ini melalui atom C. Internal salt disebut Zwitter Ion. Sebuah asam amino ditandai dengan adanya gugus nitrogen berupa gugus amino (-NH), gugus karboksil (-COOH), dan sebuah atom hidrogen di mana ketiganya terikat pada sebuah atom C yang disebut sebagai karbon a (dibaca karbon alfa), serta gugus R sebagai rantai samping atau rantai cabang. Struktur dan rumus umum sebuah asam amino diberikan pada gambar 1. Gugus amino atau amin ditulis di dalam struktur kimi di atas sebagai NH3+ dan gugus karboksil sebagai COO- karena dalam lingkungan air berada dalam bentuk ion yang bersifat. Adanya kedua ion plus dan minus dalam satu buah asam amino membuat asam amino bersifat dipolar (dua muatan ion plus dan minus).

Protein adalah molekul yang sangat vital untuk organisme dan terdapat di semua sel. Protein merupakan polimer yang disusun oleh 20 macam asam amino standar. Rantai asam amino dihubungkan dengan ikatan kovalen yang spesifik. Struktur & fungsi ditentukan oleh kombinasi, jumlah dan urutan asam amino sedangkan sifat fisik dan kimiawi dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya. Penggolongan protein dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:

Berdasarkan struktur molekulnya Struktur protein terdiri dari empat macam :

  1. Struktur primer (struktur utama)

Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida. Struktur primer juga menunjukkan ikatan peptide yang urutannya diketahui.

Protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai samping yang membentuk pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua jenis struktur sekunder, yaitu: α heliks dan -sheet.

  1. Heliks α dan lembaran terlipat adalah dua struktur sekunder yang biasa terdapat dalam protein atau segmen protein

Segmen suatu heliks α, menunjukkan 3 putaran heliks, dengan 3,6 unit asam aminoper putaran. Ikatan hydrogen ditunjukkan dengan garis terputus-putus.

Segmen dari struktur lembaran terlipat β-keratin. Rantai yang bersebelahan mempunyai arah yang berlawanan dan dipegangi oleh ikatan hydrogen (ditunjukkan dengan warna). Gugus R mencuat ke atas atauke bawah bidang rata-rata dari lembaran.

Terbentuk karena adanya pelipatan membentuk struktur yang kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik.

  1. Struktur tersier menunjukkan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan atau gulungan, dan dengan demikian membentuk struktur yang lebih kompleks.
  2. Dimantapkan oleh beberapa ikatan antara gugus R pada molekulasam amino yang membentuk protein.
  3. Beberapa jenis ikatan tersebut meliputi: ikatan elektrostatik, ikatanhydrogen, interaksi hidrofobik antara rantai sampai nonpolar,interaksi dipole-dipol, dan ikatan diulfida yaitu suatu ikatan kovalen.
  4. Meliputi protein serat dan globular (Anonim. 2007).

Struktur tersier dari mioglobin

Terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub unit. Interaksi intermolekul antar sub unit protein ini membentuk struktur keempat/kuartener. (Sudarmaji.1989).

Denaturasi adalah sebuah proses di mana protein atau asam nukleat kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder dengan penerapan beberapa tekanan eksternal atau senyawa, seperti asam kuat atau basa, garam anorganik terkonsentrasi, sebuah misalnya pelarut organik (cth, alkohol atau kloroform), atau panas. Jika protein dalam sel hidup didenaturasi, ini menyebabkan gangguan terhadap aktivitas sel dan kemungkinan kematian sel. protein didenaturasi dapat menunjukkan berbagai karakteristik, dari hilangnya kelarutan untuk agregasi komunal. Denaturisasi dalam pengertian ini tidak digunakan dalam penyusunan bahan kimia industri alkohol didenaturasi. (Deman,1989)

Contoh umum

Ketika makanan dimasak, beberapa protein akan ter denaturasi. Inilah sebabnya mengapa telur rebus menjadi keras dan daging dimasak menjadi lebih padat. Sebuah contoh klasik, denaturasi protein putih telur. Saat baru dari telur, putih telur berwujud transparan dan cair. Memasak putih telur membuatnya menjadi buram, membentuk sebuah massa padat yang saling berhubungan. Transformasi yang sama dapat dilakukan dengan suatu bahan kimia yang bersifat men-denaturasi. Menuangkan putih telur ke dalam gelas kimia aseton juga akan mengubah putih telur buram dan padat. Kulit, yang terbentuk pada susu beku adalah contoh lain protein didenaturasi umum.

Protein didenaturasi dapat menunjukkan berbagai karakteristik, dari hilangnya kelarutan untuk agregasi komunal. agregasi Komunal adalah fenomena agregasi protein hidrofobik untuk datang mendekat dan membentuk ikatan antara mereka, sehingga mengurangi luas areal terkena air. Kebanyakan protein biologis kehilangan fungsi biologisnya ketika didenaturasi. Sebagai contoh, enzim kehilangan sifatnya, karena mengikat substrat tidak bisa lagi ke situs aktif, dan karena residu asam amino yang terlibat dalam menstabilkan keadaan transisi substrat ‘tidak lagi diposisikan untuk dapat melakukannya.

Dalam banyak protein (tidak seperti putih telur), denaturasi adalah reversibel (protein bisa mendapatkan kembali bentuk asal mereka ketika pemicu denaturasi dihapus). Ini penting, karena menyebabkan gagasan bahwa semua informasi yang dibutuhkan bagi protein untuk menganggap bentuk asli mereka dikodekan dalam struktur primer protein, dan karenanya di dalam DNA kode tersebut untuk protein.( Kamal, M. 1991.)

Denaturasi mempunyai sisi positif dan sisi negatif. Sisi negatif denaturasi :

  • Protein kehilangan aktivitas biologis
  • Pengendapan protein
  • Protein kehilangan beberapa sifat fungsional

Sisi positif denaturasi yaitu :

  • Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legume dapat meningkatkan tingkat ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum.
  • Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat pembentuk buih dan emulsi lebih baik daripada protein asli.
  • Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang dipicu oleh panas.

Beberpa protein (kulit dan dinding dalam saluran penceraan) sangat tahan terhadap denaturasi, sedangkan protein-protein lain sangat peka. Denaturasi dapat bersifat reversible jika suatu protein hanya dikenai kondisi denaturasi yang lembut, seperti sedikit perubahan pH. Jika protein ini dikembalikan ke lingkungan awalnya, protein ini dapat memperoleh kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam suatu proses yang disebut renaturasi. Sayang renaturasi umunya sangat lambat atau tak terjadi sama sekali.

Renaturasi adalah proses pembentukan kembali struktur untai ganda dari keadaan terdenaturasi. Renaturasi merupakan suatu proses yang dapat terjadi secara in vivo maupun in vitro. Renaturasi in vitro merupakan suatu fenomena yang sangat berguna untuk analisis molekuler, misalnya untuk mengetahui kesamaan atau kedekatan genetis antara suatu organisme dengan organisme lain, untuk mendeteksi macam RNA tertentu, untuk mengetahui apakah suatu urutan nukleutida tertentu ada lebih dari satu pada suatu jasad, serta untuk mengetahui lokasi spesifik suatu urutan nukleutida pada genom . Dalam bagian ini merupakan proses renaturasi secara in vitro. (Kamal, M. 1991)

  1. Analisis urutan Asam Amino dan Peptida
  2. Tata Nama

Nama peptida diberikan berdasarkan atas jenis asam amino yang membentuknya. Asam amino yang gugus karboksilnya bereaksi dengan gugus –NH2 diberi akhiran –il pada namanya, sedangkan urutan penamaan didasarkan pada urutan asam amino, dimulai dari asam amino ujung yang masih mempunyai gugus –NH2.

Contoh:

Sifat peptida ditentukan oleh gugus –NH2, gugus –COOH, dan gugus R. Sifat asam dan basa ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2, namun pada peptida rantai panjang, gugus –COOH dan –NH2 tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isoelektrik seperti pada asam amino. (Poedjiadi, A. 1994.)

  1. Analisa Urutan Protein dan Polipeptida

Penentuan yang berhasil dari urutan asam amino insulin oleh Frederick Sanger pada thun 1953 menjadikan sasaran analisis primer lengkap dari protein merupakan suatu kenyataan ilmiah. Karena urtan asam amino dari suatu polipeptida sangat mempengaruhi konformasi aslinya, maka pengetahuan mengenai urutan memberikan wawasan kimiawi terkait yang memebantu untuk mengerti struktur makromolekul suatu polipeptida. Jika data penentuan urutan disuplementasidengan data dari penelitian kristalografi X-ray, maka hasil kombinasinya melengkapi perincian mengenai struktur 3 dimensi dari protein dan mengemukakan sifat kimia yang kecil tetapi kritis yang membantu menjelaskan fungsi biologi molekul . Riset biologi molecular sangat mengandalkan padakekuatan analisis dari dua pendekatan eksperimental ini.

Walaupun penentuan oleh Sanger mengenai urutan dari 51 residu asam amino dalam insulin mengantarkankita pada era perangkaian protein, namun kemajuan teknologi selanjutnya dan teknik analisis yang menjadikan perangkaian dari polipepetida besar yang terdiri dari 100 atau lebih residu merupakan tugas riset yang baik, khususnya perkembangan dari analisator asam amino dan prosedur degradasi sekuensial Edman. Namun, penentuan dari urutan asam amino masih merupakan tugas yang banyak memakan waktu, karena memerlukan beberapa jenis analisis yang berbeda yang hasilnya harus dikolasi untuk mendapatkan urutan ini. Penentuan urutan termasuk sejumlah reaksi kimia spesifik dan teknik untuk memisahkan peptide dan mengidentifikasi asam amino. Prosedur eksperimental yang digunakan digambarkan melalui penentuan urutan dari pentadekapeptida hipotesis berikut, suatu peptidayang mengandung 15 residu asam amino.

*H3N-Al-Gln-Lis-Tir-Met-Ser-Met-Ile-Arg-Val-Sis-Lis-Trp-Gli-COO

Metode klasik untuk menentukan komposisi asam amino dikembangkan oleh Stanford Moore dan William Stein. Metode ini dimulai dengan hidrolisis asam, yang biasanya melibatkan penambahan suatu polipepetida dengan HCL 6 N pdasuhu 110 0 C selama 24 jam dalam tabung hampa udara yang disegel. Asam amino dalam hasil campuran ini kemudian dipisahkan dengan kromatografi pertukaran ion, suatu prosedur yang bermodalkan karakteristik ionisasi diferensiasi dari masing-masing asam amino dan pada hidrofobisitas dari rantai sampingnya. Metode ini dimasukkan dalam suatu sistem otomatis (analisator asam amino) yang memisahkan dan kemudian mengkuantifikasikan setiap asam amino dalam suatu campuran. Analisator ini bertindak sebagai perintis dari instrumentasi analisisotomatis (dan dewasa ini terkomputerisasi) yang dewasa ini ditemukan dalam fasilitas perangkat protein.

Pemisahan Moore dan Sistein menggunakn dua kolom kromatografi, salah satu disebut kolom pendek, digunakan untuk melarutkan asam amino dasar dari NH , dan yang lain kolom panjang yang memisahkan asam amino lainnya. Kedua kolom mengandung resinpolistiren sulfonasi yang bermuatan dalam bentuk Na+ 4 (gambar 6.2). Prosedur yang biasa adalah menyesuaikan campuran asam amino dengan pH 2 (asam amino protonasi) sebelum menggunakan suatu sampel kurang dari 1 mg dari campuran pada suatu kolom. Pertukaran kation terjadi jika asam amino terprotonasi (dan NH4 ) berikatan dengan suatu kolom melalui pertukaran kolom dengan Na dan resin bersulfonasi (B dari gambar 6.3). Setiap kolom kemudian dielusi pada pH yang lebih tinggi (yang mempengaruhi ionisasi asam amino) dengan dasar natrium sitrat. Sekarang ion natrium bertukaran dengan asam amino yang kemudian secara selektif dielusi dengan dapar tunggal , dan kolom yang panjang merupakan proses elusi dua langkah. Seperti dinyatakan sebelumnya hidrofobisitas dari tulang punggung resin juga menyumbang pada terjadinya proses pemisahan. Perhatikan gambar 6.4.

Pada sistem yang otomatis, setiap asam amino yang dielusi menjalani suatu reaksi paska kolom dengan reagen ninhidrin pada 100 0 C pada gambar 6.5 yang menghasilkan warna biru tua atau ungu kecuali dengan prolin.

Pada sistem yang otomatis, setiap asam amino yang dielusi menjalani suatu reaksi paska kolom dengan reagen ninhidrin pada 100 0 C pada gambar 6.5 yang menghasilkan warna biru tua atau ungu kecuali dengan prolin.

Prinsip penentuan ini didasarkan pada cara Sanger untuk penentuan urutan asam aminodalam protein insulin yang bebas dari kontaminasi. Cara bertingkat dilakukan sebagai berikut :

  1. Penentuan asam amino C-ujung dan asam amino N-ujung
  2. Pemutusan rantai polipeptida menjadi fragmen peptida dengan rantai yang lebih pendek. Pemutusan rantai dilakukan dengan enzim tripsin. Tripsin menghidrolisis ikatan peptida yang gugus karbonilnya merupakan residu asam amino lisin atau arginin.
  3. Fragmen peptide yang didapat, kemudian dipisahkan satu dari yang lain dengan cara elektroforesis atau kromatografi. Tiap fragmen peptida dihidrolisis sempurna dan asam aminonya ditentukan.
  4. Asam amino C-ujung dan asam amino N-ujung tiap fragmen peptida yang didapat dari pokok 2 ditentukan. Dari data sampai pokok 4 ini, urutan asam amino tiap fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida) dapat ditentukan, sedangkan urutan asam amino peptide yang lebih panjang belum tentu diketahui.
  5. Fragmen peptide yang mempunyai rantai lebih panjang dari tripeptida ( yang didapat dari pokok 2), ditentukan urutan asam aminonya dengan cara Edman, yaitu dengan pereaksi fenilisotiosianat.
  6. Diambil polipeptida asal dan pemotongan rantai menjadi fragmen peptida diulang lagi, tetapi dengan mempergunakan enzim lain, misalnya kimotripsin atau pepsin, atau sianogenbromida. Kimotripsin menghidrolisis ikatan peptide yang gugus karbonilnya berasal dari asam amino fenilalanin, triptofan, atau tirosin.
  7. Pepsin menghidrolisis ikatan peptida yang gugus aminonya berasal dari asam amino fenilalanin, triptofan, tirosin, leusin, asam aspartat, dan asam glutamat. Sianogenbromida memyerang ikatan peptida yang gugus karbonilnya berasal dari metionin.
  8. Dengan cara membandingkan komposisi asam amino dan asam amino N-ujung serta Cujung dari fragmen yang dihasilkan kedua cara hidrolisis tersebut, maka urutan yang benar sisa asam amino dalam polipeptidaasaldapat ditentukan (Wirahadikusumah,2012)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Protein. (http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 1O Mei 2015.

Anonim. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Sehari-hari. (http://www.blogger.com)

diakses tanggal 10 Mei 2015

http://lms.aau.ac.id/library/ebook/U_10292_03/files/res/downloads/download_0424.pdf .

diakses tanggal 10 Mei 2015

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%206.pdf . diakses tanggal 10

Mei 2015

Kamal, M. 1991. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak, Yogyakarta:

UGM-Press

Sudarmaji, S, dkk. 1989.Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Penerbit Liberty:

Yogyakarta.

Sudjadi, A. dan Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan cetakan I.Yogyakarta: Yayasan

Farmasi Indonesia.

Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga: Jakarta.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.

Wirahadikusumah, Muhammad. 2012. Biokimia. Bandung: Penerbit ITB.