Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Hai Sobat Zenius! Elo tahu kan kalau Belanda pernah menjajah negara kita dalam waktu yang sangat lama. Bahkan setelah Indonesia merdeka, Belanda sempat beberapa kali datang kembali dan menyerang Indonesia. Betah banget ya mereka bolak-balik ke Indonesia. Ada apa sih sebenarnya dengan Indonesia sampai-sampai Belanda susah banget nih move on dari negara kita? 

Show

Nah, salah satu peristiwa penyerangan kembali Belanda di Indonesia adalah Agresi Militer 2 Belanda. Kali ini gue mau ngajak elo buat cari tahu lebih dalam tentang peristiwa ini. So, simak terus ya!

Latar Belakang Agresi Militer Belanda 2

Setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda sempat beberapa kali kembali melakukan penyerangan ke Indonesia. Peristiwa ini disebut dengan Agresi Militer Belanda. Penyerangan yang dilakukan oleh Belanda ini nggak cuma sekali lho Sobat Zenius, melainkan dilakukan sebanyak dua kali. 

Agresi Militer Belanda I atau Operatie Product terjadi pada tanggal 21 Juli sampai 5 Agustus 1947. Cukup lama juga ya guys, kelihatannya memang Belanda ini nggak gampang menyerah.

Nah, setelah gagal dengan Agresi Militer pertama akhirnya Belanda datang lagi untuk melakukan Agresi Militer Belanda 2 atau Operatie Kraai alias Operasi Gagak.

Hah? Kok dinamakan Operasi Gagak ya? Jadi, ada alasannya guys. Agresi Militer 2 diberi nama Operasi Gagak karena dimulai dengan pelepasan pasukan penerjun dengan kondisi waktu Yogyakarta yang masih gelap, jadi diumpamakan sebagai gagak, gitu ceritanya.

Terus kapan terjadinya Agresi Militer 2? Agresi Militer Belanda 2 terjadi pada tanggal tanggal 19-20 Agustus 1948. Kenapa ya Belanda ngotot banget bolak-balik cuma buat nyerang Indonesia? 

Baca Juga: Latar Belakang dan Kronologi Perang Dunia 2 – Materi Sejarah Kelas 11 

Penyebab Agresi Militer Belanda 2

Di atas tadi gue udah ngasih tahu ke elo kalau Agresi Militer 2 Belanda terjadi pada tanggal 19-20 Desember 1948. Dimulai dengan pasukan Belanda yang sengaja diturunkan pertama kali yaitu tanggal 19 Desember di Yogyakarta.

Kira-kira apa ya alasan Belanda melakukan Agresi Militer di Yogyakarta? Jawabannya adalah karena pada saat itu Yogyakarta merupakan ibukota Indonesia. Nah, lalu apa sih yang membuat Belanda melakukan penyerangan kepada Indonesia lewat Agresi Militer 2?

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?
Cuplikan Video Latar Belakang Agresi Militer Belanda 2 (Arsip Zenius)

Penyebab Agresi Militer Belanda 2 masih ada kaitannya dengan Perjanjian Renville. Dapat dikatakan setelah Belanda dan Indonesia menandatangani Perjanjian Renville bukannya berdamai namun kedua belah pihak malah merasa saling curiga satu sama lain. Mereka saling klaim kalau salah satu pihak mengkhianati hasil perundingan. Terus, Belanda juga merasa bahwa isi perjanjian Renville lebih banyak menguntungkan Indonesia. Alasan tersebut menjadikan Belanda kembali melancarkan agresi militer keduanya pada 19-20 Desember 1948.

Kalau elo mau lebih dalam tentang penyebab Agresi Militer Belanda 2, elo bisa klik banner di bawah, ya!

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Kronologi Agresi Militer Belanda 2

Dalam Agresi Militer 2 Belanda, pasukan Belanda pada awalnya menyerang Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta secara tiba-tiba melalui udara. Sangat disayangkan pada waktu itu Belanda dapat dengan cepat melumpuhkan Pangkalan Udara Maguwo yang kemudian membuat Belanda dapat menguasai Yogyakarta.

Setelah berhasil menguasai Yogyakarta, kemudian Belanda menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan beberapa pejabat Indonesia. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan beberapa pejabat Indonesia yang tertangkap kemudian diterbangkan untuk diasingkan di Bangka. 

Namun, ternyata presiden kita saat itu, yaitu Presiden Soekarno, sudah punya perkiraan nih kalau cepat atau lambat Belanda bakal melakukan penyerangan. Sehingga beliau sudah membuat rencana. Yaitu, membuat surat kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat sementara yaitu Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat, dengan tujuan agar Indonesia akan terus menyusun strategi untuk melawan Belanda.

Presiden Soekarno juga sudah membuat rencana cadangan seandainya pemerintahan darurat yang dibentuk ini gagal menjalankan tugas pemerintahan. 

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?
Syafruddin Prawiranegara (Sumber Wikimedia Commons)

PDRI yang diketuai oleh Syarifuddin Prawiranegara terus menyusun sejumlah perlawanan terhadap Belanda. Yaitu dengan membentuk lima wilayah pemerintahan militer di Sumatera yakni di Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan, serta dibantu pula oleh berbagai laskar yang ada di Jawa. Keren banget kan guys kerjasama yang dilakukan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan? 

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?
Agresi Militer Belanda 2 (Sumber Wikimedia Commons)

Dampak Agresi Militer 2 Belanda

Agresi Militer 2 tersebut tentu saja menimbulkan dampak, di antaranya adalah:

  1. Belanda mendapatkan kecaman dari dunia Internasional karena terus menerus dengan gencar menyerang Indonesia, yang mengakibatkan PBB mendesak Belanda untuk membebaskan para pemimpin yang ditangkap dan kembali memenuhi Perjanjian Renville. 
  2. Terbentuknya pemerintah darurat Republik Indonesia (PDRI) yang sampai akhir membuktikan kuatnya kekuasaan Indonesia. Hal ini sekaligus membuktikan pada dunia Internasional bahwa Republik Indonesia masih ada.
  3. TNI melakukan perlawanan dengan cara gerilya, yang baru berakhir setelah ditandatanganinya Perjanjian Roem-Royen, yang menjadi tanda berakhirnya Agresi Militer 2 Belanda, yaitu pada tanggal 7 Mei 1949. 

Baca Juga: Latar Belakang dan Tokoh Agresi Militer Belanda I – Materi Sejarah Kelas 11

Contoh Soal Agresi Militer 2 dan Pembahasannya

Nah, setelah membaca tentang Agresi Militer II, sekarang coba deh elo jawab beberapa pertanyaan ini untuk melatih pemahaman terkait materi tersebut!

  1. Agresi Militer Belanda 2 dilatarbelakangi adanya perjanjian ….

A. Linggarjati.

B. Renville.

C. Roem-Royen.

D. PBB.

E. Restorasi.

Jawaban: B. Renville

Pembahasan: Agresi Militer Belanda 2 dilatarbelakangi oleh dilanggarnya perjanjian Renville oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.

2. Agresi Militer Belanda 2 membawa dampak dibentuknya PDRI yang diketuai oleh ….

A. Presiden Soekarno

B. Moh. Hatta

C. Syarifuddin Prawiranegara

D. AA. Maramis

E. Soedarsono

Jawaban: C. Syarifuddin Prawiranegara

Pembahasan: Presiden Soekarno memberi kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat sementara yaitu Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. 

Nah, itu tadi guys informasi yang gue bagi ke elo tentang Agresi Militer Belanda. Tenang, kalau elo masih pengen ngulik lebih dalem lagi, elo bisa banget kok akses aplikasi Zenius. Elo bisa dapet banyak informasi, nggak cuma Sejarah aja tapi juga ada Matematika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, Sosiologi, Ekonomi, Bahasa Inggris, Kimia, dan banyak lagi fitur-fitur yang bakal bikin elo lebih cerah. Jadi tunggu apalagi? Buruan daftar!

Baca Juga: Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia – Materi Sejarah Kelas 11

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia ketika itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan sebagian tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksi susunannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu dipilihkan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diselenggarakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio selang dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada semua tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dikata "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilaksanakan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit selanjutnya. Dia melaksanakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat digunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang selanjutnya diketahui untuk Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini untuk "Sikap yang dibuat Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri atas 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, adalah sebagian senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat masih dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlanjut lebih kurang 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Lebih kurang pukul 9.00, semua 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, semua daya Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bangung ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa selang lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilaksanakan sejak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman ditemani oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi hingga siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, berakhir Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak berada. Aci Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN untuk wakil PBB. Setelah dipungut suara, nyaris semua Menteri yang benar mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Sesuai dengan rencana yang telah disediakan oleh Dewan Siasat, adalah basis pemerintahan sipil akan diproduksi susunan di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden menciptakan surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang masih berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau dinaikkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini selanjutnya diketahui dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi susunan surat untuk Duta Akbar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang masih berada di New Delhi.

Empat Menteri yang berada di Jawa namun masih berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada semua Gubernur Militer I, II dan III, semua Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pimpinan republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa sasaran yang jelas. Selama di perjalanan dengan memanfaatkan pesawat pembom B-25 milik tingkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah sasaran pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pimpinan republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pimpinan republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk selanjutnya diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Tingkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dilindungi truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman mesti ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari sebagian desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selangku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang selanjutnya diketahui untuk Perintah Siasat No 1 Salah satu isi isinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang bersumber dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga semua Pulau Jawa akan dijadikan medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang mesti melaksanakan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah dipilihkan di Jawa Barat. Perjalanan ini diketahui dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang diduduki Belanda ketika itu, dan pada berakhir sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 2

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia ketika itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan sebagian tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksi susunannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu dipilihkan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat disediakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio selang dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dikata "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilaksanakan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit selanjutnya. Dia melaksanakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang selanjutnya diketahui untuk Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini untuk "Sikap yang dibuat Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri atas 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, adalah sebagian senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat masih dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlanjut lebih kurang 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Lebih kurang pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh daya Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bangung ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa selang lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilaksanakan sejak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman ditemani oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi hingga siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, berakhir Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak berada. Aci Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN untuk wakil PBB. Setelah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang benar mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Sesuai dengan rencana yang telah disediakan oleh Dewan Siasat, adalah basis pemerintahan sipil akan diproduksi susunan di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden menciptakan surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang masih berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau dinaikkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini selanjutnya diketahui dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi susunan surat untuk Duta Akbar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang masih berada di New Delhi.

Empat Menteri yang berada di Jawa namun masih berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pimpinan republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan memanfaatkan pesawat pembom B-25 milik tingkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pimpinan republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pimpinan republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk selanjutnya diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Tingkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dilindungi truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman mesti ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari sebagian desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selangku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang selanjutnya diketahui untuk Perintah Siasat No 1 Salah satu isi isinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang bersumber dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan dijadikan medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang mesti melaksanakan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah dipilihkan di Jawa Barat. Perjalanan ini diketahui dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang diduduki Belanda ketika itu, dan pada berakhir sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 3

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia ketika itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan sebagian tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksi susunannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu dipilihkan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diselenggarakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio selang dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada semua tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dikata "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai berisi keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilaksanakan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit selanjutnya. Dia melaksanakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat digunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang selanjutnya diketahui untuk Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini untuk "Sikap yang dibuat Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri atas 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, merupakan sebagian senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat masih dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran menduduki Maguwo hanya berlanjut bertambah kurang 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Bertambah kurang pukul 9.00, semua 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, semua daya Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bangung ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa selang lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilaksanakan sejak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman ditemani oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi hingga siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, berakhir Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak berada. Aci Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN untuk wakil PBB. Setelah dipungut suara, nyaris semua Menteri yang benar mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Sesuai dengan rencana yang telah disediakan oleh Dewan Siasat, merupakan basis pemerintahan sipil akan diproduksi susunan di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden menciptakan surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang masih berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau dinaikkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini selanjutnya diketahui dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi susunan surat untuk Duta Akbar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang masih berada di New Delhi.

Empat Menteri yang berada di Jawa namun masih berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap merupakan Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada semua Gubernur Militer I, II dan III, semua Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri merupakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pimpinan republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa sasaran yang jelas. Selama di perjalanan dengan memanfaatkan pesawat pembom B-25 milik tingkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah sasaran pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pimpinan republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pimpinan republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk selanjutnya diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Tingkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dilindungi truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang bertambah 1000 kilometer di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman mesti ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari sebagian desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selangku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang selanjutnya diketahui untuk Perintah Siasat No 1 Salah satu inti intinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang bersumber dari daerah-daerah federal merupakan ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga semua Pulau Jawa akan dijadikan medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang mesti melaksanakan wingate merupakan pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah dipilihkan di Jawa Barat. Perjalanan ini diketahui dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang diduduki Belanda ketika itu, dan pada berakhir sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kealpaan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kealpaan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kealpaan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 4

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia ketika itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan sebagian tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksi susunannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu dipilihkan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diselenggarakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio selang dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada semua tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dikata "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai berisi keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilaksanakan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit selanjutnya. Dia melaksanakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat digunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang selanjutnya diketahui untuk Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini untuk "Sikap yang dibuat Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri atas 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, merupakan sebagian senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat masih dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran menduduki Maguwo hanya berlanjut bertambah kurang 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Bertambah kurang pukul 9.00, semua 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, semua daya Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bangung ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa selang lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilaksanakan sejak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman ditemani oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi hingga siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, berakhir Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak berada. Aci Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN untuk wakil PBB. Setelah dipungut suara, nyaris semua Menteri yang benar mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Sesuai dengan rencana yang telah disediakan oleh Dewan Siasat, merupakan basis pemerintahan sipil akan diproduksi susunan di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden menciptakan surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang masih berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau dinaikkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini selanjutnya diketahui dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi susunan surat untuk Duta Akbar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang masih berada di New Delhi.

Empat Menteri yang berada di Jawa namun masih berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap merupakan Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada semua Gubernur Militer I, II dan III, semua Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri merupakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pimpinan republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa sasaran yang jelas. Selama di perjalanan dengan memanfaatkan pesawat pembom B-25 milik tingkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah sasaran pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pimpinan republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pimpinan republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk selanjutnya diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Tingkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dilindungi truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang bertambah 1000 kilometer di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman mesti ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari sebagian desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selangku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang selanjutnya diketahui untuk Perintah Siasat No 1 Salah satu inti intinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang bersumber dari daerah-daerah federal merupakan ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga semua Pulau Jawa akan dijadikan medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang mesti melaksanakan wingate merupakan pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah dipilihkan di Jawa Barat. Perjalanan ini diketahui dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang diduduki Belanda ketika itu, dan pada berakhir sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kealpaan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kealpaan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kealpaan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 5

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 6

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 7

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 8

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 9

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai berisi keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran menduduki Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa diantaranya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan diproduksi di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilakukan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 10

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dihasilkannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai mengandung keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 diterapkan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melewati Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan mencetuskan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap seluruh wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran mendiami Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa ditengahnya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah diterapkan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dihasilkan di Sumatera, karenanya Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dihasilkan surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap yaitu Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat diterapkan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal yaitu ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate yaitu pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Pustaka

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Pustaka

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 11

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dihasilkannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai mengandung keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 diterapkan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melewati Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan mencetuskan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap seluruh wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran mendiami Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa ditengahnya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah diterapkan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dihasilkan di Sumatera, karenanya Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dihasilkan surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap yaitu Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat diterapkan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal yaitu ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate yaitu pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Pustaka

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Pustaka

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 12

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai berisi keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran menduduki Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa diantaranya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan diproduksi di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilakukan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 13

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 14

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 15

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 16

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, elok di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, binatang, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah bersesuaian erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 17

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai berisi keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran menduduki Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa diantaranya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan diproduksi di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilakukan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 18

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dihasilkannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai mengandung keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 diterapkan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melewati Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan mencetuskan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap seluruh wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran mendiami Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa ditengahnya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah diterapkan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dihasilkan di Sumatera, karenanya Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dihasilkan surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap yaitu Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat diterapkan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal yaitu ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate yaitu pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Pustaka

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Pustaka

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 19

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dihasilkannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tsb dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapat parasut mereka dan memulai mengandung keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 diterapkan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melewati Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan mencetuskan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap seluruh wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran mendiami Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa ditengahnya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah diterapkan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dihasilkan di Sumatera, karenanya Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dihasilkan surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap yaitu Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat diterapkan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tsb menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal yaitu ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate yaitu pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Pustaka

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Pustaka

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 20

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia masa itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh pautannya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan diproduksinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota supaya tidak jauh dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio sela dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera sbg memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai berisi keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, disertai oleh Jenderal Spoor 15 menit akhir. Dia memperagakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil menempuh Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang akhir dikenal sbg Serangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sbg "Tindakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam kondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkeras dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran menduduki Maguwo hanya berlanjut sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai memperagakan usaha ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah pautan di Jawa diantaranya di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan semenjak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam kondisi sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI pautannya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala probabilitas yang dapat terjadi, akhir-akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan sbg tidak meninggalkan Ibukota. Tentang hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak masuk. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu dapat mengadakan komunikasi dengan KTN sbg wakil PBB. Sesudah dipungut suara, nyaris seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan diproduksi di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang terletak di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa beliau diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini akhir dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, sbg menjaga probabilitas bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diproduksi surat sbg Duta Akbar RI sbg India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang terletak di New Delhi.

Empat Menteri yang hadir di Jawa namun sedang terletak di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui tentang Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara sbg membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilakukan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pimpinan Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik sbg berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta sbg diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, sbg akhir diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan terletak dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta sbg memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang semakin 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam kondisi sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang akhir dikenal sbg Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Pekerjaan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke balik garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang lapang.

Salah satu pasukan yang harus memperagakan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditentukan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII telah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang direbut Belanda masa itu, dan pada akhir-akhirnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan tentang hal ini.

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks sbg ref bernama KahinSEA90

Referensi

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat juga

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 21

AGM-65 Maverick
Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

AGM-65 Maverick
Spesifikasi umum
Jenis{{{type}}}
VarianAGM-65A/B, AGM-65D, AGM-65G, AGM-65E, AGM-65F
PembuatHughes Aircraft Corporation, Raytheon Corporation
Negara Amerika Serikat
Harga per unit• 17.000 dolar AS (A/B)• 122.230 dolar AS (D/G)

• 152.491 dolar AS (E/F)

Mulai dipakaiAgustus 1972 (A/B)Februari 1986 (D/G)

1989 (E/F)

Spesifikasi teknis
MesinThiokol TX-481 motor roket berbahan bakar padat berpendorong ganda
Berat• 207,9 kg (A/B)• 218,25 kg (D)• 301,5 kg (G)• 286 kg (E)

• 301,5 kg (F)

Panjang2,55 m
Diameter30,48 cm
Bentang sayap71,12 cm
Kecepatan1.150 km/jam
Jangkauan27 kilometer (ketinggian tinggi), 13 kilometer (ketinggian rendah)
Hulu ledak• 56,25 kg (A/B)• 135 kg (G) pemicu dengan interval; peledak kuat• 56,25 kg (E)

• 135 kg (F) pemicu dengan interval; peledak kuat

Sistem pemanduelektro-optik (A,B,H,J,K), pembidik inframerah (D,F,G), pembidik laser (E)
Platform peluncuranpesawat
?

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

AGM-65 Maverick yaitu suatu peluru kendali udara ke darat yang dirancang sebagai kebutuhan dukungan udara. Rudal ini efektif dipakai sebagai banyak target seperti kendaraan lapis baja, pertahanan udara, kapal dan sarana prasarana darat pautan. Maverick memiliki struktur silindris dan memiliki ujung yang terbuat dari gelas sebagai pemandu elektro-optik atau seng sulfida sebagai pemandu inframerah, sayap benar struktur delta serta hulu ledak yang terletak di bagian tengah. Pada A-10 Thunderbolt, F-15E dan F-16, sebanyak 6 Maverick mampu dibawa yang ditaruh di bawah sayap. Maverick bersifat tembak dan lupakan, sehingga pilot mampu segera melakukan gerakan manuver atau menyerang target pautan karena rudal akan mencari targetnya sendiri secara otomatis.

Model AGM-65F yang digunakan oleh AL-AS memiliki pemandu inframerah. (136 kg). AGM-65 memiliki dua jenis hulu ledak yaitu yang memiliki pemicu kontak di ujung dan yang memiliki pemicu dengan interval yang menembus target dengan energi kinetik sebelum meledak. Model terakhir lebih efektif sebagai target yang keras dan akbar. Sistem mesin sebagai kedua model memakai motor roket berbahan bakar padat.

Daftar pokok

  • 1 Varian
  • 2 Spesifikasi
  • 3 Pengguna
  • 4 Tautan luar

Varian

Beberapa varian dari rudal AGM 65 Maverick ditengahnya

AGM-65A

Memiliki pemandu elektro-optik . Setelah kubah pelindung dicabut dan sirkuit videonya diaktifkan, tampilan yang dilihat dan diteliti oleh sistem pemandu akan muncul di layar kokpit. Pilot kemudian memilih target, mengunci target kemudian rudal ditembakkan.

AGM-65B

Mirip dengan model A dengan pengembangan pada sistem televisinya yang memungkinkan pilot sebagai memperbesar layar (zoom) sebagai mengidentifikasi target yang kecil.

AGM-65D

Memiliki pemandu inframerah , yang memungkinkan penggunaan pada malam hari atau cuaca buruk, pembidik inframerahnya juga mampu melacak panas yang dihasilkan oleh target.

AGM-65E

Memiliki pemandu laser yang digunakan korps marinir. Rudal akan melacak laser yang dipantulkan. Bila pantulan laser tidak lagi dideteksi, rudal akan terbang melewati target dan tidak akan meledak.

AGM-65F

Memiliki 136 kg hulu ledak yang digunakan oleh angkatan laut serta pemandu elektro-optik yang dioptimalkan sebagai target kapal.

AGM-65G

Mirip dengan model D, tetapi memiliki hulu ledak berat dibandingkan dengan model A, B dan D yang shaped-charge.

Spesifikasi

Spesifikasi teknis Rudal AGM 65 Maverick

  • Mesin : Thiokol TX-481 dengan motor roket berbahan bakar padat berpendorong ganda
  • Berat :
    • 207,9 kg (AGM 65A/B)
    • 218,25 kg (AGM 65D)
    • 301,5 kg (AGM 65G)
    • 286 kg (AGM 65E)
    • 301,5 kg (AGM 65F)
  • Panjang : 2,55 meter
  • Diameter : 30,48 cm
  • Bentang sayap : 71,12 cm
  • Kecepatan : 1.150 km/jam
  • Jangkauan :
    • 27 kilometer ( ketinggian tinggi )
    • 13 kilometer ( ketinggian rendah )
  • Hulu ledak :
    • 56,25 kg (AGM 65A/B)
    • 135 kg (AGM 65G)
    • 56,25 kg (AGM 65E)
    • 135 kg (AGM 65F)
  • Sistem pemandu :elektro-optik, inframerah dan laser
  • Platform : Pesawat

Pengguna

Angkatan udara AS pertama kali menerima Maverick pada Agustus 1972. Rudal AGM-65 dipakai oleh F-16 Fighting Falcon dan A-10 Thunderbolt II selama Perang Teluk tahun 1991. Maverick berperan akbar dalam penghancuran kekuatan militer Irak dalam Perang Teluk. Peluncur Maverick LAU-117 digunakan oleh angkatan laut dan angkatan udara AS berikut:

Beberapa negara pautan yang menggunakannya selang lain:

  • Royal Cairan Force Harrier GR7
  • Republic of Korea Cairan Force A-50
  • TNI-Angkatan Udara F-16 A/B Block 15 OCU
  • Luftwaffe Panavia Tornado
  • Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?
    Yugoslav (sekarang Soko J-22 Orao

Tautan luar

  • (Inggris) Raytheon (Hughes) AGM-65 Maverick - Designation Systems
  • (Inggris) AGM-65 Maverick

edunitas.com


Page 22

Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia waktu itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan sebagian tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini mengakibatkan diwujudkan bangunnya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Serangan Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet menyelenggarakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pemimpin negara tetap tinggal dalam kota supaya dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik bisa diadakan.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio selang dari Jakarta menyebutkan, bahwa esok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang sudah berbulan-bulan menyediakan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi untuk semua tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir mendapatkan parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kesudahan. Dia menerapkan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pemimpin Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Samudra Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan sudah bisa digunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan mencetuskan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua kawasan Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kesudahan dikenal sebagai Serangan Militer Belanda II sudah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan serangan militer ini sebagai "Gerakan Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu sebagian senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlanjut lebih kurang 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo sudah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tidak satu pun jatuh korban.

Lebih kurang pukul 9.00, semua 432 anggota pasukan KST sudah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, semua daya Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pemimpin Kolonel D.R.A. van Langen sudah terkumpul di Maguwo dan mulai berkampanye ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa selang lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan sudah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera sesudah mendengar berita bahwa tentara Belanda sudah memulai serangannya, Panglima Luhur Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pemerintahan Darurat

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri untuk Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet menyelenggarakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Sesudah mempertimbangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi, akibatnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berupaya membujuk supaya tinggal dalam kota, tapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden turut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak aci. Sah Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota supaya selalu bisa mengadakan komunikasi dengan KTN sebagai wakil PBB. Sesudah dipungut suara, hampir semua Menteri yang mempunyai mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Berdasarkan dengan rencana yang sudah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan diwujudkan bangun di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan untuk Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang tidak kekurangan di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat untuk Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa dia diangkatkan sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kesudahan dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga diwujudkan surat untuk Duta Luhur RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang tidak kekurangan di New Delhi.

Empat Menteri yang aci di Jawa namun sedang tidak kekurangan di luar Yogyakarta sehingga tidak turut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat untuk Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak bisa dilaksanakan, supaya dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut menyelenggarakan rapat dan hasilnya disampaikan untuk semua Gubernur Militer I, II dan III, semua Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan untuk 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pengasingan Pemimpin Republik

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik tingkatan udara Belanda, tidak satupun yang kenal arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah sesudah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tapi tidak disampaikan untuk para pemimpin republik. Sesudah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk kesudahan diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Tingkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) dikurangi di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan diawasi truk bermuatan tentara Belanda dan tidak kekurangan dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Gerilya

Sesudah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman wajib ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Sesudah berpindah-pindah dari sebagian desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, antaraku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kesudahan dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok pokoknya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang bersumber dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga semua Pulau Jawa akan diwujudkan menjadi medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang wajib menerapkan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang sudah dikuatkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka bergabung dengan DI/TII karena NII sudah memproklamirkan kemerdekaannya pada wilayah-wilayah yang ditempati Belanda waktu itu, dan pada akibatnya sejarah mencatat dengan ketidakjelasan mengenai hal ini.

Pustaka

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA94
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA89
  3. ^ Kahin (2003), p. 96
  4. ^ Darusman (1992), p. 63
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA90

Pustaka

  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Script error
  • Operation Kraai (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Lihat pula

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

edunitas.com


Page 23

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan isi (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan akrab dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 24

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan isi (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan akrab dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 25

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan isi (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan akrab dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com


Page 26

Apa yang dimaksud dengan Agresi Militer Belanda 2?

Usaha tani seringkali membutuhkan modal akbar untuk menekan risiko gangguan dunia, seperti pembuatan tudung plastik raksasa ini.

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau segi lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah metode pandang ekonomi untuk usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi mendapat keuntungan dengan mengelola bidang budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, ronde pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diresap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Aktivitas yang dipekerjakan budidaya merupakan isi (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri aktivitas yang dipekerjakan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, aktivitas yang dipekerjakan ini dikata pertanian subsisten, dan merupakan aktivitas yang dipekerjakan agribisnis sangat primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja sebab pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan akrab dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Lihat pula

  • Pertanian
  • Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian - Departemen Pertanian RI
  • FAO

Pranala luar

  • (Indonesia) Departemen Pertanian Republik Indonesia
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Ditjen PPHP - Deptan RI
  • (Indonesia) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
  • (Indonesia) artikel mengenai ekonomi rakyat

edunitas.com