Apa peristiwa yang terjadi pada cerita Kali Gajah Wong

Buat yang tinggal di Yogyakarta, kamu tentu sudah nggak asing lagi sama cerita asal usul Kali Gajah Wong. Kalau belum tahu, tak perlu khawatir, kamu bisa menyimak kisah serunya di artikel ini.

Ada banyak legenda asal usul atau cerita rakyat yang berasal dari Yogyakarta, misalnya saja Roro Jonggrang dan Kali Gajah Wong. Kamu mungkin sudah familier dengan cerita Roro Jonggrang, lantas bagaimana dengan cerita asal usul Kali Gajah Wong? Sudah pernahkah kamu membacanya?

Secara singkat, legenda ini mengisahkan tentang asal usul penamaan Kali Gajah Wong alias sungai yang terletak di Yogyakarta. Sungai tersebut dulunya merupakan tempat seorang abdi dalem Kerajaan Mataram memandikan gajah milik sultan.

Lantas, ada apa gerangan hingga sungai itu diberi nama Gajah Wong? Kalau kamu penasaran, mending simak langsung saja cerita asal usul Kali Gajah Wong beserta unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya berikut!

Apa peristiwa yang terjadi pada cerita Kali Gajah Wong

Alkisah, pada zaman dahulu, berdirilah Keraton Mataram yang sangat megah di Kotagede. Lebih tepatnya berada 7 kilometer arah tenggara dari Kota Yogyakarta.

Sultan Agung adalah pemimpin Kerajaan Mataram. Ia memiliki ribuan prajurit, termasuk pasukan berkuda dan pasukan gajah. Tak hanya itu saja, Sultan Agung juga memiliki banyak abdi dalem yang setia. Satu di antaranya adalah Ki Sapa Wira.

Setiap pagi, Ki Sapa Wira memandikan gajah milik Sultan Agung yang bernama Kyai Dwipangga. Ia selalu memandikan Kyai Dwipangga dengan lembut di sungai dekat Keraton Mataram. Karenanya, gajah dari Negeri Siam ini sangat menurut dan halus kepada Ki Sapa Wira.

Pada suatu hari, Ki Sapa Wira tak bisa memandikan Kyai Dwipangga. Sebab, tangannya sedang sakit, sehingga ia tak bisa bergerak bebas. “Aduh, bagaimana ini. Aku tak akan bisa memandikan Kyai Dwipangga dengan bersih bila tanganku sakit,” ucapnya kesal.

Ki Kerti Peyok. adik ipar Ki Sapa Wira, yang mendengarkan keluhan kakaknya itu pun berucap, “Kenapa, Mas? Ada apa kok Mas tampak sedih?”.

Nama asli Ki Kerti Peyok adalah Ki Kerti Kertayuda. Ia terkena penyakit polio sejak lahir, sehingga kalau berjalan meliuk-meliuk pincang alias peyok dalam istilah bahasa Jawa. Karenanya, orang-orang memanggilnya Ki Kerti Peyok.

“Begini Adikku, tanganku sakit terkena pisau, sehingga aku tak bisa memandikan Kyai Dwipangga. Aku harus bagaimana?” ucap Ki Wira sedih.

“Kalau begitu, bagaimana kalau aku saja yang menggantikanmu memandikan gajah milik Sultan Agung, Mas?” tanya Ki Kerti Peyok yang ingin membantu kakaknya.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya Ki Wira menjawab, “Baiklah. Aku sangat berterima kasih bila kau mau membantuku. Perlakukanlah Kyai Dwipangga dengan lembut. Bila ia tak mau berendam di sungai, tepuk saja perlahan kaki belakangnya dan tarik buntunya.”

Ki Kerti Peyok Memandikan Gajah

Setelah mendengar perkataan kakaknya, Ki Kerti Peyok lalu menggambil Kyai Dwipangga di Keraton Mataram. Ia lalu menggiringnya ke sungai.

Baru kali ini Ki Kerti Peyok memandikan gajah. Sebenarnya, ia agak terkejut dengan badan Kyai Dwipangga yang teramat besar dan gagah.

“Ternyata tubuhmu dua kali lipat lebih besar dari seekor kerbau. Tapi tak mengapa, aku pasti bisa memandikanmu,” ucap Ki Kerti Peyok.

Lalu, ia mulai memandangi dengan seksama tubuh Kyai Dwipangga. Dalam hati ia berkata,”Hmm, tubuhmu sebenarnya bersih sekali, belalai panjangmu juga bersih. Apalagi gadingmu, tampak putih mengkilat. Pandai sekali kakakku dalam membersihkanmu.”

Sebelum memandikannya, Ki Kerti memberikan dua buah kelapa muda untuk sarapannya. “Nih, ambillah dua kelapa ini untuk makan pagi. Kau pasti lapar setelah berjalan cukup jauh menuju ke sungai ini,” ucap Ki Kerti.

Dengan cepat, Kyai Dwipangga membelah dua butir kelapa itu dengan belailainya. Ia sangat lahap memakan kelapa.

“Wah, kamu benar-benar kelaparan, ya? Dua kelapa langsung kau lahap begitu saja. Sekarang saatnya kau untuk mandi,” ucap Ki Kerti.

Ki Kerti lalu menepuk dengan pelan kaki belakang Kyai Dwipangga. Ia juga menarik ekornya dengan pelan agar gajah itu mau berendam. Setelah itu, ia menggosok-gosok badan Kyai Dwipangga dengan lembut.

Setelah bersih, ia menggiring Kyai ke tempat panas agar badannya cepat kering. Ketika hari mulai sore, Ki Kerti membawa pulang Kyai Dwipangga ke keraton. Kemudian, ia pulang ke rumah dan melapor pada Ki Sapa Wira.

“Mas, gajahnya sudah kumandikan sampai bersih,” ucap Ki Kerti.

“Baiklah, terima kasih Ki Kerti. Ini aku berikan sedikit upah untukmu,” jawab Ki Sapa Wira seraya memberikan uang.

Ki Sapa Wira Belum Sembuh

Keesokan harinya, rupanya tangan Ki Sapa Wira belum sembuh. Ia lalu meminta bantuan kepada Ki Kerti untuk memandikan Kyai Dwipangga lagi hari ini.

“Ki Kerti, maukah kau menolongku lagi untuk memandikan Kyai Dwipangga hari ini? Tanganku masih belum sembuh,” pintanya.

Tanpa pikir panjang, Ki Kerti langsung menerima permintaan kakaknya itu. Hanya saja, cuaca hari ini berbeda dengan kemarin. Langit terlihat sangat mendung.

Tak mengindahkan cuaca, Ki Kerti tetap membawa Kyai Dwipangga menuju ke sungai. Sayangnya, sungai yang kemarin ia datangi tampak dangkal karena airnya surut. Karena itu, ia mengajak Kyai Dwipangga ke tengah sungai yang tak begitu dalam.

“Hmm, aku lebih baik memandikan Kyai di sini saja. Airnya tak begitu dalam meskipun aku berada di tengah-tengah sungai. Memang Kanjeng Sultan orang aneh. Kenapa ia mewajibkan memandikan gajahnya di sungai sekecil ini,” ucap Ki Kerti dalam hati.

Ia mulai menggosok-gosok bada Kyai Dwipangga. Tiba-tiba saja, hujan turun dengan derasnya. Tanpa ia sadari, banjir bandang datang dari arah utara. Ki Kerti Peyok da Kyai Dwipangga tak kuasa menahan derasnya arus kali.

“Tolong! Tolong!” teriak Ki Kerti Peyok sambil melambai-lambaikan tangannya. Karena hujan sangat deras, tak ada satu pun yang mendengar suaranya. Ki Kerti Peyok dan Kyai Dwipangga pun hanyut hingga ke Laut Selatan.

Mereka pun mati karena tak ada yang memberikan pertolongan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, Sultan Agung menamai sungai itu Kali Gajah Wong karena telah menghanyutkan gajah dan orang.

Baca juga: Kisah Suri Ikun dan Dua Burung Beserta Ulasan Menariknya, Dongeng Adik Bungsu yang Dibenci oleh Kakak-Kakaknya

Unsur Intrinsik

Cerita asal usul Kali Gajah Wong cukup menarik, bukan? Sekarang, saatnya kamu mengulik tentang unsur intrinsiknya. Mulai dari tema hingga pesan moral, berikut uraiannya;

1. Tema

Tema cerita legenda ini adalah tentang asal usul terbentuknya Kali Gajah Wong. Lebih tepatnya, tentang seorang adik dari abdi dalem keraton dan gajah milik Sultan yang hanyut terbawa arus sungai hingga ke Laut Selatan.

2. Tokoh dan Perwatakan

Apa peristiwa yang terjadi pada cerita Kali Gajah Wong
Instagram – anikmlskh

Ada beberapa tokoh utama dalam cerita asal usul Kali Gajah Wong, yaitu Ki Sapa Wira dan Ki Kerti Peyok. Keduanya merupakan tokoh protagonis yang mewarnai keseruan kisah ini.

Dalam cerita asal usul Kali Gajah Wong tak terdapat tokoh antagonis. Sementara tokoh pendamping dalam cerita ini adalah Sultan Agung.

3. Latar

Cerita asal usul Kali Gajah Wong menggunakan beberapa latar tempat. Sebut saja Keraton Mataram, rumah Ki Sapa Wira, sungai dekat keraton, dan Laut Selatan.

4. Alur Cerita Legenda Asal Usul Kali Gajah Wong

Alur cerita legenda ini adalah maju. Kisahnya bermula dari abdi dalem keraton, Ki Sapa Wira, yang biasa memandikan gajah milik Sultan Agung mengalami cedera pada tangannnya.

Kemudian, adik ipar Ki Sapa Wira, Ki Kerti Peyok menawarkan diri untuk membantu memandikan gajah yang bernama Kyai Dwipangga itu. Tentu saja, Ki Sapa Wira senang dengan bantuan tersebut.

Hari pertama Ki Kerti Peyok memandikan Kyai Dwipangga berjalan lancar. Namun, hari berikutnya nasib nahas merenggut mereka. Meski langit tampak mendung, Ki Kerti tetap memandikan Kyai Dwipangga.

Ia terpaksa memandikan gajahnya ke tengah sungai. Tiba-tiba saja, hujan turun dan banjir datang dari arah utara. Mereka pun hanyut terbawa arus hingga ke Laut Selatan.

5. Pesan Moral

Apa pesan yang kamu dapatkan dari cerita asal usul Kali Gajah Wong? Karena kisahnya cukup singkat, tak banyak pesan yang bisa kamu petik.

Pertama, bantulah orang yang sedang dalam kesusahan. Seperti yang Ki Kerti Peyok lakukan pada kakaknya, Ki Sapa Wira.

Amanat kedua adalah jangan gegabah dalam bertindak. Tak semestinya Ki Kerti Peyok membawa Kyai Dwipangga ke tengah sungai. Kalau ia tetap memandikannya di tempat yang biasa Ki Sapa Wira gunakan, mereka mungkin masih bisa terselamatkan dari banjir bandang.

Selain unsur intrinsik, ada pula unsur ekstrinsik cerita yang tak kalah penting buat kamu ketahui. Unsur ekstrinsik dari cerita asal usul Kali Gajah Wong meliputi faktor geografis dan sosial budaya dari masyarakat sekitar. Faktor lain yang mungkin memengaruhi ialah kepercayaan masyarakat tentang leluhur mereka.

Baca juga: Legenda Watu Maladong dari Nusa Tenggara Timur, Batu Sakti yang Menyuburkan Sumba, Beserta Ulasan Menariknya

Fakta Menarik

Usai membaca legenda ini dan unsur intrinsiknya, tampaknya kurang lengkap kalau belum mengulik fakta menariknya. Berikut ulasannya;

1. Menjadi Tempat Wisata

Apa peristiwa yang terjadi pada cerita Kali Gajah Wong
Instagram – dermagacinta_kaligajahwong

Kata siapa sungai tak bisa menjadi tempat wisata? Warga sekitar Gajah Wong mengubah sungai ini menjadi tempat yang teramat indah.

Sungai tersebut warga manfaatkan sebagai kolam ikan dan taman bermain anak. Sehingga, para pengunjung bisa menikmati indahnya pemandangan sembari memberi makan pada ikan.

Tak hanya itu, warga juga telah menyiapkan beberapa perahu kecil. Sehingga, para pengunjung bisa berkeliling sungai menaiki perahu itu.

Baca juga: Kisah Sawerigading dari Sulawesi Selatan & Ulasan Menariknya, Penyemangat Agar Pantang Menyerah

Sudah Puas dengan Cerita Asal Usul Kali Gajah Wong?

Itulah tadi artikel yang mengulik cerita asal usul Kali Gajah Wong beserta unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya. Apakah kamu sudah cukup puas dengan kisah yang kami paparkan? Jika iya, tak ada salahnya bila kamu ingin berkunjung ke tempat wisata ini.

Buat kamu yang ingin membaca cerita rakyat Nusantara lainnya, terus kepoin kanal Ruang Pena pada situs Poskata.com. Ada cerita legenda Batu Rantai, kisah Raja Ampat, hikayat Tanjug Lesung, dan masih banyak lagi.