Apa fungsi kreativitas dalam pembelajaran sekolah

Foto ilustrasi: Rizki Filaili

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema hal penting yang terjadi dalam perjalanan sebagai guru muda.

Menurut saya, ada tiga faktor penting yang harus dimiliki oleh seorang guru: kompetensi yang cukup, kreativitas dalam mengajar, serta sikap ikhlas dan mau mendoakan kesuksesan murid. Kompetensi diperoleh di bangku kuliah, sedangkan sikap ikhlas sudah dimiliki saat mereka memutuskan untuk menekuni profesi pendidik generasi masa depan. 

Kali ini saya akan bercerita tentang faktor kedua, yaitu kreativitas. Seorang guru harus memiliki kreativitas agar dapat menemukan berbagai model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan di kelas. Guru yang kreatif akan mampu menemukan cara-cara mengatasi masalah (problem solving), baik yang berhubungan dengan masalah siswa ketika di kelas, di sekolah, maupun di luar sekolah.

Kemampuan untuk mencipta akan membantu guru dalam menemukan cara mengajar yang baik; cara membuka kelas yang elegan; cara membuat dan melakukan asesmen yang praktis; cara memberikan tugas yang baik, namun tidak memberatkan; cara memimpin diskusi di kelas dan mendorong anak-anak aktif menyampaikan ide-ide mereka; cara memberikan hukuman yang bijak; dan masih banyak lagi lainnya.

Guru yang kreatif akan terlihat berbeda dengan guru lainnya. Keunggulan ini akan membuat siswa rindu untuk “berjumpa” dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

Contoh dari pengalaman saya adalah saat mengajar di salah satu sekolah dasar (SD) swasta di Wonogiri. Waktu itu, saya sering menggunakan media pembelajaran yang berbeda dari guru-guru sebelumnya. Saya sering melakukan pembelajaran berbasis model dan di luar kelas. Tindakan sepele itu menjadi penting karena siswa menyukai pembelajaran yang saya lakukan, yang berbeda dari guru-guru lainnya.

Contoh lain adalah saat mengajarkan demokrasi, saya mengajak anak-anak bermain peran dalam kegiatan musyawarah, rapat, hingga berunjuk rasa dan mengeluarkan pendapat di luar kelas. Pembelajaran seperti ini lebih diingat anak dan meningkatkan semangat mereka dalam belajar.

Selain itu, saat mengajarkan skala perbandingan, saya mengajak para siswa ke luar kelas untuk mengamati lingkungan sekitar secara langsung. Saya lalu meminta mereka menggambarkan hasil pengamatan tersebut dalam secarik kertas secara berkelompok. Dari hasil pengamatan tersebut, para siswa dapat berdiskusi mengenai perbandingan dan skala. Menurut saya, dengan cara ini siswa dapat lebih mengerti tentang pengertian skala perbandingan dan penggunaannya daripada hanya membaca buku modul.

Oleh sebab itu, guru muda harus bisa meningkatkan kreativitas. Selain membawa perubahan dalam kegiatan belajar mengajar, kreativitas juga menunjukkan bahwa orang tersebut kompeten untuk menjadi guru idaman yang profesional. Kreativitas guru akan mendorong siswa untuk lebih mudah menerima pelajaran dan meningkatkan motivasi mereka dalam belajar.

* Catatan ini ditulis oleh HSW, guru SD di Provinsi Jawa Tengah.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.

Oleh:
Olifia Rombot, S.Sos., S.Pd., M.Pd.

Kita sering mendengar pernyataan “guru itu harus kreatif”. Lalu pertanyaan muncul mengapa guru harus kreatif? Pertanyaan ini menarik untuk didiskusikan sehingga jawabannya memberikan alasan atas pernyataan “guru harus kreatif”

Sering kali ketika berbicara mengenai kreativitas orang akan berpikir tentang apa yang kita lakukan seperti membuat art, science dan sebagainya padahal kreatifitas tidak hanya berbicara mengenai hal itu. James Gallagher mendefinisikan kreativitas adalah proses mental dimana individu menciptakan ide dan produk baru atau menggabungkan kembali ide dan produk yang sudah ada. Sementara itu Drevdahl menyebutkan bahwa kreativitas adalah kapasitas seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau ide yang pada dasarnya baru atau baru dan sebelumnya tidak diketahui. Melalui dua definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kreativitas terkait dengan ide baru dan atau penggabungan ide yang sudah ada yang menghasilah sesuatu yang lebih baru bagi pengunanya. Sehingga kunci kreativitas bukan pada apa yang kita lakukan tetapi tentang bagaimana kita melakukannya dan menghasilkan produk/ide baru yang dapat menstimulan orang yang merasakan ide/produk baru yang kita lakukan.

Ketika seorang guru memikirkan apa yang harus dilakukan, bagaimana ia mempersiapkan pembelajarannya, soal dan penilain yang dipilihnya menunjukkan bahwa guru tersebut telah ada dalam tahap proses berpikir. Berpikir kreatif menurut Graham Wallas itu ada tahapan prosesnya: 1)tahap persiapan; 2) tahap inkubasi; 3) tahap iluminati; dan 4)tahap verifikasi.

Untuk memahami keempat tahapan proses berpikir kreatif ini akan dijelaskan dengan menggunakan ilustrasi cerita seorang mahasiswa. Seorang mahasiswa PGSD BINUS diberikan tugas oleh dosennya untuk membuat media pembelajaran yang kreatif dan inovatif dan akan ditampilkan dalam ujian praktek microteaching. Sebut saja nama mahasiwa ini Citra. Citra mulai mempelajari dan mencari informasi untuk membuat media pembelajaran yang menarik dan inovatif. Pada saati ini Citra berada pada tahap persiapan. Suatu hari Citra merasa bosan dan sedang tidak mau memikirkan tugasnya, ini Citra ada di tahap inkubasi. Tiba-tiba Citra menemukan ide cemerlang akan menggunakan software videoscribe  untuk media pembelajaran, ini berarti bahwa Citra sudah masuk pada tahap iluminati. Akhirnya Citra mencoba dan mencoba sampai akhirnya berhasil membuat media pembelajaran videoscribe yang benar-benar menarik dan inovatif.

Berdasarkan tahapan berpikir kreatif di atas maka untuk menjadi guru yang kreatif membutuhkan proses. Proses ini perlu dilalui dengan membiasakan diri berpikir kreatif. Guru perlu mengembangkan kreativitasnya. Guru perlu menunjukan bahwa dirinya peduli dengan kreativitas. Guru menggunakan strategi, model, metode pengajaran kreatif sebanyak mungkin. Di kelas, Guru bisa mulai melakukan dari hal yang paling dikuasainya.

Di akhir tulisan ini saya ingin mengutarakan alasan kenapa guru harus kreatif.  Paling tidak ada sedikitnya tiga alasan. Pertama, lahirnya generasi alpha. Siswa generasi alpha sebagai pemelajar di abad ke 21 yang sejak lahir telah mengenal internet. Mereka sangat terpapar dengan teknologi dan yang kesehariannya menonton youTube atau bermain games dan mengunakan gawai sebagai alat komunikasi. Sehingga dengan menyediakan pembelajaran yang kreatif dengan teknologi sangat memungkinkan bagi siswa untuk belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Kedua kompleksitas masalah dalam kehidupan. Saat ini seperti yang kita lihat dari peserta didik yang karena masalah perceraian orang tuanya berimbas pada kehidupan anak-anaknya. Masalah ekonomi orang tua seringkali mengorbankan anak-anaknya. ditambah lagi pola asuh yang salah berdapak pada kesulitan anak beradaptasi dilingkungannya. Kondisi inilah yang mengharuskan guru harus kreatif dalam pembelajaran karena untuk menghadapi kompleksitas masalah kehidupan dibutuhkan kemampuan berpikir kreatif untuk dapat menyelesaikan masalah, mencari cara-cara kreatif untuk dapat bebas dari masalah. Ketiga, guru harus kreatif karena kita tidak pernah dapat memprediksi masa depan. Perkembangan teknologi yang begitu pesat seperti salah satunya telah ditemukan teknologi manusia terbang dengan menggunakan baju seperti ironman. Temuan-temuan teknologi yang hebat pastilah ditemukan oleh orang yang kreatif. Orang yang pernah bertemua dengan guru yang kreatif dalam pembelajaran sehingga kemampuan berpikir kreatifnya sudah terasah.

Melalui tulisan ini paling tidak dapat memberikan menjawab alas am mengapa guru harus kreatif. Guru mau berproses menjadi kreatif,  melakukan pembelajaran kreatif dan menginspirasi peserta didiknya menjadi kreatif.

KEHIDUPAN pada era kini menuntut orang untuk selalu belajar dan memikirkan cara-cara baru dalam menghadapi persoalan kehidupan. Persoalan hidup yang ditemukan di lingkungan keluarga, masyarakat, atau bangsa semakin kompleks dan menuntut kita berpikir kreatif dan divergent dalam menyelesaikannya (Robert Sternberg: 2007, Caudeli: 2003, Hick: 2003, Cropley: 1997). Dalam merespons perkembangan kehidupan yang cepat (ilmu dan teknologi), Indonesia memerlukan pemikir-pemikir dan teknokrat kreatif. 

Kreativitas merupakan ’kekayaan pribadi’ yang diwujudkan dalam sikap atau karakter, seperti fleksibel, terbuka, keinginan mencoba sesuatu, keteguhan, serta kemampuan menjabarkan gagasan dan kemampuan mengenal diri sendiri secara realistis (arafa nafsahu).

Semua karakter itu merupakan prasyarat untuk memunculkan kreativitas. Pengembangan kreativitas dalam kelas (pembelajaran) akan menghasilkan peserta didik kreatif yang umumnya memiliki kemampuan lebih tinggi dan tangguh jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Kemampuan berpikir kreatif sebagai komponen kreativitas akan menghasilkan pembelajaran efektif atau lebih jauh mengembangkan daya nalar tinggi yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan pembelajaran.

Pengembangan potensi kreatif peserta didik akan menghasilkan superior learning. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dalam belajar dan memiliki daya dorong kuat, percaya diri, dan kemampuan berpikir tinggi. Juga pengembangan kemampuan berpikir divergent sebagai elemen kreatif akan memperbaiki sikap seseorang dalam belajar dan meningkatkan motivasi belajar atau cara yang ampuh mendorong seseorang belajar (Cropley: 1997, Fisher dan Williams: 2004).

Dengan kata lain, kreativitas memberikan kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi kehidupan mendatang yang tidak menentu. Berpikir kreatif merupakan unsur penting untuk mewujudkan pembelajaran yang berhasil atau pendidikan bermutu dan keberhasilan dalam kehidupan (Fisher dan Williams: 2004).

Guru dan pimpinan sekolah kreatif

Guru dan pimpinan sekolah kreatif merupakan syarat untuk melahirkan pembelajaran kreatif. Guru kreatif ialah seorang yang menguasai keilmuan dan memiliki otonomi di kelas (pembelajaran).

Guru kreatif menetapkan tujuan, maksud, membangun kemampuan dasar, mendorong pencapaian pengetahuan tertentu, menstimulasi keingintahuan dan eksplorasi, membangun motivasi, mendorong percaya diri dan berani mengambil risiko. Lalu, fokus pada penguasaan ilmu dan kompetisi, mendukung pandangan positif, memberikan keseimbangan dan kesempatan memilih dan menemukan, serta mengembangkan pengelolaan diri (kemampuan atau keterampilan metakognitif), menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai teknik dan strategi untuk menfasilitasi lahirnya tampilan kreatif, membangun lingkungan yang kondusif terhadap tumbuhnya kreativitas, dan mendorong imajinasi dan fantasi (Tan, Ai-Girl: 2007).

 Guru kreatif akan memberikan inspirasi kreatif kepada peserta didik (Fisher: 2004), fleksibel, luas pangaweruh dalam menyajikan materi dan menemukan cara penyajikan kepada anak (peserta didik). Guru kreatif mampu membangun hubungan menyenangkan dan dengan konsisten mengembangkan berpikir divergent di kalangan muridnya.

Guru kreatif juga bersikap kritis dalam relasi dengan koleganya. Guru kreatif suka mengembangkan kritik terhadap dirinya, sikap dan perasaan tidak sepakat (kritis) terhadap sistem yang berlaku (Fisher dan Williams: 2004).

 Guru kreatif memberikan bimbingan dan mengarahkan peserta didik kepada tujuan. Guru kreatif memilik sensitivitas dan kesadaran terhadap situasi. Guru kreatif melawan setiap sikap dan tindakan yang menghina atau mengecilkan peserta didiknya (Jeffrey dan Woods: 2003). Guru kreatif akan muncul di suatu lingkungan termasuk lingkungan sekolah manakala kepemimpinan pendidikan (sekolah) kreatif tumbuh.

Pemimpin sekolah yang kreatif akan memberikan peluang atau kebebasan dan restu kepada warga masyarakat sekolah (guru, peserta didik, staf) mengekspresikan kreativitas mereka. Pemimpin kreatif akan melibatkan berbagai pihak dalam dialog kreatif dan pembuatan keputusan kreatif. Pemimpin kreatif akan menjadi sumber inspirasi, memberi akses, waktu, sumber, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan eksperimen dan berbeda pandangan (konflik) (Fisher dan Williams: 2004). 

Kurikulum dan pembelajaran

Kurikulum dirancang berdasarkan tema atau proyek kelas. Unit pembelajaran terdiri dari kegiatan pembelajaran berseri yang dirancang berdasarkan topik besaran yang melibatkan seluruh kelompok.

Topik ini mengandung unit area pembelajaran seperti membaca, matematik, sains, dan ilmu sosial, dan menyiapkan atau memberikan topik dan framework perencanaan kegiatan untuk anak didik. Anak didik secara keseluruhan mencoba mengalami (Mayesky: 2009).

Pembelajaran yang didasarkan kepada prinsip atau pandangan (differentiated instruction/DI) sebagai berikut: (A) Anak dalam usia sama memiliki perbedaan dalam beberapa hal, yaitu kesiapan belajar, minat, gaya belajar, dan pengalaman.

(B) Perbedaan itu memengaruhi apa yang perlu dipelajari anak didik dan tugas utama guru dan sekolah ialah memaksimalkan kemampuan setiap anak didik. (C) DI juga merupakan usaha perbaikan untuk mencapai mutu tinggi kurikulum dan pembelajaran, anak didik terlibat dalam menetapkan tujuan.

(D) Kurikulum mempunyai hubungan dengan pengalaman dan minat anak didik. Oleh sebab itu, DI dimaksudkan untuk memaksimalkan pertumbuhan anak dan membantu anak mencapai suatu kemajuan (Mayesky: 2009).

Wahana kreatif

Proses belajar semata tidak cukup untuk dapat membentuk dan menumbuhkembangkan sikap dan motivasi kreatif anak didik. Untuk itu, diperlukan sarana yang secara sinambung memelihara dan mempertahankan sikap dan motivasi anak didik berproses kreatif secara ajek.

Penciptaan wahana kreatif menjadi stimulan yang selalu hadir dan menggugah siswa untuk berkreasi. Guru memainkan peran sebagai sponsor kreativitas, yaitu guru melakukan kegiatan yang mendorong anak didik terlibat melalui pemberian hadiah terhadap suatu perilaku kreatif. Memberikan kesempatan untuk mencapai prestasi, menfasilitasi tumbuhnya kemampuan berpikir divergent dengan memberikan kesempatan anak didik mengomunikasikan ide mereka dan mengakui atau menghargai gagasan kreatif atau kemampuan berpikir divergent. 

Guru memberikan kesempatan leluasa kepada anak didik untuk 'bermain' dengan masalah, material, dan ide atau menyuntik fantasi sebagai sumber ide. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan--melakukan science fair untuk mengenalkan mesin-mesin yang akan diproduksi atau dibutuhkan, mengorganisasi festival drama dengan tema-tema masa datang dan fantasi, atau menyuruh anak-anak didik mendeskripsikan kejadian historis yang bakal terjadi (Cropley: 1997).

Suasana kreatif dan penghargaan

Guna menciptakan wahana kreatif, di luar institusi sekolah diperlukan pula institusi lain yang merasa berkomitmen dan bertanggung jawab membangun suasana pendidikan kreatif bagi siswa. 

Ajang lain yang tidak kalah penting ialah perlakuan konsisten berupa penghargaan, pengakuan, pujian, akan karya kreatif mereka. Siswa yang secara konsisten mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang proporsional akan hasil karyanya, utamanya yang bernilai kreatif, merasa mendapatkan tempat akan prestasinya. Itu dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan konsep diri yang positif.

Selain itu, akan terbentuk sikap dan perilaku selalu ingin berkarya, sikap optimistis dan antusias bahwa ia bisa berprestasi dan prestasi itu diapresiasi secara terbuka.  Walallahua’lam.