Anak umur 3 tahun belum bisa jalan dan bicara

KOMPAS.com - Kebanyakan orang tua mengharapkan anaknya bisa berjalan lebih cepat dibanding anak lainnya. Namun ternyata, perkembangan motorik khususnya kemampuan berjalan usia normal sebenarnya bervariasi mulai dari usia 9 bulan sampai 18 bulan.

Orang tua harus mulai khawatir ketika anak tidak bisa berjalan ketika usianya sudah mencapai 18 bulan. Memang, bisa berjalan saat usia 15-18 bulan adalah masih dalam batas normal, tetapi biasanya anak seperti ini mempunyai gangguan motorik kasar dan gangguan keseimbangan yang ringan yang akan lebih baik diberikan intervensi dan stimulasi sejak dini.

Pada umumnya, anak terlambat jarang disertai keterlambatan gerakan motorik kasar lainnya dan gangguan keseimbangan. Seringkali orangtua atau beberapa dokter menganggap anak tidak percaya diri atau trauma saat berjalan. Padahal, sebagian dari anak tersebut mengalami keterlambatan motorik kasar dan gangguan keseimbangan baik dalam tingkat yang ringan atau yang tidak ringan. Sebaiknya, orangtua memerhatikan perkembangan motorik kasar, gangguan vestibularis dan gangguan sensoris pada anak yang sering menjadi penyebab anak terlambat berjalan.

Tahap perkembangan gerakan motorik normal

- 6-8 bulan: Duduk dan merangkak dengan dua dengkul kaki.

- 12-18 bulan: Berdiri tanpa bantuan, Berjalan dengan merambat ke perabotan di rumah, Berjalan 2 atau 3 langkah tanpa bantuan, Berjalan 10-20 menit tanpa bantuan.

- 18-24 bulan: Berjalan tanpa kesulitan, Menarik mainan sambil berjalan, Membawa mainan besar sambil berjalan, Naik/turun bangku tanpa bantuan, Menemukan cara sendiri untuk berjalan mundur, Bisa naik/turun tangga dengan bantuan.

- 24-36 bulan Umumnya mampu memanjat dengan baik, berjalan naik/turun tangga dengan menggunakan satu kaki per anak tangga, Berjalan jinjit.

Penyebab tersering anak terlambat berjalan

1. Ketidakmatangan Persyarafan

Kemampuan anak melakukan gerakan motorik sangat ditentukan oleh kematangan syaraf yang mengatur gerakan tersebut. Pada waktu anak dilahirkan, syaraf-syaraf yang ada di pusat susunan syarat belum berkembang dan berfungsi sesuai dengan fungsinya, yaitu mengontrol gerakan-gerakan motorik. Pada usia ± 5 tahun, syaraf-syaraf ini sudah mencapai kematangan, dan menstimulasi berbagai kegiatan motorik. Otot-otot besar yang mengontrol gerakan motorik kasar, seperti berjalan,berlari, melompat dan berlutut, berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan otot-otot halus yang mengontrol kegiatan motorik halus, seperti menggunakan jari-jari tangan untuk menyusun puzzle , memegang pensil atau gunting membentuk dengan plastisin atau tanah liat, dan sebagainya.

2. Gangguan vestibularis atau keseimbangan

Pada anak yang mengalami dysfunction of sensory integration (DSI) sering mengalami gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan yang terjadi ini seringkali dianggap anak kurang percaya diri. Gangguan keseimbangan ini biasanya ditandai dengan anak takut saat berenang, menaiki mainan yang bergerak dan bergoyang seperti ayunan, mainan kuda-kudaan listrik dengan koin, naik lift atau eskalator. Anak tidak suka naik umumnya di dalam mobil. Anak mungkin tidak kooperatif sebagai upaya menghindari sensasi yang membuat anak terganggu. Anak yang underreactive untuk input vestibular tampaknya tidak pusing bahkan setelah berputar untuk waktu yang lama, dan tampaknya menikmati gerakan cepat seperti berayun. Bila berjalan terburu-buru, gerakannya canggung, mudah tersandung atau jatuh. Dia mungkin tidak membuat upaya untuk menangkap dirinya sendiri ketika dia jatuh. Anak tampak kesulitan memegang kepalanya sambil duduk. Anak tidak cenderung untuk melakukannya dengan baik dalam olahraga. Dia mungkin memiliki gaya canggung, atau gerakan yang tidak biasa ketika bergerak lengan atau kepala. Biasanya juga disertai keterlambatan membaca, menulis, berbicara, dan persepsi visual-spasial yang khas.

  • Tentang Kami
  • Tim Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat dan Ketentuan

  • Tentang Kami
  • Tim Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat dan Ketentuan

Halodoc, Jakarta - Dispraksia merupakan kondisi medis yang mempengaruhi koordinasi gerak tubuh, sehingga pengidap tidak dapat beraktivitas fisik layaknya orang normal pada umumnya. Pengidap kondisi ini akan lebih mudah terlihat, karena cenderung ceroboh, dan memiliki gangguan keseimbangan gerak tubuh.

Baca juga: Apakah Dyspraxia Memengaruhi Intelegensia Anak?

Penyakit ini lebih umum dialami oleh anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Yang perlu ibu ketahui adalah, kondisi ini tidak mempengaruhi kecerdasan anak. Tanda anak dengan dispraksia biasanya sudah muncul sejak usia dini, tapi sulit terdeteksi karena tingkat perkembangan masing-masing anak berbeda. Apakah gangguan keseimbangan dan terlambat bicara merupakan tanda dispraksia?

Tanda Klinis Dispraksia pada Anak

Anak dengan dispraksia biasanya mengalami gangguan keseimbangan, serta keterlambatan bicara. Bukan itu saja, berikut tanda klinis anak dengan dispraksia:

  • Tidak mampu mempelajari teknik baru.

  • Tidak mampu mengingat informasi.

  • Tidak mampu mempraktikkan kemampuan dasar sehari-hari, seperti makan, berpakaian atau mengikat tali sepatu.

  • Tidak mampu menulis.

  • Tidak mampu menggambar.

  • Tidak mampu menggenggam benda kecil.

  • Tidak mampu memahami situasi sosial.

  • Tidak mampu mengelola emosi dengan baik.

  • Tidak mampu memanajemen waktu dengan baik.

  • Tidak mampu merencanakan sesuatu dengan baik,

  • Tidak mampu mengatur sesuatu yang berantakan dengan baik.

  • Pada bayi, mereka akan membutuhkan waktu lebih lama untuk duduk, merangkak, dan berjalan.

  • Memiliki posisi atau postur tubuh yang berbeda dari anak pada umumnya.

Saat ibu menemukan serangkaian gejalanya, segera temui dokter di rumah sakit terdekat guna menindaklanjuti gejala yang dialami Si Kecil. Biasanya, koordinasi gerak tubuh sudah dapat terlihat ketika Si Kecil menginjak usia 3 tahun, tapi pada sebagian besar anak, gejala baru dapat terdeteksi setelah mereka menginjak usia 5 tahun.

Baca juga: Apakah Orang Dewasa juga Bisa Mengalami Dyspraxia?

Setelah Terdeteksi, Ini yang Dilakukan Dokter

Saat serangkaian gejala ditemukan, dokter biasanya akan memeriksa kondisi saraf anak guna memastikan gejala yang muncul disebabkan oleh dispraksia. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan tanda positif, dokter akan melakukan sejumlah langkah penanganan berikut guna membantu anak melakukan aktivitasnya:

  • Terapi okupasi, yaitu perawatan yang bertujuan agar anak mampu melakukan aktivitas hariannya, seperti makan, mandi, atau menulis.

  • Terapi wicara, yaitu perawatan yang bertujuan untuk melatih kemampuan anak berkomunikasi dengan lebih jelas.

  • Terapi motorik perseptual, yaitu perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bahasa, visual, gerak, serta memahami sesuatu.

Namun, ketika ibu menemukan serangkaian gejalanya, ibu dapat membantu mengatasi dispraksia dengan melakukan sejumlah hal berikut ini:

  • Mengajak anak berolahraga ringan guna mendorong koordinasi gerak aktif.

  • Mengajak anak bermain puzzle guna membantu kemampuan visual dan memahami.

  • Mengajak anak untuk menulis atau menggambar dengan alat tulis.

  • Mengajak anak bermain lempar bola guna membantu koordinasi gerak mata dengan tangan.

Baca juga: Jenis-Jenis Dyspraxia yang Perlu Diketahui

Faktor Risiko yang Perlu Dipahami

Dispraksia terjadi saat saraf dan bagian otak yang menangani koordinasi gerak tubuh mengalami gangguan. Belum jelas apa yang menjadi penyebab pasti dari kondisi ini, tapi anak akan lebih berisiko mengidap dispraksia saat anak terlahir prematur, lahir dengan berat badan di bawah rata-rata, memiliki riwayat dispraksia, serta ibu yang mengonsumsi alkohol.

Anak umur 3 tahun belum bisa jalan dan bicara
Referensi:

NHS. Diakses pada 2020. Developmental Coordination Disorder (Dyspraxia) in Children.
Dyspraxia Foundation. Diakses pada 2020. What Is Dyspraxia? 
Understood. Diakses pada 2020. Dyspraxia: What You Need to Know.