Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) mengatur dengan jelas mengenai pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan. Pasal 78 UU Desa menjabarkan tujuan pembangunan Desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyelenggaraan pembangunan Desa dilakukan dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Agar pembangunan Desa bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan, maka pembangunan Desa harus terencana, terkoordinasi, berbatas waktu, serta sesuai dengan kondisi khas masyarakat dan wilayah Desa yang bersangkutan. Selain itu pelaksanaan pembangunan Desa melibatkan peran aktif masyarakat, perangkat Desa, lembaga-lembaga Desa, lembaga di tingkat kecamatan dan kabupaten (atau lembaga supra Desa), dan lain-lain. Juga penting artinya melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan Desa agar arahnya tidak melenceng dari garis-garis yang telah ditetapkan dalam perencanaan pembangunan Desa itu sendiri. Pada pasal 79 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan bahwa Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi: a). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan b). Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Dengan semakin besarnya dana yang mengucur ke Desa, perencanaan pembangunan Desa menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan oleh Pemerintah Desa karena dengan perencanaan yang dibuat, maka implementasi pembangunan dan pembedayaan di tingkat Desa menjadi tepat sasaran dan terukur. Berkaitan dengan kerangka pikir di atas, diperlukan “Panduan Penyusunan RPJM Desa”. Panduan ini disusun sebagai salah satu bentuk upaya dalam mendorong terwujudnya tata pemerintahan Desa yang baik dalam rangka mewujudkan masyarakat Desa yang sejahtera dan berkeadilan sosial. Namun demikian panduan ini masih perlu disempurnakan lagi sehingga dalam penggunaan panduan ini masih harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan peraturan-peraturan yang ada di Desa. Situbondo, Januari 2020 Berikut kami bagikan pedoman penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Tahun 2020 - 2025 yang bisa Anda download secara gratis dalam web ini. Pedoman Penyusunan RPJM Desa 1.6 MB Download Dokumen RPJM Desa 74.7 KB Detail Interest AreaRedaksi menerima kontribusi naskah, baik berupa opini, artikel, atau tulisan teknis. PERENCANAAN AKAR RUMPUT: Upaya Memperkuat Desa Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah DesaSumber : Ana Sopanah PENDAHULUAN Membangun desa dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan adalah salah satu poin Nawa Cita Presiden Jokowi. Lahirnya Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 disambut sangat baik oleh seluruh kalangan baik aparat pemerintah pusat maupun daerah serta masyarakat. Desa yang sebelumnya tidak punya banyak dana, sekarang berlimpah dana. Pertanyaannya adalah mampukah desa mengelola dana tersebut secara efektif dan efisien? Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menyosialisasikan tentang Undang-Undang Desa. Pemerintah banyak bekerjasama dengan pihak Perguruan Tinggi, Profesi seperti Ikatan Akuntan Indoensia (IAI), maupun bekerjasama dengan kelompok untuk menyoosialisasikan tentang Undang-Undang Desa. Tahapan yang krusial untuk menjamin bahwa APBDesa berpihak pada aspirasi rakyat adalah perencanaan pembangunan desa yang diawali dari penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMDesa). APBDesa adalah dokumen publik yang seharusnya dikelola secara partisipatif, transparansi dan akuntabel. Rakyat yang hakikatnya pemilik kekuasaan tertinggi harus diajak bicara bagaimana mengelola anggaran desa baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. Jika hal ini dilakukan secara baik maka masyarakat desa akan semakin percaya dan yakin bahwa kepentingan publiklah yang menjadi prioritas pembangunan bukan kepentingan aparat. Perencanaan yang disusun di desa harus disesuaikan dengan potensi yang ada di desa. Baik potensi sumber daya manusianya maupun sumber daya alamnya. Semangat yang harus dikedepankan adalah “pembangunan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat” dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat desa, termasuk didalamnya adalah mengurangi kemiskinan yang selalu menjadi isu hangat di pemerintahan. Visi dan keyakinan seorang kepala desa harus mengarah kepada penanggulangan kemiskinan dan mencapai kesejahteraan rakyat desa. Oleh karena itu perencanaan desa (APBDesa) menjadi instrumen penting bagi kesejahteraan rakyat desa, karena perencaan tersebut akan terimplementasi dalam APBDesa yang kemudian akan terprogram menjadi kegiatan-kegiatan yang strategis di desa tersebut. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang melibatkan partisipasi masyarakat (bottom up). Partisipasi masyarakat dalam perencanaan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri No. 13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, UU No. 25/2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Surat Edaran Bersama Bappenas dan Mendagri Nomor 1354/M.PPN/03/2004050/744/SJ tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan Perencanaan Partisipatif Daerah. Implikasi dari berbagai peraturan tersebut di atas adalah masyarakat dapat terlibat tidak hanya dalam dalam proses perencanaan, tetapi juga dalam pelaksanaan maupun pertanggungjawaban pembangunan dengan dana APBD maupun APBDesa. Partisipasi masyarakat yang didorong oleh organisasi masyarakat sipil bertujuan membangun demokrasi yang diwujudkan dalam bentuk pengakuan civil society sebagai kekuatan penekan dan pengimbang dalam proses penyusunan APBD. Menurut Hikam (1998; 10) ada tiga ciri utama civil society, yaitu: pertama, adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat, terutama ketika berhadapan dengan negara; kedua, adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik; ketiga, adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar negara tidak melakukan intervensi. Selain itu, partisipasi masyarakat merupakan bentuk keterlibatan aktif dan kreatif yang diiringi oleh potensi keahlian, kemampuan, pengetahuan dan kesediaan berkorban untuk turut serta memecahkan masalah mereka sendiri (Anthony, 1984). Partisipasi masyarakat sangat penting bagi suatu pemerintahan sebagai upaya untuk meningkatkan arus informasi, akuntabilitas, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat yang berkesinambungan (Sisk, 2002; 33). Secara politis partisipasi masyarakat dalam penganggaran dapat memperkuat proses demokratisasi karena dengan partisipasi masyarakat berarti: 1). memberi kesempatan yang nyata kepada mereka untuk mempengaruhi pembuatan keputusan, 2). memperluas peluang pendidikan politik bagi masyarakat, 3). memperkuat solidaritas komunitas masyarakat lokal (Islami, 2001; 5; Callahan, 2002; 299, dan Ebdon 2002; 275). Penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan publik telah dilakukan oleh penulis yang dimulai pada tahun 2003. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003, 2004, 2005 menunjukkan hasil bahwa partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan penganggaran sangat penting karena dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Hasil lain juga menunjukkan bahwa meskipun partisipasi sangat penting dalam realitasnya partisipasi masyarakat masih rendah. Penelitian lanjutan yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2009 menemukan adanya perubahan partisipasi masyarakat, yang semula rendah menjadi tinggi karena adanya dorongan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat. Tingginya partisipasi masyarakat juga di sampaikan oleh peserta diklat keuangan desa setelah adanya Undang-Undang Desa. Sebelum adanya Undang-Undang desa keterlibatan masyarakat tidak terlalu tinggi di bandingkan sekarang setelah dana di desa banyak. Meskipun dari berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat sudah cukup tinggi, tetap diperlukan upaya untuk memperbaiki kualitas partisipasi masyarakat, memperkuat pelembagaan partisipasi, melakukan transparansi dan inovasi kebijakan yang terus menerus. Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah “Bagaimana Proses Penyusunan Perencanaan Desa Khususnya RPJM Desa”. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan perencanaan pembangunan desa yang merupakan dokumen penting sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan demokratisasi dan keberhasilan pembangunan. Praktik pelaksanaan pemerintah desa merupakan cerminan dari membuminya demokrasi dalam pemerintahan. Jika diibaratkan dalam komoditi, maka pemerintah desa adalah etalase dari komoditi tersebut. Semoga dengan adanya Undang-Undang Desa membawa berkah tersendiri bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat desa. LANDASAN TEORI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peserta Sedang Menjelaskan Kesesuaian Dokumen Perencanaan
Hasil diskusi dengan peserta Diklat MKD yang diikuti oleh Sekdes Se-Jawa Timur menjelaskan bahwa selama ini masyarakat ikut berpartisipasi dalam musyawarah dusun untuk mengusulkan berbagai program pembangunan. Oleh karena itu di harapkan RPMDesa semakin berkualitas yang mencerminkan sejauh mana kredibilitas Kepala Desa terpilih untuk memandu, mengarahkan, dan memprogramkan perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan desanya dalam masa 6 (enam) tahun ke depan. Kemudian Kepala Desa akan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya. Oleh karena itu, kedudukan RPJM Desa sangat penting untuk mengklarifikasikan secara eksplisit visi dan misi desa yang selanjutnya menerjemahkan secara strategis, sistematis, dan terpadu ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, program prioritas dan indikator kinerja yang akan dicapai. Berikut beberapa hasil kutipan hasil diskusi di kelas MKD. “ Di Desa kami, ketika musyawarah dusun banyak sekali yang hadir, mereka berbondong-bondong menyusulkan program kerja yang dibutuhkan di wilayahnya...(J, 27/11/2016) “ Ibu-Ibu PKK juga aktif di Desa kami untuk mengusulkan berbagai program pembangunan yang berkaitan dengan perempuan...(H, 30/08/16) “ Di Desa kami Kepala Desa nya turun temurun dari satu keluarga, mulai dari Bapak, Anak, Menantu, dll...yang penting program kerjanya bagus, kami tidak ada masalah, ,...” (M, 8/11/2016) Dari kutipan hasil diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa terlibat dalam proses penyusunan RPJM Desa dan aturan yang mengatur prosesnya dipenuhi. Termasuk didalam nya adalah 4 bidang yang harus dipenuhi yaitu seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut:
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya dapat di simpulkan bahwa RPJM Desa merupakan dokumen perencanaan pembangunan yang membuat Visi dan Misi Kepala Desa selama periode kepemimpinannya. RPJM Desa harus sinergi dengan perencanaan yang telah disusun oleh Pemerintah Kabupaten. RPJM Desa di susun oleh tim penyusun RPJM Desa yang telah di bentuk oleh Kepala Desa dengan Sekertaris Desa sebagai ketua tim penyusun dengan memperhatikan berbagai ketentuan dalam proses penyusunannya. Dalam proses penyusunannya Tim Penyusun akan bekerja bersama-sama mulai dari tahap persiapan, musyawarah dusun, musyawarah perencanaan pembangunan dan sosialisasi hasil dari dokumen RPJM Desa tersebut. Hasil diskusi dengan peserta Diklat MKD yang diikuti oleh Sekdes Se-Jawa Timur menjelaskan bahwa selama ini masyarakat ikut berpartisipasi dalam musyawarah dusun untuk mengusulkan berbagai program pembangunan. Ada beberapa pendekatan dalam proses penyusunan RPJM Desa yaitu demokratis dan partisipatif, politis, bottom-up dan top down process. Hal ini dimaksudkan agar perencanaan desa mampu memenuhi kaidah penyusunan perencanaan yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel, konsisten dengan rencana lain yang relevan, dan kepemilikan rencana. Berbagai pendekatan yang telah dijelaskan diatas, berdasarkan hasil diskusi dengan peserta MKD menunjukkan bahwa faktor politik cenderung lebih dominan di bandingkan dengan faktor lainnya. Faktor politik yang dominan adalah hubungan antara Kepala Desa dengan BPD yang kurang harmonis. Saran dalam tulisan ini adalah persoalan perencanaan pembangunan adalah persoalan bersama yang menyangkut pola kepemimpinan, budaya pemerintahan, manajemen sumber daya dan alokasi sumber pendanaan yang terbatas. Oleh karena itu, pemahaman konteks dan analisis situasi dan kondisi daerah sangat penting dalam penyusunan RPJM Desa, ketimbang persoalan politik, meskipun hal ini tidak dapat dihindari. Semua pihak diharapkan menyadari bahwa bahwa RPJM Desa tidak saja dipahami sebagai produk politis, teknokratis dan aspiratif saja, lebih dari itu sebagai alat perubahan dan pengendali pemerintahan desa, sehingga masyarakat mampu menjawab tantangan yang dihadapi DAFTAR PUSTAKA Anthony, W. P. 1984. Partisipatif Management. Menlo Park, Calif: addison-wesley Publishing Company Callahan, Kathe. 2002. The Utilization and Effectiveness of Citizen Advisory Committees in The Budget Process of Local Government. Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management. 14 (2) 295-319 Ebdon, Carol. 2002. Beyond the Public Hearing: Citizen Participation in the Local Government Budgeting Process. Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management, 14 (2) 273-294. Hikam, Muhammad AS. 1998. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES Hopwood, G. Anthony. 1989. Behavioral Accounting In Retrospect And Prospect, Behavioral Research In Accounting Volume 1, Printed in USA. Islamy, Muhammad Irfan. 2001. Upaya menumbuhkan Partisipasi Masyarakat dalam pemerintahan dan Pembangunan di daerah. makalah yang dipresentasikan pada seminar penumbuhan partisipasi masyarakat, di DPRD Pasuruan Sisk, T.D. (Editor) (2002). Democracy at the Local Level: International IDEA Handbook Regarding Engagement, Representation, Conflict Management and Governance, Seri 4, Internasional IDEA, Jakarta, Indonesia. Sopanah, 2003. Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah, dalam Proceding Simposium Nasional akuntansi VI, Membangun Citra Akuntan melalui Peningkatan Kualitas Pengetahuan, Pendidikan dan Etika Bisnis, Surabaya, 16-17 Oktober 2003 _______, Wahyudi, Isa dan Azmi, Happy. 2004. Strategi penguatan masyarakat dalam pengawasan proses penyusunan dan pelaksanaan APBD Kota Malang, Laporan penelitian tidak dipublikasikan MCW dan YAPPIKA. _______, dan Wahyudi, Isa. 2005a. Strategi Penguatan Masyarakat sipil dalam meminimalisasi Distorsi Penyusunan APBD Kota Malang, dalam Procesing Simposium Riset II ISEI, Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran, Surabaya 23-24 November 2005 _______ dan Wahyudi, Isa. 2005b. Strategi Penguatan Partisipasi Rakyat terhadap Pengawasan dalam Proses Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Kota Malang, dalam Procesing Simposium Riset II ISEI, Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran, Surabaya 23-24 November 2005 _______. 2008. Model Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penyusunan APBD di Kota Malang, Junal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7 Edisi April, Universitas Muhammadiyah Surakarta. _______. 2009. Studi Fenomenologis: Menguak Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penyusunan APBD di Kota Malang, Proceding Simposium Nasional Akuntansi (SNA) 12 Tanggal 4-6 November 2009 di Palembang Peraturan Perundang-undangan : Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Republik Indonesia, Surat Edaran Bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Menteri Dalam Negeri No.1354/M.PPN/03/2004050/744/SJ tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan Perencanaan Partisipatif Daerah. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang Undang tahun berapakah yang mengatur RPJM desa?Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, tahapan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa meliputi : Kepala Desa membentuk Tim Penyusun RPJM Desa. Apa dasar penyusunan RPJM desa?Dasar Hukum yang mendasari penyusunan RPJMDesa yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa disebutkan perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan pemerintah desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara ... Apa yang dimaksud dengan RPJM desa?Pengertian RPJMDes RPJM Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun dan merupakan penjabaran dari visi dan misi Desa yang memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, program dan empat kegiatan pembangunan Desa. Permendagri 114 itu tentang apa?PERMENDAGRI No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa [JDIH BPK RI] Undang undang nomor berapakah yang mengatur RPJM desa?Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, tahapan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa meliputi : Kepala Desa membentuk Tim Penyusun RPJM Desa.
Undang Undang Nomor 25 tahun 2004 mengatur tentang apa?UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Apa dasar penyusunan RPJM desa?Dasar Hukum yang mendasari penyusunan RPJMDesa yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa disebutkan perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan pemerintah desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara ...
Siapa yang menyusun RPJM?Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa.
|