Sebutkan beberapa masjid yang dibangun pada masa dinasti Abbasiyah

Masjid Samarra adalah sebuah masjid yang dibangun oleh Khalifah Al-Mutawakkil dari Bani Abbasiyah tahun 218-228 Hijriyah atau 833-842 Masehi di Samarra, Irak. Bangunan masjid ini mirip benteng pertahanan. Manara masjid ini berbentuk spiral yang mempunyai tangga melingkar yang mengingatkan kita kepada menara Babel. Masjid ini mempunyai 16 pintu masuk yang merupakan masjid terluas dalam sejarah masjid Islam.

Sebutkan beberapa masjid yang dibangun pada masa dinasti Abbasiyah

Artikel bertopik masjid ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Masjid_Samarra&oldid=11908274"

Nunzairina Nunzairina


Dalam literatur sejarah Islam, Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban Islam, baik dalam bidang sains, budaya dan sastra. Kemajuan peradaban ini menghadirkan Baghdad sebagai kota para intelektual, tidak hanya orang arab yang hadir, bangsa Eropa, Persia, Cina, India serta Afrika turut hadir mengisi atmosfer pengetahuan disini. Masa kekhalifahan Abbasiyah ini lah yang dikenal berkembang pesatnya pengetahuan. Pada masa ini banyak sekali bermunculan intelektual-intelektual muslim baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun ilmu agama. Dalam masa kekhalifahan Abbasiyah keadaaan sosial ekonomi pun berkembang dengan baik. Seperti halnya dalam bidang pertanian maupun perdagangan. Masyarakat pada masa itu mampu mengatur tatanan kehidupannya dengan baik, hingga dikenal sebagai negeri masyhur dan makmur. Pada masa kerajaan Abbasiyah kekuasaan Islam bertambah luas. Masyarakat dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok khusus dan kelompok umum, kelompok umum terdiri dari Seniman, ulama, fuqoha, pujangga, saudagar, pengusaha kaum buruh, dan para petani sedangkan kelompok khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah, para bangsawan, dan petugas-petugas Negara. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, para khalifah banyak mendukung perkembangan tersebut, terlihat dari banyaknya buku-buku bahasa asing yang diterjemahkan kedalam bahasa arab, dan lahirnya para kaum intelektual.

 Kata Kunci: Dinasti Abbasiyah, Baghdad, Kaum Intelektual.


Abdurrahman, D. [2003]. Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.

Arkoun, L. G. M. [1997]. Islam Kemarin dan Hari Esok. [A. Mohammad, Trans.]. Bandung: Pustaka.

Hasan, I. [1989]. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.

Hitti, P. K. [2002]. History of The Arabs. [R. C. L. Y. & D. S. Riyadi, Trans.]. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Karim, M. A. [2009]. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Nata, A. [2011]. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Nizar, S. [2009]. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. [S. Nizar, Ed.]. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Suwito. [2008]. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Syukur, F. [2009]. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Yatim, B. [2008]. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Zuhairini, M. K. [1985]. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Departemen Agama.

Majalah As-Sunnah Edisi 7 Tahun XV 1432 H/2011 M. Diakses pada 20/04/2019.


DOI: //dx.doi.org/10.30829/juspi.v3i2.4382

  • There are currently no refbacks.
Copyright [c] 2020 JUSPI [Jurnal Sejarah Peradaban Islam]

Seni ukir pada zaman Abbasiyah pun berkembang secara pesat.

Jumat , 02 Nov 2018, 14:59 WIB

wordpress.com

Peta kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemerintahan pada zaman Bani Abbasiyah ditandai dengan tumbangnya Bani Umayyah pada 132-656 H atau 750-1258 M. Disebut dengan zaman Abbasiyah karena para penguasa abad ini adalah keturunan dari al- Abbas atau paman Nabi Muhammad SAW.

Zaman ini disebut dengan zaman keemasan Islam di mana banyak perubahan terjadi yang menunjukkan keberhasilan dan kejayaan para penguasa hingga tidak me iliki tandingan pada masa itu. Salah satu kemajuannya dilihat dari perkembangan arsitektur yang ada.

Pada masa awal Dinasti Abbasiyah, segala hal yang berkaitan dengan seni hanya merupakan warisan dari Dinasti Umayyah. Pada masa berikutnya, seni dan arsitektur yang berkembang pada masa ini mengalami elaborasi dan menyistematisasi gagasan Umayyah.

Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.

Dalam buku berjudul Sejarah Kebudayaan Islam karya Muradi, disebut ada satu masjid yang didirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas dan dikenal sa ngat indah karena seni arsitekturnya. Masjid Samarra yang terletak di Baghdad ini dilengkapi dengan sahn, yaitu sebuah lengkungan yang menyerupai bentuk piring.

Sekeliling pinggirannya dilengkapi dengan serambi-serambi. Di setiap sudut masjid, bahkan didirikan mercu berbentuk bulat yang ter ben tuk dari batu bata. Masjid pada masa itu umum nya tidak memiliki daun pintu, pintu yang terbuka ini berujung pada satu titik dan terlihat barisan pintu yang berbentuk kerucut.

Hal lain yang ditonjolkan dalam gaya dan seni arsitektur Masjid Samarra adalah tiang-tiang yang dipasang beratap lengkung. Tiang-tiang ini dibangun menggunakan batu bata dengan bentuk segi dela pan dan didirikan di atas dasar segi empat. Dasar-dasar ini lalu ditopang oleh tiang dari marmer ber segi delapan dan disambungkan ke bagian lain de ngan menggunakan logam atau besi berbentuk lonceng.

Kota Baghdad, pusat Daulah Abbasiyah.

Masjid ini terbilang memiliki arsitektur yang sangat megah. Masjid lainnya yang juga istimewa adalah Masjid IbnuThulun. Di mana masjid ini didiri kan pada 876 M oleh Ahmad bin Thulun, seorang penguasa di wilayah Mesir.

Setelah Abu Ja'far al-Mansur menjadi khalifah pada 137 H/754 M, Ia membangun kota baru yang lokasinya di antara Sungai Eufrat dan Sungai Tigris. Untuk membangun Kota Baghdad ini, ia memercayakan kepada dua arsitek, yaitu Hajjaj bin Arthah dan Amrah bin Wadhdhah dengan tenaga kerja sebanyak 100 ribu orang. Arsitektur Kota Baghdad berbentuk bundar dengan gaya baru dari seni bangunan Kota Islam.

Di pusat kota dibangun Istana Khalifah dan Masjid Jami', sementara di sekeliling istana dan masjid tersedia alun-alun, rumah putra khalifah, asrama pegawai, rumah komandan dan pengawal, serta rumah kepala polisi. Desain ini me lambangkan otoritas kerajaan dengan memadukan benda-benda yang diambil dari reruntuhan Istana Sasania, termasuk pintu gerbang besi Kota al-Wasit yang dirampas dari sebuah kampung di Sasania.

Kota Baghdad pada masa Abbasiyah berbentuk bundar.

Istana megah ini lalu diberi nama Qashru al- Dzahab atau Istama Keemasan yang luasnya sekitar 160 ribu hasta persegi dan Masjid Jami'nya memiliki luas 40 ribu hasta persegi. Dua bangunan ini menjadi simbol pusat kota. Keunikan dan kekhususan dari arsitektur bangunan istana ini tampak pada penerapan hiasan muqamas atau stalaktit, seperti yang diterapkan pada bangunan-bangunan kuburan. Susunan hiasan stalaktit ini digabungkan menjadi lengkung stalaktit yang lebih besar.

Dalam waktu singkat, Kota Baghdad menjadi ramai dan dikunjungi berbagai lapisan masyarakat dari seluruh penjuru dunia. Hingga sekitar 157 H, khalifah al-Mansur membangun istana baru yang diberi nama Istana Abadi atau Qashrul Khuldi yang terletak di luar Baghdad. Setalah Baghdad, kota lain yang dibangun adalah Kota Samarra yang terletak di sebelah timur Sungai Tigris, 60 mil dari pusat Kota Baghdad. Kota ini pun dilengkapi dengan bangunan utama dan pendukung, seperti istana dan masjid.

Madrasah Mustanshriyah Baghdad peninggalan Dinasti Abbasiyah

Seni ukir pada zaman Abbasiyah pun berkembang secara pesat. Hal ini dapat dilihat pada qubah empat yang dibangun pada pemerintahan khalifah Mansyur di atas empat buah gerbang pintu masuk Kota Baghdad. Garis tengah dari setiap kubah sepanjang 50 hasta, ditambah dengan ukiran emas dan patung yang diputar oleh angin.

Qubah-qubah ini digunakan oleh khalifah untuk beristirahat. Masing-masing kubah memiliki ciri khas dan keistimewaannya sendiri. Dari kubah Khurasan terlihat ada air bening yang mengalir. Di qubah Syam terbentang perkampungan rakyat yang berbunga dan berkolam. Sementara qubah Bashrah menunjukkan daerah industri dan qubah Kufah menggambarkan taman kesuma.

Peninggalan arsitektur dari Bani Abbas masih da pat disaksikan hingga kini, yaitu istana Baghdad, Sa marra, Ukhaidir, pintu gerbang Raqqa di Baghdad. Per kembangan arsitektur Islam yang begitu besar pa da masa ini memang terlihat pada penggunaan tek nik bahan batu bata.

  • arsitektur abbasiyah
  • dinasti abbasiyah

Pada masa dinasti-dinasti Islam dibangun masjid-masjid megah.

Rabu , 10 Apr 2019, 13:15 WIB

en.wikipedia.org

Masjid Agung Cordoba, Spanyol.

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pada abad pertengahan, Kairo yang menjadi pusat pemerintahan Dinasti Fatimiyah memainkan peranan yang hampir sama pentingnya dengan Baghdad di Persia yang dikuasai Dinasti Abbasiyah serta Cordoba di Eropa yang dipimpin Dinasti Umayyah.

Pada masa keemasan tiga dinasti ini, mereka tak hanya membangun istana dan pusat-pusat intelektual, tapi berlomba-lomba membangun masjid. Dinasti Abbasiyah di Baghdad bangga memiliki Masjid Samarra, Dinasti Umayyah membangun Masjid Cordoba, dan Fatimiyah memiliki Masjid Al-Azhar. ¦

Baca Juga

Masjid Samarra

Masjid Agung Samarra adalah masjid yang terletak di Kota Samarra, Irak, dan dibangun pada abad ke-9. Masjid ini diperintahkan untuk dibangun pada tahun 848. Empat tahun kemudian, tuntaslah pem bangunannya. Masjid ini dibangun oleh khalifah ke-10 Dinasti Abbasiyah, al-Mutawakkil.

Salah satu keistimewaan masjid ini adalah menaranya yang berbentuk spiral, mirip cangkang siput. Menara ini dikenal sebagai Menara Malwiya atau Menara Samarra. Masjid ini terletak di sebelah timur Sungai Tigris atau 125 kilometer ke arah utara ibu kota Irak, Baghdad.

Bangunan masjid dibuat dari batu bata yang dibakar. Bila dilihat sekilas, bangunan ini lebih mirip benteng pertahanan ketimbang masjid. Maklum tidak ada simbol yang memperlihatkan bahwa bangun an ini adalah masjid.

Masjid Cordoba

Orang Spanyol masa kini menyebutnya Le Mezquita. Bangunan megah nan indah yang didaulat UNESCO sebagai tempat yang sangat bersejarah dan penting di dunia pada 1994 itu merupakan saksi sejarah sekaligus peninggalan masa keemasan Cordoba pada era kejayaan Islam.

Masjid Cordoba mulai dirancang pada 785 M. Dua tahun kemudian, Khalifah Abdurrahman I mewujudkan rancangannya menjadi sebuah masjid. Awalnya, bangunan masjid ini hanya berukuran 70 meter persegi di atas tanah seluas 5.000 meter persegi.

Mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan, kini panjang masjid ini dari utara ke selatan mencapai 175 meter dan lebarnya dari timur ke barat 134 meter. Pada masa kejayaan Islam, aktivitas di masjid ini demikian semarak. Tak heran, jika pada malam hari, masjid ini diterangi 4.700 buah lampu yang menghabiskan 11 ton minyak per tahun. ¦

Masjid Al-Azhar

Ini adalah masjid tertua di Kairo yang mulai dibangun pada 359 H atau 970 M, lebih dari 1000 tahun silam. Luar biasa bahwa masjid ini masih berdiri kokoh di kawasan El Hussein Square, di bagian kota tua Kairo.

Adalah Jawhar al-Shiqillilah, panglima pe rang penguasa keempat Dinasti Fatimiyah, yang memulai pembangunan masjid ini pada 24 Jumadil Awal 359 H/4 April 970 M. Sementara itu, peresmian masjid ini dilaksanakan seusai shalat Jumat pada Ramadhan 361 H/Juli 972 M.

Kala itu, masjid ini dirancang sebagai pusat pembinaan kaum Muslimin. Saat itu, Masjid Al-Azhar berbentuk satu bangunan yang terbuka di tengahnya, meniru arsitektur Masjidil Haram. Wak tu itu luasnya hanya setengah luas masjid Al-Azhar sekarang.

  • dinasti-dinasti islam
  • dinasti islam
  • masjid

sumber : Mozaik Republika

Video yang berhubungan