Sebutkan 3 inti ajaran aqidah menurut paham Ahlussunnah Wal Jamaah

Ahlussunnah Dari Segi Ajaran

Ajaran Ahulussunnah wal Jama’ah adalah ajaran islam yang dijelaskan oleh Nabi dan para sahabatnya, yaitu apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi dan Ijma’ para sahabat. Paham ini terus berkelanjutan hingga saat ini dan diikuti oleh sebagaian besar kaum muslim di dunia. Imam Ibn Hazm dalam kitabnya : “Al-Fashl Bainal Milal wan Nihal” mengatakan :

( ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻧﺬﻛﺮﻫﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻣﻦ ﻋﺪﺍﻫﻢ ﻓﺄﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻓﺈﻧﻬﻢ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﻛﻞ ﻣﻦ ﺳﻠﻚ ﻧﻬﺠﻬﻢ ﻣﻦ ﺧﻴﺎﺭ ﺍﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺛﻢ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﻣﻦ ﺇﺗﺒﻌﻬﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺟﻴﻼ ﻓﺠﻴﻼ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻣﻨﺎ ﻫﺬﺍ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺍﻗﺘﺪﻯ ﺑﻬﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻮﺍﻡ ﻓﻲ ﺷﺮﻕﺍﻷﺭﺽ ﻭﻏﺮﺑﻬﺎ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ‏) ﺍﻟﻔﺼﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻠﻞ – ‏( ﺝ 2 / ﺹ 90)

(Ahlussunah yang akan kami jelaskan adalah kelompok yang berpijak kepada kebenaran, selain mereka adalah kelompok pelaku Bid’ah. Ahlussunnah adalah para sahabat Nabi dan orang yang mengikuti jejak mereka dari kalangan tabi’in, termasuk didalamnya adalah ahli Hadis, ahli fikih dan seterusnya dari masa ke masa, dari generasi ke generasi penerus sampai saat ini. Begitu juga orang kebanyakan yang mengikuti jejak mereka baik di belahan bumi sebelah timur maupun belahan bumi sebelah barat)

Apa yang dikatakan oleh Ibn Hazm barulah pada sebatas kelompok yang masuk dalam katagori Ahlussunnah. Akan halnya ajaran pokok Ahlussunnah wal Jama’ah dan rinciannya akan berbeda antara satu dengan lainnya. Ibnu Taymiyah misalnya mengatakan bahwa pokok pokok ajaran Ahlussunnah adalah : Mengimani terhadap sifat Allah apa adanya, Al-Qur’an adalah Kalamullah, bukan Makhluk, kaum mukmin bisa melihat Allah di sorga, percaya kepada hari akhir dengan segala kejadiannya, percaya kepada Qadla’ dan Qadar, Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang, mencintai sahabat Nabi, percaya kepada Karamah para wali, dan seterusnya. (Lih. Al-Mishri: Ibid. “).

Sementara “Al-Harbi, Ahmad bin ‘Awadullah” dalam kitabnya “al-Maturidiyah” menjelaskan bahwa pokok ajaran Ahlussunnah dalam hal akidah adalah sebagai berikut : 

1. Agama Islam telah sempurna, tidak kurang tidak lebih. 

2.Apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadis sahih adalah sesuai dan tidak bertentangan dengan Akal. 

3.Mempercayai dengan yakin apa yang berasal dari Nabi melalui hadis hadisnya baik yang mutawatir maupun yang Ahad.baik dalam mas’alah akidah maupun syari’ah. 

4. Tunduk kepada perintah Allah dan RasulNya. 

5.Teks yang terkait dengan sifat sifat Allah adalah sudah jelas, bukan mutasyabih lagi yang tidak diketahui maknanya. 

6.menggunakan makna hakiki bukan majazi khususnya dalam mengartikan sifat sifat Allah. 

7.Al-Qur’an menggunakan juga dalil dalil akli (nalar). (al-Maturidiyah : h.59)

Apa yang dikemukakan oleh beberapa ulama tentang ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah secara rinci adalah lebih dalam rangka membedakan antara mereka dengan kelompok lainnya.

.

Karakteristik ajaran Aswaja dan aspek cakupannya

Barangkali yang lebih penting lagi dari sekedar merinci ajaran Ahlussunnah adalah karakteristik ajarannya. Karakteristik ajaran Ahlussunnah adalah : 

1.Satu sumber yaitu Al-Qur’an, Hadis dan Ijma’ para sahabat. 

2.sesuai dengan dalil dalil yang sahih baik secara rasio maupun secara naql. 

3.jelas dan gambalng. Bisa dimengerti oleh orang awam sekalipun. 

4.tetap tidak tergoyahkan bersama dengan bergulirnya waktu. Karena ajaran ini sesuai dengan fitrah manusia.(Islam.Web).

Ada juga yang menjelaskan bahwa ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah bersifat “Tawassuth” atau moderat. Tidak ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. Pengertian moderat disini adalah dari semua segi, baik dari segi akidah, syari’ah maupun akhlak. Sikap moderat yang demikian inilah yang menjadikan masyarakat mencintai ajaran ini. Dalam sejarah masuknya islam dipelbagai negeri islam, seperti negeri negeri arab, penduduk yang tadinya memeluk agama lain, serta merta mengganti keyakinan mereka, adat istiadat mereka, bahasa mereka dengan keyakinan, bahasa, adat istiadat bangsa yang menaklukkan merekayaitu kaum muslimin.

Ciri khas lainnya dari kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah adalah semangat persatuan (jama’ah) dan tidak senang dengan perpecahan

Ahli Sunnah wal Jama’ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur’an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf.

1. Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi.

2. Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali.

3. Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali.

Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama’ah maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.

Prinsip Dasar Aswaja

Di Indonesia penyebaran Aswaja dikembangkan oleh NU dan memiliki lima prinsip dasar yang menjadi paradaigma keagamaan warga NU.

1. prinsip al-tawassuth , yaitu jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri. Dalam paham Ahlussunnah Wal Jamaah, baik bidang hukum (syariah) bidang akidah, maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan menghindari segala bentuk pendekatan ekstrem.

Sikap moderasi Ahlussunnah Wal Jamaah tercermin pada metode pengambilan hukum ( istinbath ) yang tidak semata-mata menggunakan nash, namun juga memperhatikan posisi akal. Begitu pula dalam wacana berfikir selalu menjembatani antara wahyu dengan rasio ( al-ra’y ). Metode ( manhaj ) seperti inilah yang diimplementasikan oleh imam mazhab empat serta generasi lapis berikutnya dalam menelorkan hukum-hukum pranata sosial/fikih. Moderasi adalah suatu ciri yang menegahi antara dua pikiran yang ekstrem; antara Qadariyah (reewillisme) dan Jabariyah (fatalisme), ortodoks Salaf dan rasionalisme Mu’tazilah, dan antara sufisme falsafi dan sufisme salafi.

Penerapan sikap dasar tawassuth dalam usaha pemahaman al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber ajaran Islam, dilakukan dalam rangka: 

▪Memahami ajaran Islam melalui teks mushhaf al-Qur’an dan kitab al-Hadits sebagai dokumen tertulis; 

▪Memahami ajaran Islam melalui interpretasi para ahli yang harus sepantasnya diperhitungkan, mulai dari sahabat, tabi’in sampai para imam dan ulama mu’tabar; 

▪Mempersilahkan mereka yang memiliki persyaratan cukup untuk mengambil kesimpulan pendapat sendiri langsung dari al-Qur’an dan al-Hadits.

2. prinsip tawazun, yakni menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara seimbang antara kepentingan dunia dan akherat, kepentingan pribadi dan masyarakat, dan kepentingan masa kini dan masa datang. Pola ini dibangun lebih banyak untuk persoalan-persoalan yang berdimensi sosial politik. Dalam bahasa lain, melalui pola ini Aswaja ingin menciptakan integritas dan solidaritas sosial umat .

Sikap netral ( tawazun ) Ahlussunnah Wal Jamaah berkaitan dengan sikap mereka dalam politik. Ahlussunnah Wal Jamaah tidak selalu membenarkan kelompok garis keras (ekstrem). Akan tetapi, jika berhadapan dengan penguasa yang lalim, mereka tidak segan-segan mengambil jarak dan mengadakan aliansi. Dengan kata lain, suatu saat mereka bisa akomodatif, suatu saat bisa lebih dari itu meskipun masih dalam batas tawazun . 

3. prinsip al-tasamuh , yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, terutama dalam hal-hal yang bersifat furu’iyah, sehingga tidak terjadi perasaan saling terganggu, saling memusuhi, dan sebaliknya akan tercipta persaudaraan yang islami (ukhuwah islamiyah). Berbagai pemikiran yang tumbuh dalam masyarakat Muslim mendapatkan pengakuan yang apresiatif. Keterbukan yang demikian lebar untuk menerima berbagai pendapat menjadikan Aswaja meimiliki kemampuan untuk meredam berbagai konflik internal umat. Corak ini sanagt tampak dalam wacana pemikiran hukum Islam. Sebuah wacana pemikiran keislaman yang paling realistik dan paling banyak menyentuh aspek relasi sosial.

Dalam diskursus sosial-budaya, Aswaja banyak melakukan toleransi terhadap tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam substansinya, bahkan tetap berusaha untuk mengarahkannya. Formalisme dalam aspek-aspek kebudayaan dalam Aswaja tidaklah memiliki signifikansi yang kuat. Karena itu, tidak mengherankan dalam tradisi kaum Sunni terkesan wajah kultur Syi’ah atau bahkan Hinduisme.

Sikap toleran Aswaja yang demikian telah memberikan makna khusus dalam hubungannya dengan dimensi kemanusiaan secara lebih luas. Hal ini pula yang membuatnya menarik banyak kaum muslimin di berbagai wilayah dunia. Pluralistiknya pikiran dan sikap hidup masyarakat adalah keniscayaan dan ini akan mengantarkannya kepada visi kehidupan dunia yang rahmat di bawah prinsip ketuhanan.

4. prinsip ta’adul (keseimbangan) Ahlussunnah Wal Jamaah terefleksikan pada kiprah mereka dalam kehidupan sosial, cara mereka bergaul serta kondisi sosial pergaulan dengan sesama muslim yang tidak mengkafirkan ahlul qiblat serta senantiasa bertasamauh terhadap sesama muslim maupun umat manusia pada umumnya.

5. prinsip amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Dengan prinsip ini, akan timbul kepekaan dan mendorong perbauatan yang baik/saleh dalam kehidupan bersama serta kepekaan menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan kehidupan ke lembah kemungkaran. 

Jika prinsip diatas diperhatikan secara seksama, maka dapat dilihat bahwa ciri dan inti ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah adalah pembawa rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamain ).

.