03 Sep 2021, 16:52 WIB - Oleh: Show
Bisnis.com, SOLO - PT Pertamina EP (PEP) Pangkalan Susu menemukan gelembung gas dengan sebaran oil sheen atau lapisan tipis minyak di perairan Selat Malaka lepas pantai Kuala Idi, Aceh Timur. Pertamina melakukan survei setelah mendapat laporan dari nelayan tentang adanya lapiran tipis minyak di laut lepas tersebut. Senior Manager Relations Pertamina Subholding Upstream Regional Sumatera Yudi Nugraha mengatakan, tim Penanganan Keadaan Darurat (PKD) telah melakukan berbagai upaya penanganan antara lain melakukan pengecekan lokasi, melakukan pemetaan sebaran lapisan tipis minyak, dan mencari sumber munculnya gelembung gas. Baca Juga : Pertamina Temukan Lapisan Minyak di Lepas Pantai Aceh Timur Proses pengecekan yang terdiri dari studi Geologi, studi Geofisika, survei Seismik, hingga pengeboran, bisa disebut sebagai kegiatan eksplorasi. Dilansir dari beberapa sumber, proses eksplorasi minyak dan gas (migas) merupakan kegiatan yang bertujuan mencari cadangan hidrokarbon seperti minyak dan gas dalam perut bumi. Kemudian setelah berhasil melakukan eksplorasi, proses selanjutnya adalah produksi migas. Tahapan eksplorasi minyak dan gas bumi: Studi Geologi Pada studi geologi, dilakukan pemetaan geologi pada permukaan secara detail yang dapat dilakukan jika memang terdapat singkapan. Hal ini bertujuan untuk memetakan persebaran batuan dan formasi batuan, umur batuan, kandungan mineral, fosil, geokimia, stratigrafi dan sedimentologi serta struktur geologi, dan menggambarkan kondisi bawah permukaan dan lebih efektif dalam ekplorasi selanjutnya yang mendukung kelengkapan dan akurasi data G&G (Geology & Geophysic/Geoscience). Studi Geofisika Selanjutnya, perlu diketahui karakteristik fisik dan kedalaman batuan. Hasilnya, peneliti akan mendapat gambaran lapisan batuan yang ada di dalam bumi setelah melakukan survei seismik. Survei Seismik Dalam survei ini, peneliti bisa mengetahui keadaan di bawah tanah menjadi sebuah gambar dua atau tiga dimensi. Setelah alat pembangkit gelombang suara atau getaran dipasang, maka akan ditembakkan ke bawah laut atau tanah. Gelombang suara tersebut akan dipantulkan kembali sesuai dengan lapisan tanah yang dilaluinya. Di atas permukaan, dipasang alat yang bisa menangkap gelombang suara yang memantul. Lalu, kondisi di bawah permukaan bumi direkonstruksi menjadi gambar dua dimensi atau tiga dimensi di komputer. Dari hasil seismik tersebut, data jenis dan lapisan batuan akan diolah untuk mengetahui keberadaan minyak dan gas bumi di dalamnya. Pengeboran Selanjutnya, barulah dilakukan pengeboran untuk memastikan ada atau tidaknya kandungan minyak bumi di dalam area yang diteliti tersebut. Dalam kegiataan ini, peneliti belum tentu menemukan adanya cadangan migas yang sebelumnya sudah disurvei. Jika tak ada cadangan migas padahal sudah dilakukan pengeboran, hal ini disebut sebagai resiko dry hole. Namun jika cadangan migas ditemukan, maka dilakukan tahapan eksplorasi lanjutan. Tahap ini diawali dengan membuat sumur-sumur di beberapa tempat di sekitar lokasi pengeboran eksplorasi. Sumur-sumur itu dibuat untuk memastikan apakah minyak dan gas bumi yang ada bisa menguntungkan jika akan dilakukan pengembangan lebih lanjut. Apabila menguntungkan, dibuatlah sumur pengembangan untuk memproduksi minyak dan gas bumi. Salah satu alat pengeboran yang dikenal secara luas adalah rig. Rig digunakan untuk menarik dan menurunkan pipa pengeboran ke dalam sumur. Rig ada yang ditempatkan di darat maupun di laut atau di atas permukaan air. Setelah sumur selesai dibor, selanjutnya adalah mengalirkan fluida hidrokarbon ke permukaan. Pada awal produksi biasanya tekanan dari dalam bumi masih cukup besar, sehingga minyak dan gas bumi dapat mengalir ke permukaan dengan sendirinya. Dalam proses ini juga, minyak dialirkan melalui tangki pengumpul sementara gas dialirkan melalui pipa kepada konsumen. Pengangkatan migas tersebut dapat memanfaatkan tekanan alami atau menggunakan metode pengangkatan buatan. Kegiatan ekplorasi dan produksi migas memakan waktu dan proses yang lama kurang lebih sepuluh tahun. Simak Video Pilihan di Bawah Ini : Belakangan ini ramai diperbincangkan terkait skema pengembangan Blok Wilayah Kerja (WK) Minyak dan Gas Bumi Masela yang terletak di laut lepas Maluku. Perdebatan terjadi dalam menentukan skema mana yang lebih baik antara onshore dan offshore. Artikel ini, akan membahas secara umum perbandingan antara kedua skema tersebut. Apa pengertian onshore dan offshore?Onshore, diterjemahkan dari Bahasa Inggris yang berarti daratan yang mendekati laut atau berada di daratan dan bukan di laut, merujuk ke pekerjaan yang terkait dengan bangunan/struktur yang berada di daratan hingga daerah garis pantai untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Contoh dari pekerjaan onshore adalah kilang dan sumur bor yang berada di daratan. Gambar 1 Contoh proyek onshoreSumber: cbi.com Gambar 2 Drilling rig pada onshoreSumber: yabiladi.com Sedangkan Offshore, berarti jauh dari atau berjarak dari daratan, merupakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang dilakukan di lepas pantai atau jauh dari daratan. Dalam kegiatan offshore, eksplorasi dan eksploitasi dilaksanakan dengan menggunakan Platform Lepas Pantai terpancang (Jacket, Jack up dan lain-lain) maupun terapung (Spar, TLP, FPSO dan lain-lain). Gambar 3 Offshore platform tipe JacketSumber: 2b1stconsulting.com dan fisheries.noaa.gov Gambar 4 Offshore platform jenis FPSOSumber: pinterest.com dan wikipedia.org Apakah yang membedakan Onshore dan Offshore?Kilang onshore lebih mudah dijangkau dibandingkan kilang offshore, karena lokasi dari kilang itu sendiri dapat berada di tengah hutan, puncak gunung, tengah gurun, bahkan di pinggir sebuah kota atau desa. Ketentuan yang dibutuhkan untuk membuat sumur bor di darat terbilang lebih mudah dibandingkan lepas pantai. Namun karena sudah banyaknya eksplorasi dan eksploitasi di daratan, maka peluang menemukan cadangan migas baru pun lebih kecil dibanding di lautan. Selain itu, tantangan untuk eksplorasi minyak dan gas pada offshore lebih besar daripada onshore. Proyek pembangunan kilang onshore harus memperhitungkan kekuatan tanah untuk fondasi dan beban angin, sedangkan di laut ada aspek lain yang perlu diperhitungkan, yaitu beban yang timbul dari gerakan arus dan gelombang laut. Hal ini memerlukan tenaga dan keahlian yang lebih kompleks dalam merancang kilang tersebut. Terlebih lagi biaya operasional yang diperlukan untuk eksplorasi offshore lebih mahal dibandingkan onshore. Dari segi pembangunan, bahan struktur yang digunakan dalam proyek offshore tidak bisa sembarangan, prtlu ada pertimbangan terkait faktor lingkungan laut seperti korosi dan kegagalan yang disebabkan pertumbuhan biota laut. Namun, kelebihan dari offshore rig adalah strukturnya dapat dipindahkan karena menggunakan platform terapung seperti Floating Production Storage and Offloading (FPSO) dan Tension Leg Platform (TLP), sehingga dapat digunakan kembali untuk eksplorasi di lokasi lain setelah selesai mengekstrak minyak dan gas dari lokasi sebelumnya. Berikut ini adalah salah satu contoh perbandingan mengenai hal-hal diatas, yaitu mengenai pengembangan Blok Wilayah Kerja Migas Masela di Maluku. Gambar 4 Offshore platform jenis FPSOSumber: https://mediaindonesia.com/ekonomi/31471/blok-masela-utamakan-indonesia-timur Perlu diketahui bahwa Blok Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi terletak di laut lepas Maluku. Dalam skema onshore, eksploitasi migas dilakukan di laut menggunakan anjungan lepas pantai terapung untuk proses pengeborannya. Hasil dari pengeboran tersebut kemudian dikirim ke daratan menggunakan pipa bawah laut ataupun kapal tanker untuk diproses lebih lanjut menjadi gas alam yang dicairkan/Liquefied Natural Gas (LNG) sehingga gas bumi hasil pengeboran dapat dijual dan dikonsumsi. Pada skema ini, selain dibutuhkan fasilitas pengeboran lepas pantai, karena letak sumur yang berada di laut lepas, diperlukan juga fasilitas produksi LNG yang berada di daratan dan juga sistem perpipaan atau transportasi dari laut ke darat. Berbeda dengan skema offshore yang tidak memerlukan fasilitas produksi di daratan, dikarenakan aktivitas produksi LNG bisa dilakukan di atas anjungan atau platform. Dalam skema offshore, gas bumi hasil pengeboran langsung diproses menjadi LNG yang kemudian dikirim ke darat menggunakan kapal tanker untuk langsung dijual dan dikonsumsi. Namun penggunaan skema offshore memerlukan anjungan lepas pantai yang lebih kompleks dikarenakan produksi LNG harus dilakukan di atas anjungan. Berikut ini adalah beberapa perbedaan dalam skema onshore dan offshore:
Sebaran blok migas yang dikelola secara offshore dan onshoreDi Indonesia, sudah banyak terjadi aktivitas eksploitasi migas dalam skema onshore maupun offshore. Berikut adalah beberapa data sebaran blok migas yang ada di Indonesia (dilansir oleh SKK Migas pada 1 Januari 2020).
Oleh Hadian Bagas Widyawan dan Kevin Alief Adityaputra |