Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah

biarnambahpintar biarnambahpintar

Jawaban:

B. Yogyakarta

Penjelasan:

Yang pertama terjadi pada Juli 1947 dan yang lebih dahsyat, terjadi hari ini 67 tahun silam atau 19 Desember 1948 yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II atau “Clash II”. Yogyakarta yang saat itu merupakan ibu kota republik, jadi sasaran utama.

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah

Jawaban:

B.yogyakarta

semoga membantu

Home Nasional Nasional Lainnya

ptj | CNN Indonesia

Kamis, 22 Jul 2021 13:10 WIB

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah

Agresi Militer Belanda II adalah serangan yang dilancarkan Belanda pada 19 Desember 1948. Berikut tujuan dan kronologi Agresi Militer Belanda II.(Foto: Nationaal Museum van Wereldculturen/C.J. Taillie via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0)

Jakarta, CNN Indonesia --

Pasca kemerdekaan Indonesia, Belanda kembali datang dan melancarkan sejumlah serangan. Serangan ini dinamakan Agresi Militer Belanda.

Terdapat dua kali serangan yang dilakukan terhadap Indonesia yakni Agresi Militer Belanda I atau Operatie Product dan Agresi Militer Belanda II atau Operatie Kraai alias Operasi Gagak.

Setelah gagal dengan agresi militer yang pertama pada 21 Juli - 5 Agustus 1947, Belanda kembali menyerang Indonesia setahun kemudian.

Agresi Militer Belanda II adalah serangan yang dilancarkan Belanda pada 19-20 Desember 1948. Operasi Gagak ini berawal dari serangan di Yogyakarta yang saat itu merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Indonesia. Serangan pun meluas ke sejumlah kota di Jawa dan Sumatera.

Tujuan Agresi Militer Belanda II adalah untuk melumpuhkan pusat pemerintahan Indonesia sehingga Belanda bisa menguasai Indonesia kembali.

Belanda ingin merebut kekayaan alam yang ada di Indonesia untuk menumbuhkan perekonomian negaranya yang hancur setelah kalah dalam Perang Dunia II.

Kronologi Agresi Militer Belanda II

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
Pada Agresi Militer Belanda II, Belanda menangkap sejumlah tokoh bangsa termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. (Foto: AFP PHOTO)

Dalam Agresi Militer Belanda II, pasukan militer Belanda awalnya menyerang Pangkalan Udara Maguwo agar bisa masuk ke Yogyakarta. Belanda menggempur pangkalan udara itu secara tiba-tiba melalui serangan udara.

Setelah Pangkalan Udara Maguwo lumpuh, Belanda dengan cepat menguasai Yogyakarta. Pemimpin Indonesia saat itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap.

Belanda juga menangkap sejumlah tokoh seperti Sutan Sjahrir, Agus Salim, Mohammad Roem, dan AG Pringgodigdo. Mereka diterbangkan ke tempat pengasingan di Pulau Sumatera dan Pulau Bangka.

Pembentukan Pemerintahan Darurat di Bukittinggi

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
Pada Agresi Militer Belanda II, Indonesia membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara. (Foto Jam Gadang di Bukittinggi: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)


Sebelum ditangkap, Presiden Soekarno sempat membuat surat kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat sementara.

Soekarno memberikan mandat kepada Syafruddin untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Peralihan pemerintahan ini bertujuan agar Republik Indonesia tidak berhenti dan terus menyusun strategi melawan Belanda.

Presiden Soekarno juga sudah membuat rencana cadangan seandainya Pemerintahan Darurat ini gagal menjalankan tugas pemerintahan.

Soekarno membuat surat kepada Duta Besar RI di New Delhi, India, Sudarsono, Menteri Keuangan AA Maramis dan staf Kedutaan RI LN Palar untuk membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India. Exile Government adalah pemerintah resmi suatu negara yang karena alasan tertentu tidak dapat menggunakan kekuatan legalnya.

Namun, rencana ini tak jadi dilakukan karena PDRI berhasil membentuk pemerintahan sementara pada 22 Desember 1948. Sejak saat itu, tokoh-tokoh PDRI menjadi incaran Belanda.

Namun, PDRI tak gentar dan menyusun sejumlah perlawanan dengan membentuk lima wilayah pemerintahan militer di Sumatera yakni di Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Perlawanan terhadap belanda juga dibantu berbagai laskar di Jawa.

Serangan Belanda yang terus digencarkan justru mendapat kecaman dari dunia internasional. PBB mendesak Belanda membebaskan pemimpin Indonesia dan kembali memenuhi Perjanjian Renville.

Belanda pun membebaskan Soekarno dan Hatta pada 6 Juli 1949. Pemerintahan pun kembali pulih pada 13 Juli 1949. Belanda dan Indonesia juga merundingkan perjanjian Roem Royen.

Itulah sejarah Agresi Militer Belanda II beserta kronologinya.

(imb/ptj)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

LAINNYA DARI DETIKNETWORK

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi militer belanda ii pada tahun 1948 adalah:

  1. jakarta.
  2. yogyakarta.
  3. bukittinggi.
  4. surabaya.

Jawabannya adalah b. yogyakarta.

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi militer belanda ii pada tahun 1948 adalah yogyakarta.

Penjelasan dan Pembahasan

Jawaban a. jakarta menurut saya ini salah, karena sudah menyimpang jauh dari apa yang ditanyakan.

Jawaban b. yogyakarta menurut saya ini yang benar, karena sudah tertulis dengan jelas pada buku dan catatan rangkuman pelajaran.

Jawaban c. bukittinggi menurut saya ini juga salah, karena setelah saya cek di situs ruangguru ternyata lebih tepat untuk jawaban pertanyaan lain.

Jawaban d. surabaya menurut saya ini malah 100% salah, karena tadi saat coba cari buku catatan, jawaban ini cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan diatas, bisa kita simpulkan bahwa pilihan jawaban yang paling benar adalah b. yogyakarta..

Jika masih ada pertanyaan lain, dan masih bingung untuk memilih jawabannya. Bisa tulis saja dikolom komentar. Nanti saya bantu memberikan jawaban yang benar.

Lihat juga kunci jawaban pertanyaan berikut:

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraai) terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
Agresi Militer Belanda II
(bahasa Belanda: Operatie Kraai)Bagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia
Pasukan Operasi Gagak yang menunggu penerbangan pesawat dari Semarang menuju Yogyakarta.
Tanggal19–20 Desember 1948
LokasiJawa dan Sumatra, Indonesia
Hasil Penangkapan pemimpin-pemimpin Republik di Yogyakarta[1]
Berkembangnya penentangan internasional di PBB atas upaya Belanda mengembalikan kekuasaan di Indonesia[2]
Perubahan
wilayah
Pasukan bersenjata Belanda menduduki Jawa dan Sumatra[3]
Pihak terlibat
Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
 
Indonesia
Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
 
BelandaTokoh dan pemimpin
Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
Soedirman
Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
Jenderal Abdul Haris Nasution[3]
Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
Jenderal Simon Hendrik Spoor[3]
Salah satu kota yang menjadi sasaran utama pada agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 adalah
Jenderal Meyer[4]Kekuatan 100.000 infanteri
3 Mitsubishi Zero[3] 800–900 infanteri udara[5]
23 Douglas DC-3[5]
10.000 - 130.000 infanteri
Pesawat tempur dan pengebom Belanda[5]

Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibu kota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio Antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan menyampaikan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatra untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatra, termasuk serangan terhadap Ibu kota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".

Penyerangan terhadap Ibu kota Republik, diawali dengan pengeboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pengeboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Berkas:Dec48.gif

Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibu kota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil dalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai wakil PBB. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatra, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatra, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada di New Delhi.

Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatra Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah: Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat terpaksa pula menghadapi gerombolan DI/TII.

  • Wehrkreise
  • Indonesia: Era 1945-1949

  1. ^ Kahin (2003), p. 1876.988896
  2. ^ Darusman (1992), p. 63
  3. ^ a b c d Kahin (2003), p. 89
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama KahinSEA94
  5. ^ a b c Kahin (2003), p. 90

  • Bertrand, Jacques (2004). Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia. Cambridge University Press. hlm. 166. ISBN 0-521-52441-5. 
  • Darusman, Suryono (1992). Singapore and the Indonesian Revolution, 1945–50. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 981-3016-17-5. 
  • Jason, Robert (2008). Modern Military Aircraft in Combat First Edition. London: Amber Books. 
  • Kahin, George McTurnan (2003). Southeast Asia: A Testament. London: Routledge Curzon. ISBN 0-415-29975-6.  Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
  • Ricklefs, M.C. (1993). A History of Modern Indonesia Since c. 1300. San Francisco: Stanford University Press. 
  • Zweers, L. (1995). Agressi II: Operatie Kraai. De vergeten beelden van de tweede politionele actie. The Hague: SDU Uitgevers. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-08. Diakses tanggal 2013-03-23. 
  • Operation KraAi (General Spoor) vs Surat Perintah no. 1 (General Sudirman), Gramedia Publisher-Indonesian Language

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Agresi_Militer_Belanda_II&oldid=21619370"