Salah satu budaya bangsa indonesia yang diterapkan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari adalah

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsentrasikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local Knowledge” atau kecerdasan setempat “local Genius”. Sains modern dianggap memanipulasi alam dan kebudayaan dengan mengobyektifkan semua kehidupan alamiah dan batiniah dengan akibat hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”. Sains modern menganggap unsur “nilai” dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak relevan untuk memahami ilmu pengetahuan.

Penting dicatat, bahwa kehadiran kearifan lokal bukanlah wacana baru dalam kehidupan kita sehari-hari. Kearifan lokal sebenarnya hadir bersamaan dengan terbentuknya masyarakat kita, masyarakat Indonesia. Eksistensi kearifian lokal menjadi cermin nyata dari apa yang kita sebut sebagai hukum yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat. Sesuai laporan The World Conservation Union (1997), dari sekitar 6.000 kebudayaan di dunia, 4.000-5.000 di antaranya adalah masyarakat adat. Ini berarti, masyarakat adat merupakan 70-80 persen dari semua masyarakat di dunia. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada di Indonesia yang tersebar berbagai kepulauan.

Indonesia benar-benar merupakan masyarakat majemuk nomor satu di dunia. Secara topografis berupa Negara kepulauan yang terdiri dari sejumlah pulau-pulau besar dan ribuan pulau kecil, tetapi lebih dari itu berupa komunitas-komunitas manusia dengan ratusan warna lokal dan etnis. Di sinyalir oleh beberapa sumber, jumlah etnis dengan bahasanya yang spesifik lebih dari 300 ribu lebih kelompok. Ini merupakan jumlah yang cukup besar yang tidak boleh dipandang remeh, kendati dalam rangka dominasi ekonomi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern mereka selalu dipinggirkan dan diabaikan. Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Sesuai dengan kalimat tersebut, artinya pancasila merupakan proses pengkristalisasi atau pengerasan dari nilai-nilai luhur dan budaya bangsa Indonesia yang telah ada sebelumnya sepanjang sejarah bangsa yang ada dan nilai-nilai dari kebudayaan kita sendiri.

Maka keberagaman yang multikultural dan pluralistik yang menampung berbagai perbedaan budaya, etnis, agama, dan ideologi. Karena itu, prinsip bernegara yang kita kenal adalah bhineka tunggal ika, ‘berbeda-beda namun satu’. Sejalan dengan perkembangan zaman, banyak hal mengalami perubahan, termasuk nilai-nilai sosialkultural, persepsi politis ideologis, dan sebagainya. Di sisi lain, warisan kultural dari nenek moyang berupa nilai dan akar tradisi, termasuk kearifan lokal, mengalami pelunturan dan penggerusan.  Bagaimana posisi kearifan lokal di tengah perubahan yang berlangsung secara eksternal dan internal.

Mengacu pada kondisi Indonesia saat ini, dapat dikatakan ada dua faktor yang memengaruhi perubahan nilai sosialkultural, yakni faktor eksternal dan internal yang (mungkin) bergerak secara simultan. Faktor eksternal, antara lain, dipengaruhi oleh globalisasi, deideologisasi politik di tingkat global, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, neokapitalisme dan neoliberalisme yang makin memacu gaya hidup pragmatis, konsumtif, dan individual. Faktor internal dipengaruhi melunturnya nilai-nilai tradisi dan nilai- nilai lokal (termasuk di dalamnya kearifan lokal) yang mungkin juga terjadi karena faktor eksternal. Karena diasumsikan telah terjadi pelunturan nilai-nilai tradisi, upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk merevitalisasi kearifan lokal di tengah globalisasi dan perubahan nilai sosialkultural sehingga kearifan lokal tetap menjadi identitas bangsa sekaligus memberikan kontribusi dalam membangun Indonesia yang multikultural dan pluralistik sekaligus madani. Revitalisasi kearifan lokal juga diharapkan mampu merespons dan memberikan solusi atas tantangan dan problematika Indonesia kini, seperti bagaimana mengatasi korupsi, kemiskinan, dan perusakan ekosistem alam.

Kemudian bagaimana sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Keuangan bersikap? Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Itulah cara kita bersikap secara kearifan lokal sebagai upaya penguatan identitas keindonesiaan (Revitalisasi Kearifan Lokal). Hal ini dapat dipahami karena nilai-nilai Pancasila sesungguhnya adalah kristalisasi dari kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat berbagai daerah.

Untuk mengantisipasi perubahan sosialkultural maka pemerintah melakukan kompetensi sosial kultural menjadi bagian dalam Leadership Framework yang dikembangkan dalam program pengembangan kompetensi pegawai. Saat ini, Kementerian Keuangan tengah menggalakkan sosialisasi kompetensi sosial kultural untuk seluruh pegawai Kementerian Keuangan karena salah satu fungsi ASN adalah sebagai perekat bangsa seperti dimuat dalam UU ASN Nomor 5 Tahun 2014. bahwa Inovasi ini berlanjut pada penyempurnaan Assessment Center di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pada tahun 2020, Kementerian Keuangan mengikuti Permenpan RB (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi -red) nomor 38 tahun 2017 mengenai standar kompetensi yang harus dimiliki setiap ASN (Aparatur Sipil Negara -red), yaitu 8 kompetensi manajerial dan 1 kompetensi yang khusus menyoroti sosial kultural,

(Penulis  : Seksi Hukum dan Informasi)

HASIYATI

 Abstract

Culture as a manifestation of a society should be taught early on in children. This can be done in a variety of ways. Early Childhood as an asset of a nation needs to be stimulated early on, in order to develop according to age. In order to achieve these goals, a tool in the form of media is needed. The required media can be a set of guidebooks in print or other media in the form of applications.

 Kata Kunci: Budaya, Anak Usia Dini, Media 

Visi pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai pusat pendidikan, budaya dan tujuan pariwisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Pendidikan sebagai  sarana mewujudkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi manusia cerdas utuh  berbudaya  sesuai dengan filosofi, dan ajaran moral nilai luhur Budaya.

Hal ini penting karena Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pusat pendidikan, pusat budaya, dan tujuan wisata bertaraf dunia yang mampu menjadi candradimuka bagi masyarakatnya dan masyarakat yang hadir di Yogyakarta, sehingga akan muncul manusia berbudaya yang berwatak satriya untuk kebaikan, keutamaan, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama.

Untuk itu berkembang wacana untuk menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pusat pendidikan berbasis budaya (lokal dan pluralistik yang ada dan tumbuh di Daerah Istimewa Yogyakarta) menjadi sangat kuat. Apabila keinginan ini terwujud, Daerah Istimewa Yogyakarta tidak saja menjadi tujuan wisata alam dan sejarah akan tetapi juga sebagai acuan orientasi pembangunan pendidikan dan sumberdaya manusia yang mendunia

Kualitas manusia tersebut dapat diwujudkan melalui pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, didukung tenaga pendidik yang berkualitas dan memenuhi standar kualifikasi serta kompetensi sesuai dengan tuntutan zaman. Untuk itu pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dalam kerangka pembangunan jangka panjang tersebut perlu dirumuskan dalam suatu Peraturan Daerah.

Hasil Pemetaan BP PAUD dan Dikmas Tahun 2019, sejumlah 653 lembaga, 479 lembaga memperoleh nilai rata-rata 63,21%, dan 174 lembaga memperoleh nilai rata-rata 36,79%.  Pencapaian 479 lembaga, 3 dari 8 Standar Nasional Pendidikan yang mempunyai skor rendah. Skor Standar Nasional Pendidikan yang rendah, yaitu (1) Standar pembiayaan sejumlah 181 atau 37,89% lembaga yang melakukan pembukuan dengan baik. Satu dari dua indikator semua lembaga tidak melakukan pencatatan keuangan (2) Standar Pengelolaan sejumlah 242 lembaga atau 50,28% rata-rata. Satu dari 11 (sebelas) indikator yang nilainya rendah, pengelola tidak mempunyai panduan pelaksanaan sejumlah 396 lembaga (3) Standar Isi sejumlah 246 lembaga atau 51,42%. Satu dari empat indikator yang tidak terpenuhi yaitu pengelola tidak mempunyai acuan kurikulum yang menunjukkan ke khasan. Disini dapat di asumsikan bahwa kekhasan dari Yogyakarta adalah budaya yang ada dan adat kebiasaan yang masih dilestarikan sampai saat ini, dalam berbagai bentuk tradisi.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka rancangan penelitian ini akan mengungkap standar isi yang didalamnya ada muatan lokal yang sudah ada tetapi belum digunakan secara optimal dalam pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan, serta masalah yang dihadapi ketika melaksanakan pembelajaran. Harapan untuk membantu anak agar berbudaya sesuai dengan nilai-nilai luhur dan tema-tema yang dapat disusun untuk membantu proses pembelajaran agar pendidik mudah menerapkan, ketika membiasakan dan membelajarkan budaya.

Muatan lokal (Mulok)

Muatan lokal adalah istilah untuk menyebutkan mata pelajaran tambahan di sekolah, umumnya mapel yang ada di muatan lokal (mulok) adalah mapel yang tidak semua sekolah di Indonesia mengujikannya kepada siswa, mapel itu biasanya seperti bahasa daerah di masing-masing daerah sekolah.

Menurut Dirjen Kurikulum Muatan Lokal adalah kurikulum yang di perkaya dengan materi pelajaran yang ada di lingkungan setempat. Menurut Kurikulum 1994 Kurikulum Muatan Lokal adalah materi pelajaran yang diajarkan secara terpisah, menjadi kajian tersendiri.

Muatan lokal diperlukan untuk pelestarian budaya, pengembangan kebudayaan, serta pengubahan sikap lingkungan terhadap lingkungan. Fungsi dari adanya muatan lokal yaitu untuk memperluas pengetahuan siswa sesuai dengan kondisi daerahnya

Pendidikan Berbasis Budaya

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia.

Pengelolaan   pendidikan   berbasis   budaya, yang selanjutnya disebut   pengelolaan pendidikan, adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya oleh Pemerintah daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan.

Pendidikan Berbasis Budaya

Pendidikan pada anak usia dini  merupakan wahana  pendidikan yang sangat fundamental dalam memberikan kerangka dasar terbentuk dan berkembangnya dasar-dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Keberhasilan proses pendidikan pada masa dini tersebut menjadi dasar untuk proses  pendidikan selanjutnya.

Proses pendidikan pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi  anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal  dan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak. Melalui proses pendidikan seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak pendidik (orang tua) yang menempatkan anak secara pasif dan pendidik menjadi dominan.

Pada rentang usia ini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai  rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, bahasa, sosio emosional dan spiritual.

Tumbuhnya potensi seseorang di mulai dari proses perkembangan otaknya sejak masih dalam kandungan sehingga PAUD sangat penting untuk menstimulasi perkembangan otak yang berpengaruh pada peningkatan potensi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian para ahli diketahui bahwa kualitas otak manusia ditentukan oleh: (1) banyaknya cabang dendrit, dan (2) jumlah dan kualitas sinaps atau hubungan antara cabang-cabang sel otak karena makin banyak sinap makin kompleks dan canggih kemampuan otak anak; dan (3) kualitas myelinasi akson, yaitu pembentukan gelembung-gelembung pembungkus akson yang berfungsi mempercepat transformasi gelombang informasi antar sel otak.

a. Karakteristik anak usia dini

Anak usia dini mempunyai karakteristik yang menonjol dan dapat dilihat ketika berinteraksi dengan orang lain. Menurut Richard D. Kellough dalam buku A Resource Guide for Teaching K-12 menjelaskan ada 7 karakteristik umum anak usia dini, yaitu:

1) Anak bersifat egosentris

Ketika anak melakukan jenis permainan harus sama agar tidak saling Sehingga dapat bermain secara kondusif.

    2) Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar

Ketika anak ingin mengetahui sesuatu, akan ditanyakan sampai detail. Banyak orang tua yang kurang paham sehingga mengatakan anaknya ceriwis.

3) Anak makhluk sosial

Anak akan mencari teman sebayanya ketika bermain, sebagai seorang yang memerlukan teman. Sesama temannya merupakan interaksi sebagai makluk sosial.

4) Setiap anak adalah individu yang unik

Anak tidak dapat disamakan dengan yang lain, dengan saudara sendiri saja tidak dapat diperlakukan yang sama. Sehingga jangan membandingkan dengan anak-anak yang lain walaupun usianya sama. Karena akan sesuai dengan minat dan bakatnya, serta lingkungan sosial yang mendukungnya

5) Penuh fantasi dan imajinasi

Ketika anak menemukan sesuatu barang akan di bentuk sesuai dengan dan imajinasinya dengan yang sering dilihat.

6) Daya konsentrasinya pendek

Konsentrasi anak berkisar 10 menit, untuk itu pembukaan pembelajaran yang tepat sudah dapat menginspirasi anak untuk mengembangkan. Ketika  melebihi wakunya anak akan cepat bosan. Pentingnya menarik anak diawal pembelajaran

7)Pembelajar yang potensial

Anak usia dini memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, sehingga diperlukan stimulasi yang beragam, agar dapat mencapai optimal.

b. Pembelajaran Yang Menyenangkan bagi Anak Usia Dini

Menyenangkan mengandung makna bahwa pembelajaran untuk anak didik terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu guru harus mengupayakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, dimulai dengan penataan lingkungan main yang menarik, dan memenuhi unsur kesehatan, mulai dari kebersihan lingkungan main, pengaturan cahaya apabila belajar di dalam ruangan, ventilasi yang baik, serta harus memenuhi unsur keindahan misalnya cat dinding yang segar dan bersih, lukisan dan karya-karya anak yang tertata rapi, media dan sumber belajar yang relevan, dan bahasa tubuh guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar anak didik.

Agar Pembelajaran bagi Anak Usia Dini menyenangkan maka harus memperhatikan beberapa hal yaitu:

1) Cara Belajar Anak Usia Dini

     a) Anak belajar secara bertahap

Anak belajar bertahap sesuai dengan kematangan perkembangan Anak belajar dari mulai segala sesuatu yang konkrit, yang dapat dirasakan oleh inderanya. Anak seorang pembelajar alami dan sangat senang belajar (Raffini, 1993). Anak belajar mulai dengan cara menarik, mendorong, merasakan, mencicipi, menemukan, menggerak-gerakan dengan berbagai cara yang disukainya.

     b) Cara berpikir anak bersifat khas.

Duit and Treagust (1995) menyatakan bahwa cara anak berpikir berakar dari pengalamannya sehari-hari. Pengalaman yang sangat membantu dan berharga bagi anak didapat dari enam sumber yakni: (1) pengalaman sensory, (2) pengalaman berbahasa, (3) latar belakang budaya, (4) teman sepermainan, (5) media masa, dan (6) kegiatan saintis. Cara anak berpikir tentang dunia sekelilingnya juga mempengaruhi pemahamannya tentang konsep saintis.

Anak cenderung melihat sesuatu berpusat pada dirinya sendiri atau cara memandang kemanusiaan. Misalnya saat bonekanya ditinggal di bangku, anak berkata “tunggu ya disitu jangan nakal.” Jadi anak selalu menggunakan sisi kemanusiaan terhadap benda-benda atau kejadian. Seringkali anak menggunakan kata-kata yang makna berbeda dengan makna orang dewasa atau pada umumnya. Misalnya “kemarin aku pergi ke pasar sama ibu.” Kata kemarin bukan berarti sebelum hari ini, tetapi bisa jadi minggu lalu, dua hari lalu, atau baru saja terlewati. Hal ini karena konsep waktu pada anak belum cukup matang.

     c) Anak-anak belajar dengan berbagai cara.

Anak senang mengamati dan berpikir tentang lingkungannya (Eshach & Fried, 2005; Ramey-Gassert, 1997). Anak termotivasi untuk mengeksplor dunia sekitarnya dengan caranya sendiri (French, 2004). Terkadang cara anak belajar tidak dipahami orang dewasa, sehingga dianggap anak ini sedang bermain tanpa makna atau bahkan sebaliknya ia berbuat sesuatu yang nakal.

Contoh Andi memukul-mukul dinding dengan tangan, sekali-kali ia juga memukul menggunakan alat atau menjejakkan kakinya. Selintas ia sedang berbuat yang dapat merusak dinding. Tetapi saat ditanya, Andi menjawab “aneh ya kalau dipukul tangan suaranya dung-dung, kalau pake pensil jadi tek tek, tapi kalau pake kaki jadi bum-bum.” Rupanya Andi sedang melakukan percobaan efek bunyi pada dinding.

     d) Anak belajar satu sama lain dalam lingkungan sosial.

Anak terlibat aktif dengan lingkungannya untuk mengembangkan pemahaman mendasar tentang fenomena yang anak amati dan lakukan. Anak juga membangun keterampilan proses saintis yang sangat penting yaitu mengamati, mengklasisikasikan, dan juga mengelompokkan. (Eshach & Fried, 2005; Platz, 2004).

Anak belajar banyak pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa, kemampuan sosial-emosional, dan kemampuan lainnya berkembang pesat bila anak diberi kesempatan bersosialisasi dengan teman, benda, alat main, dan orang-orang yang ada di sekitarnya.

     e) Anak belajar melalui bermain.

Bermain membantu mengembangkan berbagai potensi anak. Melalui bermain anak diajak bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.

2) Prinsip Pembelajaran pada Anak Usia Dini

     a) Belajar melalui Bermain

Bermain merupakan kegiatan yang paling diminati  anak. Saat bermain anak melatih otot besar dan kecil, melatih keterampilan berbahasa, menambah pengetahuan, melatih cara mengatasi masalah, mengelola emosi, bersosialisasi, mengenal matematika, sain, dan banyak hal lainnya.

Bermain bagi anak juga sebagai pelepasan energi, rekreasi, dan emosi. Dalam keadaan yang nyaman semua syaraf otak dalam keadaan rileks sehingga memudahkan menyerap berbagai pengetahuan dan membangun pengalaman positif.

Kegiatan pembelajaran melalui bermain mempersiapkan anak menjadi anak yang senang belajar.

     b) Berorientasi pada Kebutuhan Anak

Anak sebagai pusat pembelajaran. Seluruh kegiatan pembelajaran di rencanakan dan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi anak. Dilakukan dengan memenuhi kebutuhan fisik dan psikis anak. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan sesuai dengan cara berpikir dan perkembangan kognitif anak. Pembelajaran PAUD bukan berorientasi pada keinginan lembaga/guru/orang tua.

     c) Stimulasi Terpadu

      Anak memiliki aspek moral, sosial, emosional, fisik, kognitif, bahasa, dan seni. Kebutuhan anak juga mencakup kesehatan, kenyamanan, pengasuhan, gizi, pendidikan, dan perlindungan. Pendidikan Anak Usia Dini memandang anak sebagai individu utuh, karenanya program layanan PAUD dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Untuk memenuhi stimulasi yang menyeluruh dan terpadu, maka penyelenggaraan PAUD harus bekerjasama dengan layanan kesehatan, gizi, dan pendidikan orang tua. Dengan kata lain layanan PAUD Holistik Integratif menjadi keharusan yang dipenuhi dalam layanan PAUD.

     d) Berorientasi pada Perkembangan Anak

Setiap anak memiliki kecepatan dan irama perkembangan yang berbeda, namun demikian pada umumnya memiliki tahapan perkembangan yang sama. Pembelajaran PAUD, pendidik perlu memberikan kegiatan yang  sesuai dengan tahapan perkembangan anak, dan memberi dukungan sesuai dengan perkembangan masing-masing anak. Untuk itulah pentingnya pendidik memahami tahapan perkembangan anak.

2) Lingkungan Kondusif

Lingkungan adalah pendidik ketiga bagi anak. Anak belajar kebersihan, kemandirian, aturan, dan banyak hal dari lingkungan bermain atau ruangan yang tertata dengan baik, bersih, nyaman, terang, aman, dan ramah untuk anak.

Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan serta demokratis sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan.

Penataan ruang belajar harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga anak dapat berinteraksi dengan mudah baik dengan pendidik maupun dengan temannya.

Lingkungan belajar hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai budayanya, yaitu tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar.

3) Menggunakan Pendekatan Tematik

Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik. Tema sebagai wadah mengenalkan berbagai konsep untuk mengenal dirinya dan lingkungan sekitarnya.

4) Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)

Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.

Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran.

5) Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar

  • Piaget meyakini bahwa anak belajar banyak dari media dan alat yang digunakannnya saat bermain. Karena itu media belajar bukan hanya yang sudah jadi berasal dari pabrikan, tetapi juga segala bahan yang ada di sekitar anak, misalnya daun, tanah, batu-batuan, tanaman, dan sebagainya.
  • Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.
  • Anak yang terbiasa menggunakan alam dan lingkungan sekitar untuk belajar, akan berkembang lebih peka terhadap kesadaran untuk memelihara lingkungan. Contoh mengajak  anak untuk memperhatikan kebun  yang ada di sekitar Lembaga PAUD. Diskusikan dengan anak misalnya:
    • Apa saja yang terlihat..?
    • Ada benda apa saja yang terbuang di kebun tersebut ?
    • Apa jadinya jika banyak benda yang dibuang di kebun tersebut?
    • Apa yang seharusnya dilakukan?
  • Bila kegiatan ini dilakukan bersama anak. Pastikan kebun  yang diamati  bersih dari sampah-sampah yang tidak bisa terurai.

Media pembelajaran

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.

Tujuan penggunaan media dalam pembelajaran untuk mtuk membantu konsentrasi  anak didik. Misalnya ketika diperdengarkan sebuah lagu, anak akan mendengarkan dengan senang ketika lagu itu menarik, dan juga bila sering diperdengarkan, maka anak akan hafal  syair dan bias mendendangkan sesuai nadanya.

Media pembelajaran adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Ketika Lembaga mempunyai berbagai media untuk menyampaikan Bahasa Jawa, Tembang Dolanan maka pendidik tidak akan mengalami kesulitan untuk membelajarkan.

Metode Penelitian

Pelaksanaan studi pendahuluan dilaksanakan bulan Februari di Lembaga PAUD Formal dan Non Formal Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan responden sejumlah 30 orang pendidik atau tenaga Kependidikan sejumlah berasal dari Lembaga yang sudah menerapkan Pendidikan berbasis budaya. Instrumen yang digunakan angket dan pedoman wawancara. Analisis data dengan deskriptip kualitatif.  Data dan informasi yang sudah terkumpul dianalisis secara kualitatif, yaitu menguraikan, menafsirkan, menterjemahkan dan memaknai dengan menggunakan kalimat.

Hasil Penelitian Penerapan Budaya

Hasil penelitian yang diperoleh dari angket dan wawancara sebagai berikut:

1. Pengalaman Tenaga Pendidik dan Kependidikan

  • Pengalaman mengajar Taman Kanak-kanak dari 9 orang 8 orang mempunyai pengalaman lebih dari 30 tahun. Sisanya 1 orang mempunyai pengalaman mengajar  lebih dari 20 tahun.
  • Usia pendidik, rata-rata diatas 50 tahun sejumlah 8 orangm dan diatas 40 tahun sejumlah 1 orang
  • Pendidik yang lain dari lembaga KB dan TPA dari Kabupaten Kulonprgo, Sleman, Gunungkidul.
  • Lembaga yang menggunakan pedoman hanya ada 3, yang 6 tidak menggunakan pedoman, yaitu TK Buyung, TK Marsudi Siwi, dan TK Jatimulyo
  • Lembaga yang mempunyai kendala hanya 4, yaitu TK Buyung, TK ABA Karang Waru, KT ABA Kricak Kidul dan TK Dharma Bakti

2. Muatan lokal yang dikembangkan oleh satuan pendidikan

a. Pengenalan Bahasa Jawa

Pengenalan Bahasa Jawa, dilaksanakan setiap hari Jumat, Juga diperdengarkan  tembang dolanan anak dengan tujuan biar familiar dengan kata-kata Jawa.  Sebelum masuk kelas anak-anak berkeliling sambal mendendangkan tembang dolanan.  Juga menggunakan Bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari.

b. Pengenalan Dolanan Anak /Permainan

Pengenalan Dolonan anak, diantaranya Jamuran, Cublak-cublak suweng, Teklek/Bakiak, Dakon, dan Bekelan. Pengenalan dolanan anak dilakukan sebelum masuk kelas dilakukan setiap hari Jumat

c. Pengenalan Tembang dan Lagu Jawa

Pengenalan tembang dan lagu Jawa dilakukan setiap hari Jumat, dengan cara memutarkan lagu-lagu Dolanan Anak

d. Pengenalan Alat Musik dan seni

Alat musik yang dikenalkan pada anak berupa angklung

e. Pengenalan Makanan tradisonal

Makanan tradisional dikenalkan dengan model “market day”. Jenis yang dikenalkan yaitu: gatot, thiwul, geplak.

f. Pengenalan Tari/Lukis

Pengenalan tari melalui ekstra kurikuler dan lukis dengan menggambar dalam gerabah dan kertas

g. Pengenalan Batik

Pengenalan batik dilakukan melalui kain, dan peralatannya  berupa wajan, canting, kompor.

h. Pengenalan Wayang

Mengenalkan wayang pendowo limo dan punakawan untuk menggambarkan kepribadian

i. Pengenalan pakaian tradisional

Pengenalan pakaian tradisional atau gaya Jogjakarta, berupa kain yang sudah diwiru dan kebaya lurik untuk putri, serta surjan lurik untuk putra, Dilengkapi blangkon, dan sandal selop. Pakaian ini digunakan setiap 35 hari (Selapan) pada hari Kaming Pahing, untuk memperingati hari lahirnya Yogyakarta

3. Aneka jenis budaya yang telah diperkenalkan pada peserta didik

Budaya yang diperkenalkan  kepada anak yang terkait dengan bulan Jawa, hari besar nasional, adat istiadat di lokasi satuan

Jumlah Lembaga yang mengisi pemahaman budaya dan hasil wawancara ada 16 (enam belas) Lembaga. Adapun hasilnya sebagai berikut:

a. Berkaitan dengan Bulan Jawa

Lembaga yang melakukan kegiatan ada 4 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 25 % yang masih melakukan kegiatan  di Bulan Suro.

Lembaga yang melakukan kegiatan ada 5 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 31,25 % yang masih melakukan kegiatan di bulan Maulud.

Lembaga yang melakukan kegiatan ada 6 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 37,5 % yang masih melakukan kegiatan di bulan Poso.

Lembaga yang melakukan kegiatan ada 4 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 25 % yang masih melakukan kegiatan di bulan Besar.

b. Berkaitan dengan hari besar Nasional

        Lembaga yang melakukan kegiatan ada 11 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 68,75 % yang masih melakukan kegiatan Hari Kartini.

  • Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)

        Lembaga yang melakukan kegiatan ada 11 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 68,75 % yang masih melakukan kegiatan Hardiknas

  • Hari Kemerdekaan/Proklamasi

Lembaga yang melakukan kegiatan ada 12 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 75 % yang masih melakukan kegiatan peringatan Hari Kmerdekaan/Proklamasi.

        Lembaga yang melakukan kegiatan ada 10 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 62,5 % yang masih melakukan kegiatan Hari Pahlawan.

        Lembaga yang melakukan kegiatan ada 9 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 56,25 % yang masih melakukan kegiatan Hari Ibu.

c. Berkaitan dengan Adat/Tradisi Masyarakat

Lembaga yang melakukan kegiatan ada 4 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 25 % yang masih melakukan kegiatan tersebut.

Lembaga Pendidikan tidak adan yang melakukan kegiatan Nyadran.

Lembaga Pendidikan tidak adan yang melakukan kegiatan Selikuran.

Lembaga yang melakukan kegiatan ada 13 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 81,25 % yang masih melakukan kegiatan tersebut.

4. Media Pembelajaran yang digunakan pendidik

Media pembelajaran dan sarana yang dimanfaatkan oleh pendidik dalam mengenalkan budaya kepada anak, ada 14 (empat belas) jenis, yaitu: (a) Egrang; (b) bakiak; (c) dakon; (d) Tape/CD/Flashdisk; (e) Kelereng; (f) Makanan Tradisional; (g) Wayang; (h) Angklung; (i) Kreweng/ Pecahan genting; (j) Bekel; (k) Kerikil; (l) Pakaian Jawa; (m) Gerabah; (n)  miniature kendaraan, dan (o) Kain batik

5. Kendala atau masalah yang muncul dalam pembelajaran pengenalan budaya.

Kendala yang muncul ketika akan mengenalkan budaya, yaitu: (a) Kesulitan mencari alat peraga; (b) Pendidik kurang menguasai materi tembang Jawa; (c) Lahan Sempit; (d) Guru kurang menguasai Bahasa Jawa; (e) Anak tidak suka makanan tradisional; (f) lembaga tidak memiliki media yang sesuai; (g) Lembaga minim buku pedoman; (h) Kesulitan Nara sumber membatik untuk anak kecil; (i) Peralatan mahal harganya.

6. Minat dan harapan yang diinginkan oleh pendidik maupun tenaga kependidikan

Aspirasi dari tenaga pendidik dan kependidikan di satuan Pendidikan, dalam melestarikan budaya, yaitu: (a) Negaraku; (b) Membangun karakter anak melalui permainan tradisional; (c) Unggah-ungguh: (d) Berbahasa Jawa; (e) Membatik; (f) Lagu-lagu Jawa; (g) Hari-hari besar Nasional; (h) Permainan Tradisional; (i) Adat-istiadat; (j) Cerita Budaya

Pembahasan

  1. Pengalaman mengajar pendidik atau Kepala Sekolah sudah lebih dari 20 tahun, artinya pengalaman mendidik anak Taman Kanak-kanak sudah cukup lama, dan berusia diatas 50 tahun. Hal ini dapat diasumsikan bahwa yang bersangkutan mengalami atau sudah pernah memainkan atau melakukan jenis permaianan tradisional dan melagukan tembang dolonan.
  2. Pedoman atau acuan yang dipakai adalah buku: (1) Tembang Anak (2) Dolanan Anak; (3) Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (4) Panduan Berbasis Budaya. Buku 1 dan 2 adalah buku lama yang berisi notasi dan syair lagu Jawa. Sehingga ketika pendidikan akan mengajarkan tidak dapat karena belum pernah memahami nada lagunya. Buku 3 dan 4 buku terbaru yang diterbitkan untuk membekali peserta didik tentang karakter yang dikembangkan dan budaya yang dilestarikan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga diperlukan beberapa pedoman untuk membekali pendidik dalam menyiapkan anak didik untuk memahami budaya yang sering dilihat dan diselenggarakan oleh institusi yang ada di Yogyakarta. Ketika lembaga tidak mempunyai pedoman, karena pendidik sudah pernah mempunyai pengalaman melakukan atau mempraktekan ketika masih kecil, sehingga tidak ada kesulitan untuk mengajarkan. Tetapi bagi pendidik yang berusia muda dan tidak punya pengalaman akan mengalami kesulitan ketika membimbing anak.
  3. Lembaga yang mempunyai kendala dalam melaksanakan pengenalan budaya ada 4 lembaga, artinya lembaga tersebut memahami bahwa ada beberapa kekurangan yang harus dipenuhi baik oleh tenaga pendidik maupun kependidikan. Kekurangan tersebut berhubugan dengan kompetensi tenaga pendidik, sarana pembelajaran, khususnya buku panduan untuk pendidik, CD lagu anak,  dan maket-maket yang dapat ditunjukkan ketika memberikan contoh.
  4. Muatan Lokal yang diajarkan, dilaksanakan setiap hari Jumat, melalui pemutaran lagu dan tembang anak, penyediaan makanan tradisional. Tari dan musik angklung diajarkan melalui kegiatan exstra kurikuler. Pakaian Jawa gaya Yogyakarta )gagrak Yogya) berupa kain dan kebaya Lurik, dikenakan setiap 35 hari (selapan) sekali untk memperingati hari Keistimewaan Yogyakarta, yaitu hari Kamis Pahing.
  5. Media yang digunakan untuk mengenalkan budaya, memang saat ini sudah agak sulit ditemukan, karena sudah jarang yang menggunakan, sehingga sedikit yang diproduksi. Hal ini lama-lama media bisa menjadi barang antik dan langka karena tidak ada dipasaran. Media tersebut meliputi: Egrang, bakiak, dakon, Tape/CD/Flashdisk, Kelereng, Makanan Tradisional (tiwul, gatotot, geplak), Wayang, Angklung, Kreweng/ Pecahan genting, Bekel, Kerikil, Pakaian Jawa, Gerabah, Baju, miniature kendaraan, dan Kain batik
  6. Muatan lokal yang sedang diajarkan sampai saat ini Pengenalan unggah-ungguh, Pengenalan tembang Jawa, Pengenalan dolanan anak, Pengenalan Bahasa Jawa, Pengenalan Tari, Pengenalan Alat Musik, Pengenalan Pakain Jawa/Adat, dan Pengenalan Makanan Tradisional.
  7. Kendala yang dimiliki untuk mengenalkan budaya, Kesulitan mencari alat peraga, dikarenakan langkanya perlatan yang tersedia. Pendidik kurang menguasai materi tembang Jawa, dikarenakan tidak ada CD yang berisi tembang dolanan anak.  Lahan Sempit, karena lembaga hanya menempati yang kurang memenuhi syarat sebagai lembaga pendidikan. Guru kurang menguasai  Bahasa Jawa,  dikarenakan kurang sosilisasi dan tidak ada pedoman buku Bahasa Jawa yang tepat untuk pendiidk. Anak tidak suka makanan tradisional, dikarenakan jarang melihat dan merasakan jenis aneka jajanan tradisional. Lembaga tidak memiliki media yang sesuai, ketika akan mengajarkan berbagai budaya. Lembaga minim buku pedoman, dikarenakan tidak ada pedoman yang baru.  Kesulitan Nara sumber, dikarenakan tidak ada nara sumber yang dapat membimbing membatik untuk anak kecil. Peralatan mahal harganya, dikarenakan harus membeli atau mengadakan.
  8. Pemahaman Budaya yang dimiliki oleh Tenaga Pendidik yang masih dilembagakan berkaitan dengan:
    • Bulan Jawa, Lembaga yang bernuansa Islam masih menyelenggarakan kegiatan untuk memeriahkan bulan-bulan tersebut. Hal ini dilakukan untuk melestarikan budaya yang ada dan juga untuk promosi lembaga. Misalnya bulan Suro dilakukan untuk kirab, memberikan santunan untuk anak yatim, dan melatih anak untuk berbagi dengan orang lain. Lembaga yang masih melakukan kegiatan yang berkaitan dengan bulan Jawa, hanya lembaga yang berazaskan Islam, yaitu TK ABA Kricak Kidul, TK AB Karangwaru, dan Kelompok Bermain Aisiyyah.
    • Hari Besar Nasional, Hampir semua melakukan kegiatan pada hari-hari besar Nasional, kecuali hari Ibu ada yang tidak melakukan. Kegiatan yang dilakukan meliputi lomba dan  pawai/kirab. Lomba dieselenggarakan untuk melatih keberanian anak berkompetisi dan menambah kepercayaan dirinya. Sedang Kirab/pawai digunakan untuk promosi lembaga yang dimiliki.  Hari Pahlawan yang dapat dilaksnakan dengan cara sederhana adalah mengheningkan cipta 1 menit, tapi hanya 1 lembaga yang baru melaksanakan.
    • Adat istiadat, Ada istiadat yang masih dilestarikan hanya syawalan. Hal ini dilakukan untuk saling memaafkan dan berbagi rezeki.  dan silaturahmi ke saudara atau tetangga
  1. Tema yang diusulkan oleh Pendidik untuk disampaikan pada peserta didik.
    • Negaraku mencakup tempat tinggal dan kegiatannya
    • Membangun karakter anak melalui permainan tradisional, untuk melatih kejujuran, kerjasama, kerukunan dan tanggungjawab
    • Unggah-ungguh untuk mengajarkan anak-anak lebih mengerti unggah-ungguh dan melestarikan budaya Jawa yang semakin menghilang
    • Perilaku Sopan santun untuk membangun kepribadian yang mulai bergeser
    • Mengenalkan batik agar anak mengetahui cara membatik
    • Mengenalkan dan melagukan Tembang Dolanan
    • Mengenalkan Bahasa Jawa, untuk mengenalkan bahasa daerah
    • Mengajarkan Hari besar Nasional, untuk mengenalkan sejarah

Hasil Analisis

Hasil analisis penelitian sebagai berikut:

  1. Lembaga yang menggunakan pedoman hanya 3 dari 9 lembaga, dikarenakan tidak lengkapnya pedoman untuk anak. Juga tidak ada CD yang berisi lagu dolanan anak. Sehingga ketika akan memperkenalkan tembang dolanan tidak bisa optimal. Pendidik juga tidak menguasai bahasa jawa dan tidak dapat melagukan tembang dolanan anak, dikarenakan minimnya pedoman yang tersedia dan tidak ada CD ynng berisi tembang dolanan
  2. Budaya yang berhubungan dengan agama, hanya dilakukan oleh lembaga yang berbasic agama, terutama Islam. Pemberian jajanan tradisional tidak sukai peserta didik, dikarenakan tidak biasa di sajikan, dan tidak dikenalkan oleh orang tua. Sehingga asing dengan makanan tradisional.
  3. Media pembelajaran yang dimiliki kurang memadai karena mimimnya peralatan yang ada dan langkanya jenis permainan yang disediakan oleh lembaga. Bahasa Jawa, digunakan setiap hari Jumat. Juga memutarkan tembang dolanan anak. Masalah sulit mengimplementasikan dikarenakan dirumah tidak didukung oleh orang tua. Juga karena lingkungan tidak menggunakan bahasa Jawa. Pemakaian kain tradisional setiap kamis Pahing
  4. Minat yang diharapkan dari pendidik agar budaya tidak hilang melalui tema, mencintai negara, melestarikan adat istiadat, membuat batik, memainkan dolanan anak, dan tembang dolanan, sekaligus mengenalkan bahasa Jawa yang berisi ajaran luhur (etika) kepada orang yang lebih tua.
  5. Kendala ketika mengajarkan, tidak didukung oleh orang tua dikarenakan berbeda adat istiadat. Bahasa Jawa sebagai bahasa lokal kadang kurang optimal, karena di lingkungannya menggunakan bahasa Indonesia. Sarana yang dimiliki lembaga juga terbatas, dikarenakan ada sebagian yang hanrganya tidak terjangkau.

Penutup

Muatan lokal  yang tertuang dalam kurikulum, meliputi pengenalan Bahasa Jawa,  dolanan anak, tembang dolanan, alat musik dan seni, makanan tradisional,  tari dan lukis, batik, wayang dan pakaian tradisional

Jenis-jenis budaya yang terkait dengan bulan Jawa, hanya 4 lembaga yang bernuansa Islam, hari besar nasional lebih dari 50% Lembaga menyelenggarakan kegiatan, 2 (dua) jenis kegiatan yang tidak diselenggarakan yaitu nyadran dan selikuran, 25% lembaga menyelenggarakan adat istiadat, dan 81,25% Lembaga melaksanakan syawalan.

Media pembelajaran yang dimanfaatkan dalam mengenalkan budaya kepada anak, melalui pembiasaan yang dilakukan setiap Jumat dan Kamis Pahing,

Minat yang diharapkan,  dan keinginan pendidik dan tenaga kependidikan agar Bahasa Jawa dapat digunakan sebagai media untuk mempertahankan kepribadian dan nilai-nilai luhur melalui cerita.

Kendala yang muncul dalam pembelajaran mengenalkan budaya pada anak, ada sebagian peralatan yang minim, dan pendidik tidak kompeten, sehingga hasilnya tidak optimal.

Rekomendasi Model yang diusulkan untuk dikembangkan.

  1. Meningkatkan kompetensi anak didik melalui pengenalan Budaya untuk membangun Karakter Anak;
  2. Mengembangkan Media AR dengan materi adat-istiadat, alat musik tradisional, Hari-hari besar Nasional , dan Keagamaan, tokoh-tokoh Pejuang Nasional

Daftar Pustaka

Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya;

https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=muatan+lokal

https://ruangguruku.com/pengertian-media-pembelajaran/

https://kumparan.com/kumparanmom/7-karakter-anak-usia-dini-1qzKrnMlbKx

http://fatkhan.web.id/pengertian-minat/