Permasalahan hukum yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi informasi

Permasalahan hukum yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi informasi

Hukum harus menjaga integritas di tengah gelombang globalisasi dan kemajuan teknologi untuk menciptakan proses peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Dunia tengah mengalami disrupsi di saat yang bersamaan dengan hadirnya pandemi covid-19. Hal itu membuat pemanfaatan layanan berbasis digital harus diakselerasi, termasuk di bidang hukum.

Teknologi telah menjadi master disrupsi, perdagangan sudah bergeser menjadi e-commerce, perbankan terdisrupsi dengan fintech dan e-payment, dunia kedokteran dan farmasi terdisrupsi dengan health tech, profesional hukum dan dunia pendidikan telah terdisrupsi besar dengan edu tech. Lalu bagaimana hubungannya disrupsi dengan perubahan di bidang hukum? Padahal, ada satu anggapan bahwa hukum selalu tertinggal dalam mengikuti perkembangan masyarakat.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Prof R Benny Riyanto menekankan tantangan pendidikan tinggi hukum didalam menghadapi era revolusi industri 4.0.

Dalam Undang Undang No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025 termuat indikator pembangunan hukum nasional yang dikenal dengan sistem hukum nasional.

“Sistem yang terdiri dari substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum serta sarana dan prasarana hukum yang mencerminkan kebutuhan dan pembangunan teknologi yang yang terintegrasi,” kata Prof Benny saat seminar nasional dan call of paper Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dikutip pada Kamis (5/8/2021).

Menurutnya, dalam UU tersebut pembuat perundang-undangan telah berpikir futuristik. Dalam era globalisasi pembangunan tenologi telah mengalami kemajuan pesat yang menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Akan akan tetapi pembangunan era industri 4.0 sangat dibutuhkan oleh masyarkat.

“Persoalan yang muncul adalah apakah pendidikan dunia hukum mampu mengantisipasi kemajuan teknologi 4.0? Karena terdapat adegium bahwa hukum selalu tertinggal dari fakta peristiwanya,” ujarnya.

Ia memberikan contoh, dampak positif dari kemajuan teknologi 4.0 adalah menghilangkan konsep jual beli yang bersifat konvensional. Sehingga jual beli dapat dilakukan secara lebih cepat seperti e-banking dan e-commerce.

Sedangkan dampak negatif yang muncul yaitu munculnya kejahatan-kejahatan baru di bidang teknologi seperti pembobolan kartu kredit dan ATM. Dari aspek kelembagaan, dampak positif sangat banyak sekali seperti adanya sistem paradilan elektronik (e-court). Sangat mendukung penyelesaian sengketa secara sederhana, cepat dan biaya ringan.

“Akan tetapi peradilan elektronik juga memunculkan dampak negatif terkait dengan bukti elektronik yang diajukan oleh para pihak, apakah bisa diganggu oleh para hacker- hacker,” katanya.

Dampak negatif lain, kata dia, muncul tantangan yaitu kelestarian kehidupan bermasyarakat. Musyawarah warga lama kelamaan akan sirna yang kemudian akan diwakili Grup Whatsapp, Instagram dan sebagainya.

“Sehingga tidak melihat kondisi realitas di masyarakat yang berakibat lunturnya rasa kekerabatan di masyarakat yang tergantikan oleh budaya individuaisme,” ucapnya.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi dampak negatif dari kemajuan teknologi, dan sebagai tumpuan pembangunan hukum secara nasional, maka peran pendidikan tinggi hukum sangat dibutuhkan.

Terkait dengan pendidikan dan pengajaran yaitu memperbaiki kurikulum dengan memasukkan materi teknologi informasi baik secara teori dan praktik dalam kurikulum. Dalam bidang penelitian disarankan tidak hanya meneliti persolan norma saja, tetapi diarahkan pada korelasi hukum dengan kemajuan teknologi.

Khususnya, teknologi informasi sehingga harapannya ke depan perkembangan ilmu hukum dapat selaras dengan kemajuan teknologi.

Dalam seminar secara virtual tersebut, sejumlah narasumber lain juga merespons terkait tantangan dunia hukum berbasis teknologi ke depan. Seperti yang disampaikan Direktur Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan TUN Mahkamah Agung,
Dr Hari Sugiarto.

Ia memaparkan arah pembangunan di bidang peradilan dengan menggunaan e-court di berbagai lingkungan peradilan. Baik itu untuk perkara perdata, perdata agma, tata usaha militer, dan tata usaha negara. Serta memaparkan konsep baru dalam Hukum Acara peradilan Elektronik.

Seminar dan call for paper diikuti 34 perguruan tinggi negeri dan swasta serta 9 instansi atau lembaga yang memiliki keterkaitan dengan pembangunan di bidang hukum dengan peserta sebanyak 150 orang.

Sementara, Dekan Fakultas Hukum Unnes, Dr Rodiyah, saat memberikan sambutan mengatakan dalam pembangunan Unnes, ia berpesan tentang pawiyatan luhur Unnes.

“Khususnya FH untuk menjadi salah satu pilar pembangunan hukum dengan melakukan pembangunan karakter kepada mahasiswa yang berbasis pada kebutuhan masyarakat yaitu teknologi,” ucapnya. (*)

sumber : Tribunnews Jateng

Oleh BESAR (Juli 2016)

Perkembangan akal manusia yang begitu cepat yang berpengaruh kepada maupun dipengaruhi oleh teknologi informasi seolah sudah tidak bisa dibendung lagi, khususnya di zaman kemajuan seperti sekarang ini tatkala manusia menciptakan sekaligus membutuhkan teknologi Jaringan komputer. Internet merupakan kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan tercepat pertumbuhannya yang telah melampaui batas-batas suatu negara. Dengan melalui jaringan internet maka kita bisa mengetahui apa yang terjadi saat ini di belahan dunia lain.

Dengan dunia internet atau disebut juga cyberspace, hampir segalanya dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja membentuk trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreativitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari, misalnya berupa pornografi yang marak di media Internet.

Perkembangan teknologi Internet memunculkan kejahatan yang disebut dengan cyber crime atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus cyber crime di Indonesia, merupakan fenomena, seperti pencurian kartu kredit, hacking terhadap berbagai situs, penyadapan transmisi data orang lain, (misalnya email), dan manipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programer komputer. Berbagai tindakan di atas dapat dikenakan tindak pidana, baik delik formil maupun materiil. Delik formil karena menyangkut perbuatan seseorang mengakses data komputer orang lain tanpa izin, sedangkan delik materil adalah perbuatan itu telah menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain.

Cybercrime kerap disamakan dengan computer crime. menurut The U.S. Department of Justice adalah sebagai “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”. Hal senada disampaikan oleh Organization of European Community Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai: “Any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”. Sementara menurut Andi Hamzah kejahatan komputer mempunyai pengertian sebagai berikut: ”Kejahatan di bidang komputer [yang] secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.

Kejahatan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan kejahatan kerah biru maupun kejahatan kerah putih. Kejahatan kerah biru (blue collar crime) merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain. Lawannya adalah kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu. Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas.

Jenis cybercrime, berdasarkan jenis aktivitas yang dilakukannya, dapat digolongkan dalam beberapa macam seperti pada uraian di bawah ini:

  1. Unauthorized access yakni; kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, misalnya: probing dan port.
  2. Illegal contents; yakni memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, seperti penyebaran pornografi.
  3. Penyebaran virus secara sengaja; pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email.
  4. Data forgery; ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
  5. Cyber espionage, sabotage, and extortion; cyber espionage adalah kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
  6. Cyber stalking; ini untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
  7. Carding; Ini merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
  8. Hacking dan cracker; hacker adalah seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Sedangkan yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet disebut cracker. Aktivitas cracking di internet mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
  9. Cybersquatting and typosquatting; cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
  10. Hijacking; adalah kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain seperti pada software piracy (pembajakan perangkat lunak).
  11. Cyber terorism; Suatu tindakan yang mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer seperti kasus Ramzi Yousef yang dianggap sebagai dalang penyerangan ke gedung WTC, ternyata diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang dienkripsi di laptopnya, atau Osama Bin Laden yang menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya. Kasus lainnya misalnya Doktor Nuker yang telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web yang berisi propaganda anti-Amerika, anti-Israel, dan pro-Bin Laden.

Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut

1} Cyber crime sebagai tindakan murni kriminal

Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.

2} Cyber crime sebagai kejahatan ”abu-abu”

Cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Probing atau portscanning,misalnya, untuk pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

Berdasarkan sasaran kejahatannya cyber crime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini:

  1. Cybercrime yang menyerang individu (against person), jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut, contohnya: (a) pornografi, dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas; (b) cyberstalking, untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya;  [c) cyber-tresspass, dengan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya web hacking. breaking ke PC, probing, port scanning dan lain sebagainya.
  2. Cybercrime menyerang hak milik (againts property), yakni cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
  3. Cybercrime menyerang pemerintah (againts government); ini dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.

Hal-hal yang disebutkan di atas membutuhkan pengaturan hukum. Banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi. Lalu bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap. Perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana Pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum. Di Indonesia ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasus carding misalnya, Kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan Pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.

Penanggulangan Cyber crime

Cyber crime melakukan penyerangan terhadap content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyber space. Fenomena cyber crime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cyber crime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya:

1) Pengamanan terhadap sistem

Sistem keamanan bertujuan untuk mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data melaui jaringan atau dengan pengamanan Web Server.

2) Penanggulangan Global

Untuk mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan, maka pengamanan sistem secara global dan terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisir kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, untuk menutup unauthorized actions. (***)

Permasalahan hukum yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi informasi

Published at : 31 July 2016