Permasalahan apa yang terjadi dalam pengelolaan KEUANGAN daerah

Republika/Adhi Wicaksono

Rupiah

Red: Julkifli Marbun

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA PEMBUANG -- Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah M Roskanedi mengatakan bahwa pengelolaan dan pengunaan keungan di daerah banyak bermasalah."Banyak permasalahan di daerah yang muncul, fakta yang terjadi di setiap daerah yang baru dikembangkan muncul masalah dalam pengelolaan dan penggunaan keuangan," katanya saat berkunjung ke Kuala Pembuang, Kamis (30/10).Ia memahami bahwa hal itu terjadi bukan hanya karena disengaja oleh aparatur pemerintah selaku pengelola dan penguna keuangan, akan tetapi permasalahan itu terjadi lantaran banyak penyelenggara pemerintahan tidak mengerti bagaimana mengelola keuangan yang sesuai dengan aturan."Kesalahan itu terjadi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, olehnya saya menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Seruyan sebagai kabupaten yang baru dimekarkan, dapat berkomunikasi dengan kejaksaan setempat untuk meminta pertimbangan hukum," katanya.Kejaksaan sebagai salah satu institusi penegak hukum di negeri ini, bukan hanya bertugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan, akan tetapi kejaksaan juga punya kewajiban untuk melakukan pencegahan terjadinya tindak pidana khususnya korupsi."Kami juga dapat memberikan penyuluhan, pembinaan dan pendampingan hukum kepada pemerintah lewat kerjasama yang dituangkan lewat nota kesepahaman bersama atau memorandum of understanding (MoU)," katanya.Sementara itu, Bupati Seruyan Sudarsono mengakui ada banyak hal di wilayahnya yang harus dibenahi, termasuk pengelolaan keuangan serta penyusunan kebijakan.

"Sebagai daerah yang baru dimekarkan, ada banyak hal yang harus kami ketahui, ada banyak kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah, oleh karena itu kami berharap ada bimbingan dari kejaksaan agar kebijakan-kebijakan yang kami buat sesuai dengan aturan dan selalu berada di jalur yang benar," katanya.

  • pengelolaan keuangan daerah
  • masalah keuangan
  • korupsi

Permasalahan apa yang terjadi dalam pengelolaan KEUANGAN daerah

sumber : Antara

Permasalahan apa yang terjadi dalam pengelolaan KEUANGAN daerah
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan keynotespeech dalam acara Workshop Nasional Legislatif Partai Golkar 2017 di Merlynn Park Hotel Jakarta (01/12)

04/12/2017 9:31:42

Jakarta, 04/12/2017 Kemenkeu - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan beberapa tantangan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Workshop Nasional Legislatif Partai Golkar 2017 yang bertema “Pengelolaan Keuangan Daerah yang Transparan, Bebas Korupsi dan Pro Rakyat” di Merlynn Park Hotel Jakarta pada Jumat (01/12).

Tantangan pertama adalah keterlambatan penetapan APBD dimana seharusnya berbarengan dengan siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Salah satu tantangan dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu masih terdapat daerah-daerah yang sangat terlambat dalam penetapannya. Tentu saja APBD harus disusun untuk kepentingan umum. Siklus APBD juga sama dengan siklus APBN ada tahapan perencanaan, penganggaran, pembahasan dan penetapan," jelasnya.

Menkeu juga mengungkapkan bahwa tantangan dan masalah pengelolaan keuangan daerah yang kedua adalah mayoritas APBD dibelanjakan untuk gaji pegawai. Selain itu, belum adanya standar program kegiatan dari APBD.

"Coba kita lihat daerah, di suatu kabupaten. Bahkan mereka memiliki 600 program. Uangnya sedikit, programnya banyak, biasanya habis untuk panitia program," ungkapnya.

Menkeu menambahkan, masih terdapat tumpang tindih antara APBN dan APBD antara Kementerian dan Lembaga (K/L) yang masih melaksanakan fungsi yang sebetulnya sudah didelegasikan ke daerah. Menkeu mencontohkan beberapa hal mengenai hal-hal tumpang tindih tersebut seperti belanja fungsi pendidikan pada rehabilitasi sekolah dan penambahan ruang kelas, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta penyuluh pertanian yang masih dilakukan pemerintah pusat dan juga belanja sosial seperti bantuan fakir miskin yang masih dikelola pemerintah pusat.

"Ini menyebabkan tidak kejelasan. Siapa yang bertanggung jawab? Kemudian menimbulkan tumpang tindih atau bahkan vakum tanggung jawab. Ini yang bahaya," tegasnya. (ip/nr)

Memanfaatkan momentum peringatan HUT ke-25 BPKP, pada hari Rabu (28/05), bertempat di Gedung Gradika Bhakti Praja yang berlokasi di komplek Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Perwakilan BPKP Jawa Tengah telah menyelenggarakan panel diskusi dengan topik “Tantangan dan Permasalahan Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah serta Solusinya”. Panel diskusi ini merupakan sumbangsih BPKP Jateng kepada Pemda di Provinsi Jawa Tengah guna memberikan pencerahan dan memberikan solusi atas permasalahan yang muncul dalam pengelolaan keuangan daerah.

Acara dimulai pukul 09.00 WIB diikuti sebanyak 171 orang undangan terdiri Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Kepala Badan Pengawas dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah dari 35 Pemerintah Kabupaten/Kota se Jawa Tengah dan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dalam pidatonya selaku Keynotes Speaker pertama, Gubernur Jawa Tengah, Drs. H. Ali Mufiz, MPA, menegaskan bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah masih dijumpai banyak tantangan dan permasalahan yang disebabkan banyaknya peraturan dan ketentuan yang sulit diimplementasikan atau bermulti tafsir. Hal tersebut tercermin dari : 1) RPJP Nasional yang merupakan dokumen abstrak yang tidak bersifat operasional dan sulit ditarik benang merahnya ke RPJPD, RPJMD dan RKPD, 2) Sistem dan Prosedur Akuntansi diatur oleh Depdagri dengan mendasarkan pada PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang menjadikan Pemda tidak mempunyai keleluasaan dalam membuatnya, 3) Banyaknya daerah yang tidak tepat waktu dalam penetapan APBD, sebagai akibat dari terlambat disusunnya pedoman penyusunan APBD dan terlambat diterimanya informasi dana dari Pemerintah yang lebih tinggi, 4) Pada penatausahaan keuangan daerah terdapat kekurang tegasan peraturan tentang pengelolaan asset daerah, khususnya dalam penghitungan nilai asset. Contoh : rehabilitasi/pemeliharaan dicatat sebagai penambahan asset. Sementara itu Deputi BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Djadja Sukirman, Ak, MBA, selaku keynotes speaker kedua membahas tentang Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Prinsip-prinsip Akuntabilitas Manajemen Keuangan Daerah, Statistik Hasil Audit BPK (Opini), Statistik Hasil Evaluasi LAKIP dan LPPD di Jawa Tengah. Lebih lanjut Djadja menyoroti pentingnya akuntabilitas, karena dengan otonomi daerah dana pusat yang diberikan ke daerah adalah bukan dana yang dikuasakan melainkan dana yang langsung diserahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Oleh karenanya akuntabilitas adalah menjadi factor yang harus dilaksanakan. Djadja juga menginformasikan hasil monitoring DAK secara keseluruhan terdapat jumlah SILPA-DAK mencapai 3,4 trilyun rupiah, diantaranya untuk Jawa Tengah 50 milyar rupiah yang belum dimanfaatkan. Alternatif solusi yang ditawarkan Djaja antara lain Penyempurnaan/Evaluasi LAKIP, Peningkatan Pengelolaan Barang Daerah, Kompetensi SDM Akuntansi dan Penyajian LKD berbasis IT. Selanjutnya mengawali sebagai panelis pertama adalah Dirjen BAKD Depdagri, Dr. Bambang Pamungkas, Ak, MBA, menyoal pengembangan Sistem Informasi Pengeluaran Keuangan Daerah (SIPKD) yang diprakarsai oleh Depdagri dan Depkeu RI bertujuan membantu memudahkan Provinsi/Kabupaten/Kota dalam penyusunan anggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, akuntansi dan pelaporan maupun pertanggungjawaban pelaksanaan APBD secara cepat dan akurat. Bambang menambahkan, karena terbatasnya dana loan ADB untuk sementara SIPKD akan diimplementasikan dahulu pada 33 Provinsi dan 138 Kab/Kota di seluruh Indonesia. Untuk itu perlu adanya kerjasama/integrasi dengan pihak lain termasuk BPKP maupun konsultan pengembang system terkait. Sebagai panelis ke dua, Asisten Administrasi Sekretariat Daerah Prov. Jateng, Drs. Warseno, MSi menjelaskan bagaimana proses penyusunan dokumen perencanaan terkait (RPJP, RPJMD, Renstra SKPD, RKPD, Renja SKPD) dan penyusunan kebijakan umum APBD (KUA) dan Perkiraan Prafon Anggaran Sementara (PPAS) serta beberapa hambatan terkait meliputi pedoman kurang efektif karena multi tafsir dan terbitnya PP Nomor 38 dan Nomor 41 Tahun 2007 yang berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan daerah dan pembagian urusan. Berikutnya penelis ke tiga Prof. Dr. Imam Ghozali, Ak, M.Com dari Program Doktor Ekonomi Undip banyak menyampaikan kritik dan permasalahan seputar penerapan akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah, antara lain regulasi system akuntansi yang terus berubah dan terkadang saling bertentangan, terbatasnya pemahaman terhadap pengetahuan akuntansi, SDM tenaga akuntan dan belum memadainya Buletin Teknis sebagai pelengkap SAP menjadikan Pemda alami kesulitan dalam menentukan ketentuan mana yang harus diikuti serta validitas data neraca keuangan daerah khususnya data asset tetap menjadi bias. Imam menyampaikan beberapa alternative solusi yakni perlunya Depdagri dan KSAP duduk bersama berdiskusi untuk menyepakati masalah perbedaan aturan untuk pemantapan regulasi, pendataan ulang asset tetap pemda melalui koordinasi antara Bagian/Kantor/SKPD Pengelola Aset dengan fungsi akuntansi. Sedangkan Kepala Perwakilan BPKP Prov. Jateng, Arzul Andaliza, Ak, MBA selaku panelis terakhir menyampaikan seputar Strategi Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah yang meliputi penerapan ABK, ASB, SPM, dan penggunaan system informasi yang belum optimal dan keterbatasan kuantitas dan kualitas SDM Akuntansi Pemda menjadikan Pemda sulit menghasilkan laporan keuangan dan kinerja dengan sebenarnya. Untuk itu diberikan alternative solusi berupa rekruitmen dan peningkatan kualitas SDM Akuntansi yang tersedia, pengembangan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA) dan sinergitas antar APIP serta kebijakan pengawasan pada APIPDA lebih fokus pada upaya preventif. Acara panel diskusi berjalan lancar dan sukses, hal tersebut dapat dilihat dari kehadiran pejabat-pejabat jajaran Pemda yang diundang dan mengikutinya sampai akhir acara pukul 14.00 WIB serta banyaknya minat bertanya dari peserta panel diskusi, antara lain dari Sekda Kab. Boyolali, Kota Semarang, Kab. Kudus, Kota Magelang, Kab. Klaten dan Dinas PSDA Prov. Jateng. Kesuksesan acara yang juga diliputi oleh TVRI Jawa Tengah ini berkat kerjasama antara BPKP Jateng dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta pihak-pihak terkait lannya. (Webe/BW/Hart)