Apa yang dimaksud dengan imported inflation?

Warta Ekonomi Online16/02/2021 10:00

Apa Itu Imported Inflation?

Imported inflation adalah inflasi impor bagi negara-negara yang sebagian besar produksinya bergantung pada impor. Ini adalah situasi di mana kenaikan inflasi tidak hanya disebabkan oleh peningkatan permintaan atau output agregat, tetapi juga dapat disebabkan oleh hilangnya nilai mata uang negara atau peristiwa lain yang terjadi di pasar internasional.

Ketika harga impor meningkat, harga semua barang dan jasa meningkat. Inflasi impor dapat disebabkan oleh nilai tukar mata uang asing.Â

Dalam bahasa Indonesia Imported Inflation disebut sebagai inflasi impor adalah kenaikan harga umum dan berkelanjutan karena kenaikan biaya produk-produk impor.

Baca Juga: Apa Itu Impor?

Kenaikan harga ini berkaitan dengan harga bahan baku dan semua produk atau layanan impor yang digunakan oleh perusahaan di suatu negara.Â

Inflasi adalah gejala ekonomi yang tidak mungkin dihilangkan secara tuntas. Berbagai upaya yang dilakukan biasanya hanya sebatas pengendalian inflasi saja. Inflasi impor juga disebut sebagai inflasi biaya.

Inflasi impor biasanya disebabkan oleh penurunan nilai mata uang suatu negara. Semakin banyak mata uang terdepresiasi di pasar valuta asing, semakin tinggi harga impor. Sehingga lebih banyak uang diperlukan untuk membeli barang dan jasa di luar negeri.

Dengan inflasi impor, biaya produksi juga menjadi lebih tinggi untuk perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini paling sering mencerminkan kenaikan harga jual barang dan jasa yang dijual. Akibatnya, harga di dalam negeri naik.Â

Sebagai contoh, sebuah perusahaan Prancis yang memproduksi pakaian katun untuk dapat memproduksi garmen tersebut, perusahaan harus membeli kapas dari luar negeri, karena Perancis bukanlah produsen kapas. Oleh karena itu, mereka mengimpor kapas yang dibayar dengan Euro.

Jika nilai euro jatuh terhadap mata uang negara pengekspor kapas, ia harus membayar lebih banyak euro untuk mendapatkan pasokan. Untuk menjaga marginnya, perusahaan kemudian memutuskan untuk menaikkan harga jual pakaiannya di Prancis. Ini kemudian disebut inflasi impor, karena harga jual pakaian yang dijual di Prancis meningkat karena kenaikan biaya produksi.

Di Indonesia, salah satu barang impor yang cukup signigikan mempengaruhi inflasi adalah harga minyak. Karena Indonesia masih tergantung pada impor minyak, kenaikan tinggi atas harga minyak mendorong kenaikan biaya produksi di berbagai sektor, mulai dari transportasi, ketenagalistrikan, hingga industri manufaktur. Oleh karena itu, ketika subsidi dikurangi dan harga minyak masih tinggi, harga barang pada umumnya melonjak.

Apa yang dimaksud dengan imported inflation?
Dapatkan aplikasinya

Gabung dengan jutaan orang lainnya yang memahami pasar keuangan global dengan Investing.com.

Selain melonjaknya harga barang-barang impor sebagai penyebab inflasi, depresiasi juga berkontribusi terhadap harga beli para importir. Semakin besar depresiasi mata uang, semakin tinggi harga impor. Akibatnya, importir harus mengeluarkan banyak uang untuk membeli barang impor.

Inflasi yang disebabkan karena adanya perubahan harga di luar negeri dan atas perubahan nilai tukar. (Otoritas Jasa Keuangan)

Imported inflation adalah kenaikan harga yang umum dan berkelanjutan karena kenaikan biaya produk impor. 

Kenaikan harga ini menyangkut harga bahan baku dan semua produk atau jasa impor yang digunakan oleh perusahaan di suatu negara. Imported inflation juga disebut sebagai inflasi biaya.

Imported inflation disebabkan oleh penurunan nilai mata uang suatu negara. Semakin banyak mata uang terdepresiasi di pasar valuta asing, semakin tinggi harga impor. 

Secara efektif, lebih banyak uang diperlukan untuk membeli barang dan jasa di luar negeri.

Dengan inflasi impor, biaya produksi lebih tinggi bagi perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini paling sering mencerminkan kenaikan harga jual barang dan jasa yang dijual. Akibatnya, harga di dalam negeri naik. Inflasi impor menyebabkan inflasi.

Ambil contoh perusahaan Prancis yang memproduksi pakaian katun. Untuk dapat memproduksi garmen tersebut, perusahaan harus membeli kapas dari luar negeri, karena Perancis bukan merupakan produsen kapas. 

Oleh karena itu impor kapas membayar dengan Euro. Jika nilai euro jatuh terhadap mata uang negara pengekspor kapas, ia harus membayar lebih banyak euro untuk mendapatkan pasokan. 

Untuk menjaga marginnya, perusahaan kemudian memutuskan untuk menaikkan harga jual pakaiannya di Prancis. Ini kemudian menjadi inflasi impor, karena harga jual pakaian yang dijual di Prancis meningkat karena kenaikan biaya produksi.

Berikut adalah sejumlah jenis imported inflation:

Creeping inflation merupakan jenis inflasi ringan dengan laju yang rendah. Tingkat inflasinya yakni di bawah 10% tiap tahun.

Galloping Inflation merupakan jenis inflasi yang sedikit lebih berat dibanding creeping inflation dengan kisaran lajunya 10%-30% per tahun.

High inflation yakni jenis inflasi yang tergolong berat dengan laju sekitar 30%-100% per tahun. 

Hyperinflation merupakan inflasi besar-besaran, dengan laju di atas 100% setiap tahunnya. 

Oleh:

JIBI/Paulus Tandi Bone BI menegaskan dampak imported inflation berada dalam level stabil.

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober, bank sentral menegaskan dampak imported inflation berada dalam level stabil. 

Imported inflation adalah inflasi yang disebabkan karena adanya perubahan harga di luar negeri dan atas perubahan nilai tukar.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Aida S. Budiman mengatakan,  imported inflation ada di dalam inflasi tetapi bukan penyebab laju inflasi meningkat pada bulan ini. 

"Itu ada hanya levelnya stabil," tegas Aida kepada Bisnis, Kamis (1/10).

Dari komponen penyumbang inflasi Oktober yang mencapai 0,28% (mtm) dan 3,16% (yoy), Aida melihat tidak ada komponen yang dipengaruhi oleh perubahan harga di luar negeri atau perubahan nilai tukar. 

Menurutnya, penyumbang inflasi pada bulan Oktober ini lebih didorong oleh inflasi komponen non-perdagangan yang umumnya sensitif terhadap perubahan nilai tukar. 

Indeks Harga Konsumen (IHK) selama Oktober 2018 mengalami inflasi sebesar 0,28%. Adapun, inflasi tahunan dan tahun kalendernya mencapai masing-masing 3,16% dan 2,22%.

Inflasi Oktober ini didorong oleh kenaikan harga cabai merah, bensin dan tarif sewa rumah. Dari catatan BPS, cabai merah memiliki andil inflasi 0,09%, bensin 0,06% dan tarif sewa rumah 0,03%. 

Sementara itu, inflasi inti --yang mencerminkan lingkungan eksternal nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang serta
ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen-- cukup stabil. 

Inflasi inti per Oktober 2018 tercatat sebesar 0,29% dengan andil 0,17%. Sepanjang Januari-Oktober 2018, inflasi inti bergerak di kisaran 2,58%-2,94%.

Adapun, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan imported inflation tidak nampak pasalnya pengusaha masih berpikir ulang untuk menyesuaikan harga jual.

Kendati, biaya produksi sebenarnya sudah naik. Hal ini ditunjukkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) pada bulan Oktober yang sudah naik 0,32%, atau lebih tinggi dari inflasi bulan tersebut.

"Pertimbangan pengusaha kalau harga jual naik, sementara konsumsi rendah, nanti omzet turun," ungkap Bhima.

Oleh sebab itu, pengusaha memilih menurunkan marjin keuntungan dan melakukan efisiensi produksi.

Selain itu, dia menuturkan data harga komoditas internasional pada Januari-September yang dirilis World Bank menunjukan adanya penurunan harga di komoditas bahan pangan a.l. kedelai turun 7% (year to date/ytd), gandum -13,3%, gula 19,3%, beras 9% dan minyak sawit yang turun 16,6%.

Menurutnya, penurunan harga komoditas ini turut berpengaruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: Gita Arwana Cakti