Kerajinan daerah asal Lombok yang terkenal adalah brainly

Sejak zaman dahulu hampir semua kebudayaan di dunia memiliki ritual ‘memanggil’ hujan. Begitu juga dengan masyarakat di Indonesia. Inilah delapan ritual ‘memanggil’ hujan di beberapa daerah di Nusantara hingga saat ini masih lestarikan.

1. Tradisi Cambuk Badan Tiban, Tulungagung

Ritual ini merupakan tradisi warisan raja Kediri yang terus dilestarikan oleh warga desa Trajak, Boyolali, Tulungagung, Jawa Timur, hingga saat ini. Ketika kemarau panjang melanda dan warga mulai kesulitan untuk mendapatkan air, maka tradisi cambuk badan tiban yang dilakukan oleh pria dewasa ini diselenggarakan.

Para pria dengan bertelanjang dada, satu lawan satu, saling cambuk tubuh mereka di tengah lapang. Makna di balik darah yang keluar akibat cambukan dipercaya bakal mendatangkan hujan. Selain di Tulungagung, tradisi yang sama juga bisa ditemui di Trenggalek yang dinamai Cambuk Badan Ojung.

2. Tradisi Ujungan, Purbalingga  

Jika tradisi tiban di Tulungagung menggunakan ranting pohon aren, tradisi unjungan yang terdapat di Purbalingga dan Banjarnegara, Jawa Tengah, ini menggunakan sebilah rotan. Ritual memanggil hujan ini dilakukan oleh para pria di tengah lapangan. Namun ritual ini bisa dibilang cukup ekstrem, pasalnya unjungan dilakukan dengan hitungan ganjil. Artinya jika dalam tiga kali pukulan pada lawan hujan belum juga turun, maka akan dilanjutkan dengan tujuh kali pukulan dan seterusnya.

3. Tari Sintren, Cirebon

Tari Sintren atau Lais adalah tarian yang beraroma magis, bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono. Tarian ini hanya disajikan saat masyarakat mengalami kemarau panjang. Biasanya ritual tari sintren ini diadakan selama 40 malam berturut-turut. Namun doa dan harapan tetap dipanjatkan pada Yang Maha Kuasa agar hujan cepat turun yang dilakukan oleh seorang pawang sintren.

Penari sintren adalah seorang perempuan yang harus benar-benar masih gadis suci (perawan). Sedangkan pemain lais yang perankan oleh pria, harus benar-benar bujang (masih perjaka).  Tarian ini dilakukan oleh sang penari dalam keadaan tidak sadar atau kesurupan.

4. Tari Gundala-Gundala, Karo

Tari gundala-gundala dikenal juga dengan sebutan tari Gundala Karo merupakan tari berasal dari Kabupaten Karo yang terletak di kawasan Bukit Barisan, Sumatera Utara. Tarian gundala-gundala disajikan saat warga Karo mengalami kemarau panjang dan ritual ini dilakukan warga untuk memanggil hujan atau dalam bahasa batak di sebut Ndilo Wari Udan. Para penari Gundala menggunakan kostum dengan pakaian seperti jubah dan topeng yang terbuat dari kayu.

5. Tradisi Gebug Ende, Karangasem

Ritual memanggil hujan di Bali ini dilakukan secara turun temurun sejak peperangan kerajaan Karangasem dengan kerajaan Seleparang di Lombok. Dilakukan oleh dua kelompok pria dewasa yang saling pukul dengan rotan yang dilengkapi tameng sebagai pelindung. Sebagai penengah, pertarungan ini dipimpin oleh wasit yang disebut Saye. Oleh warga Karangasem, darah yang ditimbulkan dari pertarungan gebug ende ini diyakini dapat mendatangkan hujan.

6. Tradisi Ojung, Bondowoso

Di setiap akhir musim kemarau yang panjang, Desa Tapen, Kecamatan Bondowoso, Jawa Timur, warga berkumpul untuk menyaksikan ritual Ojung. Ritual ini dilakukan sebagai permohonan untuk memanggil hujan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ritual ojung, dua orang pria berhadapan dengan bertelanjang dada sambil menggenggam erat sebatang rotan. Pertarungan ini akan dipimpin oleh seorang wasit.

7. Tradisi Cowongan, Banyumas

Ritual memanggil hujan ini lumayan unik, karena hanya boleh ditarikan oleh 10 perempuan di Desa Plana, Kec. Somagede Kab. Banyumas, Jawa Tengah. Para pelaku cowongan memaknai cowongan sebagai simbol permohonan dan bukti pengabdian mereka terhadap peninggalan budaya para leluhur. Mereka menjalani ritual cowongan dengan ikhlas, niat yang tulus dan tanpa paksaan karena cowongan merupakan hal yang keramat.

Cowongan memiliki arti blepotan pada wajah, dengan media boneka yang dirasuki bidadari yang dipercaya dapat memanggil hujan. Boneka cowongan hanya boleh dipegang oleh kaum lelaki. Cowongan hanya dilakukan pada musim kemarau yang sangat panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir massa kapat (hitungan dalam kalender jawa) atau sekitar bulan September. 

8. Tarian Suling Dewa, Bayan

Suling dewa merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelum tarian berlangsung, masyarakat Bayan akan menentukan hari, waktu, dan tempat yang dinilai baik untuk melaksanakan ritual tersebut. Selain itu, masyarakat Bayan juga menyiapkan sesaji berupa kembang, makanan dan kapur sirih. Kapur sirih ini menjadi komponen yang paling penting dan dipercaya dapat mendatangkan hujan.

Keunikan lain yaitu suling yang digunakan, ada filosofis yang begitu mendasar dan mulia. Alat musik seruling ini menggambarkan wujud manusia, apabila seruling ini tidak diberikan hembusan nafas, maka tidak akan menghasilkan nada-nada indah. Begitu juga dengan manusia, bila raga tanpa atma atau roh, tentu tidak akan ada kehidupan.

1. Benda karya seni berupa patung dan guci, merupakan benda kerajinan yang memiliki fungsi utama .... a. hiasan b. ergonomis c. pengetahuan d. pakai​

tolong bantu ya ka...​

Pentingnya seni tari pada zaman Islam adalah?? tolong dong kakk soal nya besok dikumpull​

1. batik merupakan hasil karna seni rupa daerah asli Indonesia2. jawa timur merupakan daerah penghasil batik terbesar di nusantara 3. motif batik terk … enal dari Cirebon adalah megamendung4. teknik membuat batik ada dua macam yaitu teknik batik tulis dan teknik cap5. malam dan canting merupakan sebagian dari alat dan bahan yang digunakan untuk membuat batik tulistolong bantu ya ka​

mohon dijawab kak...​

amatilah salah satu upacara adat di daerah mu seni apa yang terlibat di dalamnya? buatlah daftar dan penjelasan contohkan nama upacara adat, daerah as … al, ada ragam seni yang terlibat?​

pengalaman mengamati karya seni rupa​

Jelaskan tiga jenis gambar alam benda beserta contoh contohnya

Jelaskan cara membuat kerajinan bambu dengan teknik mengikat​

penilaian sikap jawab dengan alasan ​

Kerajinan daerah asal Lombok yang terkenal adalah brainly
Suku Sasak

Penenun suku Sasak

Jumlah populasi± 3.3 jutaDaerah dengan populasi signifikanNusa Tenggara Barat3.033.631Bali22.672Kalimantan Timur22.194Sulawesi Tengah20.436Kalimantan Selatan11.878Sulawesi Selatan11.335BahasaSasak/Lombok • IndonesiaAgamaMayoritas:
Islam Sunni (termasuk Islam Tradisional yakni praktik Wetu Telu)
Minoritas:
Hindu • Kristen • Buddha • Agama Tradisional (Boda) • KonghucuEtnis terkaitBali • Melayu • Jawa • Sumbawa/Samawa • Madura • Mbojo/Bima • Tolaki • Bugis • Buton • Dompu • Sunda • Mandar

Kerajinan daerah asal Lombok yang terkenal adalah brainly

Kampung adat Sade

Kerajinan daerah asal Lombok yang terkenal adalah brainly

Tradisi pintal benang suku Sasak

Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, tetapi hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktik ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "Sasak Boda".[1]

Kata Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu. Kata sak juga dipakai oleh sebagian suku Dayak di pulau Kalimantan untuk mengatakan satu. Orang Sasak terkenal pintar membuat kain dengan cara menenun, dahulu setiap perempuan akan dikatakan dewasa dan siap berumah tangga jika sudah pandai menenun. Menenun dalam bahasa orang Sasak adalah Sèsèk.

Kata sèsèk berasal dari kata sesak,sesek atau saksak. Sèsèk dilakukan dengan cara memasukkan benang satu persatu(sak sak), kemudian benang disesakkan atau dirapatkan hingga sesak dan padat untuk menjadi bentuk kain dengan cara memukul mukulkan alat tenun. Uniknya suara yang terdengar ketika memukul mukul alat tenun itupun terdengar seperti suara sak sak dan hanya dilakukan dua kali saja.

Itulah asal kata sasak yang kemudian diambil sebagai nama suku dipulau Lombok. Menurut Sumber Lisan, mengatakan bahwa dahulu bumi Lombok ditumbuhi hutan belantara, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu. Sedangkan dalam Kitab Negarakertagama (Decawanana): Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur disebut Sasak Adi.[2]

Suku Sasak yang mula mula mendiami pulau Lombok menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari hari. Bahasa Sasak sangat dekat dengan bahasa suku Samawa, Bima dan bahkan Sulawesi, terutama Sulawesi Tenggara yang berbahasa Tolaki.

Etimologi

Nama "Sasak" pertama kali disebutkan dalam Prasasti Pujungan, yaitu sebuah prasasti yang ditemukan di Kabupaten Tabanan, Bali, yang diperkirakan berasal dari abad ke-11.[3]

Asal nama Sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus.

Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kakawin Nagarakretagama ( Desawarnana ), sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan kerajaan Majapahit, gubahan Mpu Prapanca. kata "lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, "Mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya yang baik atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik.[4]

Adat

Suku sasak memiliki adat istiadat yang cukup unik. Pengaruh Bali dan Melayu sangat terasa dalam adat istiadat suku ini. Pengaruh Bali datang dari Kerajaan Karangasem yang pernah menguasai Pulau Lombok selama kurang lebih 2 abad, sedangkan pengaruh Melayu berasal dari pendakwah Islam di gumi sasak. Adat dan budaya yang berasal dari pengaruh Bali seperti Gendang Beleq, Gamelan Tokol, Perang Topat dan Cakepung atau Cepung. Sementara adat dan budaya yang berasal dari pengaruh Melayu seperti Gambus, Rudat, dan Cilokaq Sasak.

Adat istiadat suku sasak juga dapat disaksikan pada saat saat acara pernikahan mulai dari melakiran gadis sampai nyongkolan. Gadis/dedare sasak apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki/ terune maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki yang dikenal dengan sebutan merariq atau pelarian.

Caranya cukup sederhana, gadis/dedare pujaan tidak memberitahukan kepada kedua orangtuanya jika ingin menikah. Gadis/dedare tersebut itu harus dibawa oleh pihak laki-laki untuk disembunyikan sementara waktu di rumah pihak keluarga dari laki-laki/terune'. Namun jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya (mencuri dalam artian si gadis sudah siap menikah dengan sipencuri) biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman dari pihak keluarga laki-laki. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki. Tentu menikahi gadis dengan meminta izin kepada orang tuanya (redaq) lebih terhormat daripada mencuri gadis tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tetapi proses seperti ini sudah sangat jarang ditemukan karena kebiasaan orang sasak lebih dominan mencurinya supaya tidak terhambat oleh hal-hal yang tidak diinginkan seperti tidak disetujui orang tua gadis atau keterbatasan kemampuan dalam hal materi karena proses "redaq" biasanya menghabiskan biaya yang lebih besar daripada melarikan gadis (merarik) tanpa izin.

Dalam proses pencurian gadis, setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga perempuan. 'Nyelabar', istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orang tua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.

Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan pakaian adat (dodot). Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekadar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.

Kepercayaan

Saat ini Kepercayaan Masyarakat Lombok mayoritas adalah memeluk Agama Islam. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai berikut:

Persentase Penduduk Menurut Kabupaten/Kota dan Agama yang Dianut di Provinsi Nusa Tenggara Barat 2016
Percentage of Population by Regency / Municipality and Religions in Nusa Tenggara Barat Province 2016
Kabupaten/ Kota Islam Protestan Katholik Hindu Buddha Khong Hu Cu Kepercayaan Tradisional Jumlah
Regency/Municipality
(1)
Kabupaten / Regency
1 Lombok Barat 94,33 0,19 0,07 5,14 0,27 0,00 0,00 100,00
2 Lombok Tengah 99,65 0,03 0,01 0,29 0,01 0,00 0,00 100,00
3 Lombok Timur 99,92 0,02 0,01 0,06 0,00 0,00 0,00 100,00
4 Sumbawa 96,45 0,42 0,47 2,55 0,06 0,00 0,03 100,00
5 Dompu 97,96 0,24 0,17 1,62 0,00 0,00 0,00 100,00
6 Bima 99,50 0,14 0,29 0,07 0,00 0,00 0,00 100,00
7 Sumbawa Barat 98,44 0,33 0,29 0,92 0,01 0,00 0,01 100,00
8 Lombok Utara 92,19 0,02 0,01 3,56 4,21 0,00 0,00 100,00
Kota / Municipality
9 Mataram 82,00 1,60 0,86 14,47 1,06 0,01 0,00 100,00
10 Bima 98,51 0,81 0,49 0,17 0,03 0,00 0,00 100,00
NUSA TENGGARA BARAT 96,78 0,26 0,19 2,45 0,32 0,00 0,00 100,00
Sumber  : DPMPD, Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Data ini menunjukkan bahwa mayoritas Penduduk dibeberapa kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat Beragama Islam (rata-rata diatas 90%) [5]

Sedangkan sebelumnya, beberapa sumber menggungkapkan bahwa Pulau Lombok atau di sebut Gumi Sasak [6] pernah dikuasai oleh kepercayaan Hindu (Beragama Hindu). Hal ini terlihat dari artikel Bagaimana Pengaruh Hindu Budha di Gumi Gumi Sasak Lombok? menjelaskan pada masa lampau ketika kekuasaan-kekuasan kerajaan Hindu-Budha memperluas daerah kekuasannya hingga ke Pulau Lombok.

Hal lainnya juga terlihat di beberapa tempat yang ada di Pulau Lombok terdapat banyak tempat peribadatan agama Hindu, Khususnya di Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Utara (Sebagian kecil).

Referensi

  1. ^ "Ruang Sejarah: Bagaimana Sistem Kepercayaan Masayarakat Sasak Lombok Pada Zaman Lampau?". Ruang Sejarah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-21. Diakses tanggal 2019-04-22. 
  2. ^ "Sejarah Asal-Usul Nama Sasak Lombok, kamu tahu!". www.riauonline.id. Diakses tanggal 2020-02-02. 
  3. ^ Wacana, H. L.; Suparman, L. G.; Argawa, Nyoman; Astuti, Renggo (1995-01-01). Hikayat Indarjaya. Direktorat Jenderal Kebudayaan. 
  4. ^ "Ruang Sejarah: Menggali Sejarah Suku Sasak di Gumi Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat". Ruang Sejarah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-19. Diakses tanggal 2019-04-22. 
  5. ^ [1]
  6. ^ "Mengenal Sejarah Gumi Sasak Lombok Lebih Dekat, Sebuah Peradaban yang unik dan Menarik". www.riauonline.id. Diakses tanggal 2019-11-29. 

Pranala luar

  • Zaman Prasejarah dan Asal Muasa Penghuni Gumi Sasak Lombok
  • "Ruang Sejarah: Sejarah Asal-Usul Nama Sasak Lombok, kamu tahu!". Ruang Sejarah. Diakses tanggal 2019-04-22. </ref>
  • Profil Suku Sasak di YouTube
  • Tradisi Kawin Lari Suku Sasak

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Suku_Sasak&oldid=21493867"