Kenapa mono disebut playlist bukan mixtape

Kenapa mono disebut playlist bukan mixtape

“‘Mono’ seolah sengaja dihadirkan untuk memberitahu dunia bahwa di antara panggung gemerlap itu, ada pula kehidupan milik seorang pemuda sensitif, puitis, serta suka bermain dengan bayi kepiting di pantai bernama Kim Namjoon.”

***

Pada Selasa (20/10), akun twitter BTS mengunggah sebuah foto daftar lagu, pertanda bahwa sang pemimpin grup RM akan segera merilis playlist. Sebenarnya saya sedikit heran karena dia tidak menyebutnya sebagai mixtape. Namun setelah dirilis tiga hari berikutnya, ‘Mono’ memang sangat berbeda jauh dibandingkan dengan album mixtape pertama yang ia beri nama ‘RM’.

Kedua album memang memiliki pesan yang sama dalam segi lirik, bertujuan untuk menyeru para pendengar agar berani berekspresi sebagai diri sendiri. Hanya saja, perbedaannya terletak dalam cara penyampaian.

Anak sulung yang diluncurkan RM tiga tahun silam itu memiliki lirik penuh kritik serta pembawaan yang terkesan masif depresif. Lagu-lagu dalam mixtape pertama tersebut juga masih mengandung unsur budaya rap barat yang kental karena menggubah lagu-lagu milik musisi lain seperti J.Cole, Run The Jewels, serta Major Lazer.

(Major Lazer ft. Pharell Williams – Aerosol Can, instrumen asli yang digunakan oleh RM untuk ‘Do You’)

Berbeda dengan mixtape awal yang memiliki aura gelap, ‘Mono’ dihadirkan berbeda oleh lelaki yang memiliki nama asli Kim Namjoon ini. Katakanlah jika ‘RM’ merupakan sebuah karya seni yang lahir di kala hujan lebat dan penuh petir, maka ‘Mono’ adalah sebuah kreasi yang hadir di kala gerimis senja. Lagu-lagu dalam playlist tersebut terdengar menenangkan dan cocok digunakan sebagai medium dalam merefleksikan kehidupan.

***

Kenapa mono disebut playlist bukan mixtape

Bedah Lagu

Tokyo

Merupakan single pembuka dari playlist. Tokyo adalah bentuk kontemplasi RM mengenai kehidupan, di mana ia dipertemukan dengan dilema mengenai jati dirinya. Dalam aksara hangul, Tokyo ditulis sebagai “동경” (dongkyeong) yang kalau diartikan dalam bahasa Indonesia adalah sebuah keadaan merindu.

Sebuah permainan kata yang terbilang apik nun cerdik, karena memang RM ingin bercerita tentang kerinduan akan sosok dirinya yang dulu lewat lagu ini. Selain itu, suara piano dalam Tokyo menggunakan melodi yang sama dengan lagu I Need U milik BTS. Hanya saja, melodi tersebut dimainkan terbalik (reversed).

Seoul (Prod. HONNE)

Sudah menjadi rahasia umum bahwa RM merupakan salah satu pembaca Haruki Murakami. Maka tak heran jika dalam lagu ini RM menggunakan teknik khas milik penulis novel Kafka on The Shore tersebut dalam mendeskripsikan Seoul, yakni dengan menghadirkan elemen kehidupan duniawi yang kental ke dalamnya.

Elemen duniawi dalam hal ini maksudnya adalah menghadirkan keadaan abu-abu di antara hitam dan putih, menjelaskan kesetimbangan antara kebahagiaan dan kesedihan, juga benci dan cinta. Lagu yang diproduseri oleh HONNE ini adalah sebuah bentuk ekspresi dalam menggambarkan manis dan pahit hubungan RM dengan tempat tinggalnya.

Moonchild

Track yang satu ini sangat cocok didengarkan pada malam hari. Bukan hanya karena berjudul moonchild, melainkan juga karena lagu ini mengandung unsur instrumen menenangkan yang sangat nyaman didengar saat petang.

Moonchild merupakan representasi dari zodiak “Cancer”, yang mana para pemilik astrologi tersebut digambarkan sebagai seseorang yang selalu menyembunyikan penderitaan yang mereka alami.

Melalui lagu ini, RM ingin menyampaikan pesan bahwa setiap manusia pada dasarnya dilahirkan untuk bersedih, dan merupakan hal yang wajar jika seseorang menunjukkan perasaan tersebut di depan publik.

Keseluruhan lirik pun menyeru pada siapa saja yang sedang bersedih dan kesakitan agar tetap bertahan, karena kegelapan tidak selamanya menakutkan. Pada masa-masa itu, manusia masih bisa menemukan harapan yang datang bagai bulan di tengah malam.

Lagu ketiga dalam playlist ini pun merupakan kelanjutan dari bait yang dibawakan RM dalam lagu duetnya bersama Taehyung yang berjudul 4 O’Clock.

Badbye (With eAeon)

Merupakan track paling singkat, dan mungkin bisa disebut sebagai interlude dalam playlist ini. Dibanding menggunakan kata ‘Goodbye’, RM lebih memilih kata ‘Badbye’ untuk lagu ini. Hal itu bukan tanpa alasan, melainkan karena memang ia ingin menjelaskan situasi perpisahan yang menyakitkan. Lagu yang dinyanyikan RM bersama musisi indie eAeon ini pun memiliki melodi gelap serta lirik berulang yang menggambarkan perasaan sakit hati milik seseorang.

Uh Good (어긋)

Dalam lagu ini RM menggaet Sam Klempner sebagai salah satu produser, yang juga pernah bekerja sama dengan BTS untuk lagu Am I Wrong dan Best of Me. Secara harfiah, “어긋” diartikan sebagai “pergi”. Lirik pada lagu ini merepresentasikan perjalanan RM dalam menemukan dirinya sendiri, sebuah perjuangan dalam menemukan sosok Kim Namjoon.

Lirik yang paling berkesan dalam Uh Good adalah “My Ideals and Reallity, so very far.” Menjelaskan bahwa suatu keinginan yang menggambarkan kehidupan ideal terkadang berbeda dengan kenyataan. Keadaan ini sekiranya akan sangat ‘relate’ bagi setiap orang yang sedang berjuang dalam melewati proses pendewasaan.

Everythingoes (with NELL)

Kalau Badbye adalah track paling singkat, maka Everythingoes adalah track paling puitis dalam playlist ini. Bisa dibilang, Everythingoes merupakan aspek penghiburan yang RM ciptakan ketika ia merefleskikan kehidupan.

Lagu ini seolah mengajak setiap pendengarnya untuk selalu berpikir positif. Bahwa yang hadir di dunia pada dasarnya bersifat sementara, termasuk segala bentuk penderitaan dan kesakitan yang hadir pun pasti akan berlalu seiring berjalannya waktu.

Forever Rain

Lagu utama dan pamungkas yang merepresentasikan keseluran isi dalam playlist. ‘Mono’ adalah kependekan dari kata monolithic yang artinya adalah kesendirian serta perasaan susah untuk berubah, di mana kedua hal itulah yang menjadi ‘peran’ utama dalam lagu Forever Rain.

Hujan yang diceritakan dalam lagu ini juga digambarkan sebagai teman oleh RM. Lebih tepatnya, sebagai seorang teman yang akan selalu ada ketika dirinya merasa sedih dan terluka. Lirik lagunya yang penuh makna tentang kesendirian pun seolah mengatakan bahwa Forever Rain ini memang hadir untuk menyuarakan perasaan kesepian milik seseorang yang sesekali muncul dalam kehidupan.

Kenapa mono disebut playlist bukan mixtape

Setelah mendengar dan menelaah setiap lagu, agaknya saya mulai mengerti mengapa RM lebih suka menyebut mixtape keduanya ini sebagai playlist. Secara keseluruhan, lagu-lagu yang ada dalam playlist menceritakan tentang perasaan kesendirian dan kerinduan akan suatu hal.

Perasaan yang sangat identik dengan sosok Kim Namjoon sekarang mengingat pada sesi wawancara dalam salah satu episode Burn The Stage, RM pernah mengatakan bahwa:

“Sebenarnya, lelaki yang bernama Kim Namjoon sangat menikmati alam dan suka jalan-jalan sendiri. Dia juga suka sekali bertemu dengan teman-temannya untuk minum bersama. Dan sekarang aku tidak punya waktu yang cukup untuk menjalani kehidupan sebagai Kim Namjoon.”

Menjadi musisi yang dikagumi dunia memang bukan hal mudah. Popularitas dan lampu spotlight yang menyorot bisa kapan saja menghalangi seseorang untuk menjalani kehidupan normal sebagai dirinya sendiri. Dan ‘Mono’ seolah sengaja dihadirkan untuk memberitahu dunia bahwa di antara panggung gemerlap itu ada kehidupan milik seorang pemuda sensitif, puitis, serta suka bermain dengan bayi kepiting di pantai bernama Kim Namjoon yang nyaris tertutup oleh sosok RM yang bijaksana dan karismatik.

‘Mono’ adalah playlist milik Kim Namjoon. Atau lebih tepatnya, sebuah playlist yang dipersembahkan oleh RM untuk sosok Kim Namjoon yang tengah kesepian dan menunggu kedatangannya. ***

Source Credit: Genius.com, celebmix.com