Jelaskan kondisi ketersediaan pangan di Indonesia saat ini

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengajak Pemerintah Singapura untuk bekerja sama mengembangkan perkebunan pangan atau food estate di Indonesia.

Dalam keterangan resminya, Selasa (22/3), Luhut menyatakan bahwa kerja sama food estate ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian sekaligus menjaga keamanan pangan.

Menurut data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia pada 2021 memang melemah dibanding tahun sebelumnya.

GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2.

Indeks tersebut menjadikan ketahanan pangan Indonesia tahun 2021 berada di peringkat ke-69 dari 113 negara.

GFSI mengukur ketahanan pangan negara-negara dari empat indikator besar, yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), serta ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience).

Menurut penilaian GFSI, harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya cukup memadai jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Namun, infrastruktur pertanian pangan Indonesia masih di bawah rata-rata global. Standar nutrisi dan keragaman makanan pokok juga masih dinilai rendah.

Sumber daya alam Indonesia juga dinilai memiliki ketahanan yang buruk karena belum dilindungi kebijakan politik yang kuat, serta rentan terpapar bencana terkait perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan pencemaran lingkungan.

(Baca Juga: Dari India Sampai Tiongkok, Ini Negara Pemasok Beras Terbesar RI pada 2021)

Jelaskan kondisi ketersediaan pangan di Indonesia saat ini

Jelaskan kondisi ketersediaan pangan di Indonesia saat ini
Lihat Foto

KOMPAS.COM/DANI JULIUS

Penyaluran bantuan sosial tunai Kementerian Sosial RI di Kalurahan Sendangsari, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Oleh: Purwanto dan Esta Lestari

PEMERINTAH baru saja meresmikan pelaksanaan vaksinasi secara nasional dengan ditandai oleh vaksinasi pertama kepada Presiden Joko Widodo di Istana. Muncul optimisme baru di tengah meningkatnya kasus positif Covid-19 yang menembus 10.000 pasien baru setiap harinya dalam beberapa hari terakhir ini.

Namun demikian tidak berarti segala dampak yang ditimbulkan oleh adanya pandemi ini akan bisa teratasi dengan cepat.

Pandemi Covid-19 membuat banyak tantangan yang harus dihadapi ole hIndonesia dalam proses masa pemulihan khususnya di sektor ekonomi dan juga pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan.

Rilis terbaru Global Hunger Index 2020 menunjukkan adanya perbaikan nilai indeks yang dimiliki Indonesia menjadi 19,1 dari kategori “serius” menjadi kategori “moderat”.

Posisi Indonesia berada di peringkat 70 dari 107 negara di bawah skor indeks Vietnam dan Filipina. Namun, ketahanan pangan secara nasional sedang menghadapi tantangan resesi ekonomi dengan berkurangnya pendapatan masyarakat karena adanya penurunan aktivitas usaha produktif, dan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.

Baca juga: Perbaiki Data Penerima Bansos, Risma Susun Parameter Kemiskinan

Persoalan ketahanan pangan di masa pandemi Covid-19 tidak dapat hanya dilihat secara makro namun lebih konkrit adalah kondisinya di level rumah tangga.

Salah satu kekurangan dari agregasi data indeks ketahanan pangan adalah penggunaan nilai rata-rata yang berarti bahwa wilayah dengan kriteria tahan pangan tidak serta merta merepresentasikan kondisi ketahanan pangan tiap-tiap masyarakatnya. Dengan demikian maka penting adanya analisis ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga.

Pada akhir 2020, Pusat Penelitian Ekonomi LIPI (P2E LIPI) melakukan kaji cepat melalui survei daring kepada masyarakat di level rumah tangga untuk mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap ketahanan pangan rumah tangga.

Dengan mengadopsi metode dari USDA, survei yang dilaksanakan selama periode 15 September - 5 Oktober 2020 berhasil menjaring 1.489 responden layak analisis dari 2.483 responden yang berpartisipasi secara daring tersebut.

Perubahan iklim akan menjadi pemicu krisis sosial ekologis yang luas dan intens di seantero bumi. Persoalan menjadi semakin kompleks karena krisis sosial ekologis yang timbul tidak tersebar merata. Negara-negara miskin lebih rentan terhadap risiko perubahan iklim dibanding negara-negara maju. Golongan berpenghasilan rendah atau miskin lebih rentan terhadap perubahan iklim dibanding yang berpenghasilan menengah atau kaya. Demikian pula kaum perempuan dan anak-anak, terutama rumah tangga miskin di pedesaan, mereka tergolong paling rentan terhadap perubahan iklim.

Pandemi Corona (COVID-19) yang terjadi di hampir seluruh dunia termasuk Indonesia, telah membawa banyak dampak buruk pada berbagai aspek kehidupan termasuk krisis pangan. Risiko kelangkaan pangan mengemuka sebagai efek disraptif dari pandemi COVID-19 dan menyebabkan bencana kelaparan di berbagai tempat di penjuru dunia. Risiko krisis pangan yang terjadi di Indonesia juga sempat disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. 

Beberapa permasalahan ketahanan pangan di Indonesia yang harus segera dicarikan solusi antara lain (1) Umur rata-rata petani semakin tua, maka diperlukan upaya untuk menjadikan pertanian sebagai sumber matapencaharian yang atraktif bagi kaum muda. Untuk itu perlu diketengahkan berbagai inovasi dalam teknik bertani yang lebih dekat dengan alam pikiran dan gaya hidup kaum muda, (2) Rantai pasok (supply chain), membangun rantai pasok yang ringkas dan efisien sehingga memperbaiki struktur harga dan pasokan bahan makanan maka diperlukan penumbuhan komitmen untuk memprioritaskan pemanfaatan bahan pangan lokal (lokavor) dan (3) Waste, produksi pertanian perlu menganut teknik produksi nir­limbah (zero waste) dengan pendekatan ekonomi sirkuler. Kondisi tersebut merupakan peringatan agar segera dilakukan langkah-langkah konkret dalam rangka menguatkan daya dukung lingkungan dalam aspek pangan.

Ketahanan pangan bisa tercapai jika bersinergi dan beriringan dengan ketahanan iklim. Dalam era new normal ini seluruh dunia perlu untuk mendahulukan program ketahanan pangan, energi, dan air sebaga kebutuhan dasar manusia. Berdasarkan uraian di atas, maka diskusi Pojok Iklim bermaksud membahas potensi pengembangan pangan sebagai penjamin kehidupan di tengah pandemi COVID-19 dan kaitannya dengan lingkungan dan ketahanan iklim sebagai penjamin keberlanjutan pembangunan.

Pengantar:
Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian LHK

Narasumber:
Ketahanan Pangan di Pemukiman
, Unduh Materi
Ir. Bambang Irianto - Inisiator Kampung Glintung Go Green (3G)

Pertanian Adaptif Perubahan Iklim, Unduh Materi
Prof. Dr. Yunita Triwardani Winarto - Guru Besar Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

COVID-19 dan Perubahan Iklim, Unduh Materi
dr. Jossep F. William - Relawan Medis Satgas Penanganan COVID-19, Tenaga Ahli Menteri LHK

Food Systems for a Sustainable, Healthy and Just Society: Regenerative Agriculture in Indonesia and Beyond, Unduh Materi
Prof. Thomas Reuter - Asia Institute, University of Melbourne, Australia

Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perubahan Iklim, Unduh Materi
Dr. Ir. Ai Dariah - Peneliti Utama Badan Penelitian Tanah Kementerian Pertanian

Moderator:
Dr. Soeryo Adiwibowo - Penasihat Senior Menteri LHK

Jelaskan kondisi ketersediaan pangan di Indonesia saat ini

PANGAN merupakan kebutuhan dasar. Pada praktiknya pemenuhan kebutuhan pangan diserahkan kepada masyarakat. Peran pemerintah lebih banyak kepada regulator sehingga tidak ada monopoli oleh pemerintahan. Dalam situasi demikian, bagaimana mewujudkan ketahanan  pangan dan menghindari rawan pangan?

Rawan pangan adalah situasi yang berbahaya. Kondisi itu ditandai oleh rendahnya ketersediaan kalori untuk konsumsi per kapita. Sangking pentingnya, kondisi rawan pangan membuat kasus penggulingan pemerintahan lebih mungkin terjadi, terutama di negara berpenghasilan tinggi (Reenock, Bernhard dan Sobek, 2007).

Dalam sejarah Indonesia, pada tahun 1997-1998 pernah terjadi keruntuhan politik dan ekonomi hingga menggerogoti ketahanan pangan Indonesia. Hal tersebut merupakan efek domino dari krisis ekonomi yang terjadi di Asia Tenggara dan Asia Timur sejak Juli 1997. Terjadi peningkatan inflasi dan pengangguran serta turunnya daya beli masyarakat sehingga semakin sedikit orang yang mampu mengakses makanan.

Selain krisis ekonomi, krisis pangan juga dapat terjadi karena kekeringan besar, terutama disebabkan oleh fenomena cuaca El Nino. Kekeringan ini secara substansial mengurangi produksi makanan, khususnya beras yang merupakan sumber makanan pokok. Faktor lainnya adalah  kurangnya input pertanian (seperti pupuk dan pestisida).

Bhaskoro (2012) menjelaskan bahwa konsepsi ketahanan ekonomi nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang dan serasi dalam seluruh aspek kehidupan berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wawasan Nusantara. Termasuk di dalamnya memajukan pertahanan keamanan yang didukung dari adanya upaya untuk memajukan pertahanan pangan.

Berdampak Strategis

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup. Kecukupan pangan merupakan hak azasi yang layak dipenuhi.

Berdasar kenyataan tersebut, masalah pemenuhan pangan bagi seluruh penduduk di suatu wilayah mestinya menjadi sasaran utama kebijakan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Pertahanan pangan juga sangat penting karena mendukung pertahanan keamanan. Bukan hanya sebagai komoditi ekonomi, pangan merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global. Untuk itulah, ketahanan pangan mempunyai pengaruh yang penting terhadap keamanan.

Ancaman terhadap ketahanan pangan mengakibatkan Indonesia sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan. Oleh karena itu, dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan dan lahan pangan.

Masalah ketahanan pangan harus serius ditangani oleh pemerintah karena menanyangkut keberlangsungan negara dan kehidupan generasi penerus bangsa. Jika krisis pangan terjadi,  stabilitas negara akan terganggu.

Dampaknya kekurangan pangan dirasakan langsung karena dapat memicu kelaparan, kemiskinan, dan kurangnya gizi pada generasi muda. Generasi muda menjadi kekurangan gizi sehingga tidak dapat tumbuh optimal. Padahal generasi muda adalah calon pemimpin bangsa. Mereka menentukan kemajuan dan ketahanan negara.

Perubahan Regulasi

Penetapan UU Nomor 23 Tahun 2014 membawa perubahan pada kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintah antar susunan pemerintah. Konsekuensi logisnya, daerah akan mempunyai prioritas urusan pemerintahan sesuai karakter daerah dan kebutuhan masyarakat setempat.

Pembagian urusan pemerintahan konkruen antara pusat dan daerah dibagi menjadi dua, yakni urusan pilihan dan wajib. Urusan pemerintahan yang bersifat wajib harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Urusan pemeritahan wajib meliputi dua hal yaitu urusan wajib yang terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait pelayanan dasar. Bidang pangan termasuk dalam urusan pemerintah wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah bidang pangan, pemerintah daerah perlu memetakan prioritas urusan untuk membagi kewenangan dengan pemerintah pusat. Pembagian kewenangan bidang urusan pangan bertujuan untuk memastikan setiap pelayanan dalam bidang pangan mampu menjangkau seluruh pihak yang harus dilayani serta menciptakan organisasi yang ideal, efisien dan efektif.

Mengingat urusan pemerintahan bidang pangan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah, maka seharusnya pelaksana urusan bidang pangan dilakukan oleh fungsi inti (operating core).

Dalam hal ini dinas yang melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pembantu kepala daerah dalam melaksanakan fungsi mengatur dan mengurus urusan pemerintahan bidang pangan. Tugas urusan pemerintahan bidang pangan yakni membantu gubernur melaksanakan urusan pemerintahan  di bidang ketahanan pangan dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah Provinsi.

– Prof Dr Sucihatiningsih DWP, profesor ekonomi pertanian Fakultas Ekonomi (FE) Unnes