Jelaskan cara menjalin relasi antara hubungan antara komunitas lokal

Jelaskan cara menjalin relasi antara hubungan antara komunitas lokal

KOMUNITAS lokal mencakup masyarakat yang bermukim atau mencari nafkah di sekitar pabrik, kantor, gudang, tempat pelatihan, tempat peristrahatan, atau di sekitar asset tetap sebuah organisasi.

Sebagai Humas, keberadaan komunitas lokal itu menjadi penting karena tugas Humas setiap organisasi adalah bagaimana menjalin komunikasi yang terencana sehingga komunitas itu turut memberikan dukungan yang baik kepada organisasi.

Komunitas lokal biasanya terbentuk melalui dua pola. 

Pertama, organisasi atau perusahaan yang menjalankan sebuah aktivitas pada wilayah yang telah dihuni penduduk setempat.

Pihak perusahaan membeli lahan penduduk sembari berjanji akan mengoptimalkan peran masyarakat setempat sebagai tenaga kerja.

Dalam perjalanannya kerap menjadi masalah seiring dengan proses pembelian lahan. Para calo pun ikut berperan mempengaruhi proses tersebut.

Akibatnya, ketika perusahaan beroperasi image yang muncul dibenak komunitas adalah perusahaan bekerja sama dengan para calo. Situasi tersebut tentu sangat penting untuk dipahami para Humas.

Selain itu tidak boleh dilupakan juga adalah bagaimana menangkap, memahami apa yang tengah berkembang dan menjadi opini publik. Tatkala perusahaan atau organisasi melakukan aktivitas di tempat tersebut.

Kedua, ditemui dalam keadaan sebaliknya. Perusahaan datang lebih dahulu baru penduduk banyak berdatangan. 

Perusahaan yang menyerap tenaga kerja sangat banyak cenderung menyiapkan lahan pemukiman di sekitar lokasi kegiatannya.

Lambat laun penduduk yang menjadi komunitas di sekitar perusahaan tidak saja yang berkaitan dengan orang yang bekerja di perusahaan itu, tetapi juga warga lain yang membangun usaha karena melihat suatu peluang lainnya.

Baca: Media Konvensional vs Digital


Terlepas dari berbagai pola tadi, peran Humas dituntut dalam membangun sebuah hubungan yang konstruktif dengan para komunitas tersebut.

Melalui strategi kehumasan yang baik maka komponen komunitas yang dihadapi oleh perusahaan akan memberikan dukungan yang baik pula bagi organisasi atau perusahaan.

Pada dasarnya komponen komunitas memiliki harapan yang bervariatif terhadap perusahaan, salah satunya berkaitan dengan peningkatan pendapatan.

Selain itu komunitas juga mengharapkan tertanamnya kebanggaan karena hadirnya perusahaan tersebut di lokasi komunitas.

Sumber: Buku Manajemen Public Relations (Rhenald Kasali)
Versi PDF

Komunitas lokal adalah masyarakat yang bermukim atau mencari nafkah di sekitar pabrik, kantor, gudang, tempat pelatihan, tempat peristirahatan, atau di sekitar aset tetap perusahaan lainnya. Dalam pelaksanaan fungsi PR, komunitas lokal dipandang sebagai suatu kesatuan denganperusahaan yang memberi manfaat timbal balik. Hubungan timbal balik tersebut bukanlah melulu berarti bahwa suatu komunitas adalah kumpulan orang-orang yang saling berbagai dalam memanfaatkan suatu fasilitas. Lebih jauh,komunitas adalah suatu organisme sosial yang saling berinteraksi (Allen H. Center dan Frank E. Walsh – 1985). Bentuk kesatuan antara keduanya itu dipengaruhi oleh siapa yang datang lebih dahulu (pabrik atau penduduk) di lokasi tersebut, sifat lokasi terhadap perusahaan, (sumber input bagi perusahaan atau daerah output/pasar bagi perusahaan), isolasi daerah terpencil dan latar belakang historis. Lomunitas lokal juga dapat dipandang dalam dua lingkungan, yakni lingkungan mikro dan lingkungan makro.

Hubungan timbal balik tersebut mempengaruhi pola pekerjaan PR, sehingga pada jenis industri yang sama bisa jadi penekanan peran PR berbeda cukup jauh.

Siapa yang Datang Lebih Dahulu Orang-orang tua kita pernah menasihati kita agar selalu menghormati penduduk lama yang sudah lebih dahulu berada disatu tempat. Bila kita pindah ke tempat itu, adalah kewajiban kita untuk datang bertamu, memperkenalkan diri dan mencoba menyelaraskan perilaku kita dengan tuntutan masyarakat di sekitar tempat kita yang baru tersebut. Hampir sebagian besar perusahaan. Apakah berbentuk pabrik, real estat atau usaha lainnya, datang ke suatu lokasi yang sudah dihuni oleh penduduk terlebih dahulu. Mereka membeli tanah penduduk dan berjanji akan menggunakan tenaga kerja penduduk setempat. Yang menjadi masalh, pembebasan tanah penduduk tersebut sering menimbulkan keresahan karena pembebasan tanak menarik ‘para calo’ untuk berspekulasi. Akibatnya, ketika perusahaan mulai beroperasi,citranya telah cacat. Bagi sebagian anggota masyarakat, perusahaan dipandang tak bedanya dengan para calo dan tukang peras. Mungkin sebagian masih berbentuk opini dan sebagian lagi sudah berbentuk sikap. Sepanjang hal itu masih berbentuk opini, tugas PR masih relatif mudah. Tetapi bila sudah menjurus kepada sikap, dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk mengembalikan sikap positif masyarakat. Sikap negatif antara lain ditandai dengan penutupan jalan dari dan menuju pabrik, perusakan kecil-kecilan, pencurian dengan tujuan menghambat, sampai pada penolakan penduduk untuk berhubungan akrab dengan manajer perusahaan dan kemungkinan memperluas masalah begitu isu baru muncul (misalnya perluasan lahan pabrik ataupolusi udara) kepada khalayak umum, mencari dukungan pers atau dukungan para politisi. Di beberapa daerahdi Indonesia juga ditemui kasus di mana perusahaan ingkar janji untuk memperkejakan penduduk dan kontraktor setempat. Alasannya sangat masuk akal; penduduk setempat umumnya belum mempunyai budaya kerja, belum mempunyai ketrampilan, pendidikannya masih rendah, dan masih sulit dibentuk. Akibatnya perusahaan mendatangkan karyawan dari kota-kota besar atai dari kantor pusatnya. Hal ini juga terjadi dengan kontraktor setempat yang masih miskin pengalaman. Perusahaan tidak mampu menekan kontraktor dari kota besar untuk bekerja sama dengan kontraktor setempat karena alasan ketrampilan, biaya, dan tidak mau membagi keuntungannya. Hal-hal ini umumnya sangat mempengaruhi opini penduduk di sekitar perusahaan. Pada daerah lain, ditemui keadaan yang sebaliknya. Perusahaan datang lebih dahulu, baru kemudian penduduk. Perusahaan yang bergerak di bidang industri penghasil banyak polusi, cenderung mendirikan pabrik di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk. Pabrik gula Rejo Agung didirikan di luar kota Madiun yang jauh dari pemukiman penduduk. Tetapi karena pabrik menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar, daerah di sekitar pabrik berkembang menjadi pemukiman padat. Pabrik gula Rejo Agung kemudian mengembangkan community relations, termasuk program kesehatan, penerangan listrik, jaringan air bersih, dan pengurangan polusi udara dari cerobong pabrik. Investasi ini menyedot biaya dalam jumlah besar. Kasus yang sama juga menyertai tumbuhnya industri tenun di Majalaya. Jauh sebelum industri tekstil berkembang di Indonesia, di Majalaya seudah berkembang beberapa pabrik tenun tradisional. Penduduk menempati pemukiman yang terpisah dari pabrik tersebut. Belekangan pemerintah Jaa Barat menjadikan Majalaya sebagai pusat industri tekstil (selain pusat industri sepatu di Cibaduyut dan industri keramik di Plered). Apa akibatnya? Daerah ini berkembang menjadi semacam industrial estate, dan mengundang banyak investor untuk memnafaatkan fasiltias yang disediakan. Tenaga kerja pun berdatagan ke tempat ini, dan mereka bermukim di sekitar lokasi pabrik tenun tradisional. Pada tahun 1980-an, pabrik-pabrik tradional yang mendapat bantuan dari bakap angkatnya, diketahui bahwa pabrik tak dapat dijalankan 24 jam sesuai rencana. Masalahnya, getaran mesin tenun menimbulkan gelombang yang mengganggu pesawat televisi penduduk. Penduduk menolak memberi izin gangguan usaha kepada pengusaha tradisional untuk menjalankan mesinnya 24 jam. Kalau kita berpegang kepada prinsip yang diajarkan oleh orang tua kita, maka pada kasus yang belakangan tidak pada tempatnyalah perusahaan meminta izin kepda penduduk agar memberi rekomendasi bagi pengurusan izin gangguan. Tetapi apa yang terjadi? Yang datang belakangan umumnya lebih perkasa daripada yang datang pertama. Prinsip suatu kegiatan bisnis bukanlah untuk mencari siapa yang benar atau salah, melainkan mencari solusi agar bisnis dapat hidup dalam jangka panjang. Sedangkan prinsip kegiatan PR adalah mengharmoniskan hubungan antara perusahaan beserta manajer dan karyawannya dengan masyarakat di sekitar perusahaan. Dalam pada itu, perusahaan besar umumnya baru menyusun strategi PR setelah penduduk menunjukkan sikap negatif. Sebelum itu peran PR dilimpahkan kepada para manajer yang merangkap pekerjaan ini dengan peran operasional lainnya. Kehadiran pejabat baru yang mengkonsentrasikan peran sebagai PR umumnya kurang memperhatikan hubungan kesatuan antara perusahaan dan komunitasnya, dan peran-peran lain yang membentuk sikap penduduk sebelum perusahaan beroperasi. Tugas PR dalam hal ini adalah membina hubugnan yang harmonis dalam jangka panjang. Maka, selain kampanye untuk menimbulkan simpati, PR juga mempunyai peran untuk melatih para eksekutif guna mendidik tenaga kerja dari lokasi di sekitar perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah menimbulkan rasa memiliki pada keduanya secara timbal balik. Hubungan timbal balik dengan rasa memiliki dibutuhkan oleh perusahaan agar perusahaan memperoleh dukungan komunitas. Misalnya, pemasokan tenaga kerja yang tidak memerlukan fasilitas antar jemput dan perumahan karena lokasi yang dekat., tenaga kerja yang sehat dan trampil, dan tenaga kerja yang mengenal karakter perusahaan. Dukungan masyarakat juga dibutuhkan untuk turut mencegah kejadian yang tidak diinginkan, misalnya partisipasi dalam menjaga keamanan, mencegah kebakaran, atau kerawanan lainnya.

Sebaliknya hubungan timbal balik akan menyenangkan penduduk karena mereka mempunyai sumber pendapatan yang baru, lingkungan yang bersih dan sehat, serta dapat memanfaatkan fasilitas yang dibangun perusahaan.Secara keseluruhan bangsa ini akan mengalami keuntungan. Kesejahteraan yang meningkat merupakan potensi yang besar bagi perusahaan untuk menjual hasil produksinya. Artinya, perusahaan turut membina pasar masa depan.

Efek Sifat Lokasi Terhadap Perusahaan Terpilihnya suatu lokasi untuk mendirikan sebuah gedung tentu bukan tanpa pertimbangan manajemen. Sebelum lokasi dipilih, umumnya perusahaan telah melakukan perhitungan dan survei melalui studi kelayakan. Lokasi tersebut bisa jadi dipilih karena dekat dengan pasar utama (misalnya di kota-kota besar), dekat dengan sumber bahan baku (misalnya penebangan hutan, penambangan atau industri sejenisnya), atau berada di antara keduanya. Dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini telah berkembang pula daerah baru di sekitar kota-kota besar (suburban area) sebagai daerah industri baru. Bila daerah tersebut berada di dalam lokasi industrial estate, yang dikelola dengan resmi, maka biaanya hubungan antara perusahaan dengan penduduk menjadi renggang. Perusahaan kurang merasa perlu berhubungan erat dengan penduduk karena: 1. Di dalam industrial estate terdapat banyak perusahaan yang harus memikul tanggung jawab membangun hubungan itu.

2. Di sekeliling industrial estate berdiri dinding tinggi dengan petugas keamanan di pintu masuk yang akan menyeleksi tamu atau karyawan yang diperbolehkan masuk.

Namun, sekalipun hubungan antara perusahaan dan penduduk kurang sensitif, pembinaan hubungan dengan komunitas lokal tetap perlu dialkukan., minimal oleh pengelola industrial estate, maksimal bersama-sama dengan perusahaan lainnya. Biasanya, fasiltias yang disediakan perusahaan dalam industrial estate bisa dimanfaatkan bersama oleh penduduk dan karyawan perusahaan. Namun demikian, bila perusahaan juga menghasilkan limbah yang dapat merugikan penduduk di luar kawasan industri tersebut (misalnya asap tebal atau limbah cair yang dibuang ke sungai) atau mempunyai proses produksi yang riskan (kemungkinan meledak/bocornya tangki gas berbahaya), maka perusahaan perlu mengambil langkah-langkah positif. Langkah tersebut mencakup latihan penduduk untuk mengatasi keadaan darurat hingga melakukan perbaikan sistem pembuangan limbah dan pencegahan kelalaian di dalam perusahaan.

Selain mereka yang menempati industrial estate, ada pula industri tertentu yang tumbuh secara terpisah karena memerlukan lahan yang luas dan rencana pengembangan yang terpadu dengan anak-anak perusahaannya. Hubungan antara perusahaan dan penduduk menjadi sangat penting karena lokasi bersifat sebagai pemberi kehidupan timbal balik.

Isolasi Daerah Terpencil Pemerintah mendorong agar pengusaha membuka usaha di daerah terpencil. Dorongan itu tentu dengan maksud dantujuan tertentu. Padatnya penduduk dan pertumbuhan yang cepat di kota-kota besar khususnya pulau Jawa telah mengakibatkan daerah lain tertinggal. Hal itu bisa menyebabkan kerawanan dan ketimpangan sosial di ditengah masyarakat Indonesia. Timbulnya berbagai bentuk usaha di daerah terpencil tidak saja menimbulkan dampak ekonomi tetapi sekaligus dampak sosial. Bayangkanlah hadirnya industri kayu di pedalaman sungai Kapuas di Kalimantan atau peternakan buaya di hutan Mamberano di Papua.Barangkali perusahaan terebut merupakansatu-satunya sumber kehidupan di daerah itu. Di pulau Jawa sendiri banyak perusahaan yang merupakan kebanggaan daerah. Misalnya Gudang Garam di Kediri, Djarum di Kudus, PG Rejo Agung di Madiun dan sebagainya. Selain menjadi kebanggaan, perusahaan tersebut juga menimbulkan masalah bagi daerah. Tertutupnya pemilik atau manajer perusahaan terhadap putra-putra daerah, tidak ditepatinya janji-janji atau terlalu angkuhnya perusahaan terhadap komunitas lokal, akan menimbulkan dampak sosial yang sulit diatasi di kemudian hari. Sebaliknya, perusahaan yang dekat dengan komunitasnya akan selalu mendapat dukungan, baik dari komunitas informal maupun pemda setempat. Hubungan antara perusahaan dengan komunitas laokal bisa dimulai dengan kegiatan PR yang mengidentifikasikan daerah dengan perusahaan dansebaliknya. Di negera-negara maju muncul tim-tim olehraga yang sekaligus membawa dua bendera, yakni bendera komunitas setempat dan perusahaan. Di Indonesia, gejala ini juga sudah mulai tampak. Misalnya, tim sepakbola Semen Padang, tim bulu tangkis Jarum (Kudus) Tennis Club Mercu Buana (Jakarta) dan lain-lain.

Yang paling penting dari kegiatan ini adalah bangkitnbya kehidupan atau semangat komunitas sehingga komunitas identik dengan perusahaan dan sebaliknya.

Latar Belakang Historis Hubungan timbal balik perusahaan dengan masyarakat juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang kehadiran perusahaan. Persepsi antara lain dibentuk oleh latar belakang historis yang tidak mudah dihapus begitu saja. Betapa lengkap dan hebatnya fasilitas yang dimiliki perusahaan, dan betapa terbukanya perusahaan terhadap komunitas, belum tentu menarik minat masyarakat untuk terlibat. Hal itu antara lain dipengaruhi oleh hubungan antara perusahaan dan komunitasnya di masa lalu. Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan masa lalu itu, misalnya: 1. Karakter masyarakat setempat

Setiap daerah di Indonesia memiliki karakter yang berbeda-beda. Penduduk yang bermukim di satu daerah juga berbeda-beda. Mereka yang bermukim di daerah pesiisir pantai dan pegunungan juga berbeda. Sub-kultur, keadaan alam, ketersediaan sumber daya, peristiwa politik masa lalu, semuanya membentuk karakter. Ketika memasukii suatu daerah, perusahaan umumnya hanya mengenal karakter daerah tersebut secara umum. Ketidaksesuaian penanganan perusahaan terhadap komunitasnya sejak pertama kali perusahaan hadir menimbulkan kesalahan yang bisa berakibat panjang.

2. Penanganan Pemerintah Setempat Sebelum perusahaan hadir di suatu daerah yang masih baru, pengusaha sering meminta bantuan pemerintah setempat untuk melakukan conditioning. Condotioning yang dilakukan memerlukan pemantauan agar tujuan kesiapan komunitas tidak berbelok ke arah lain. Penanganan yang kurang pas akan melahirkan harapan masyarakat yangberlebihan atau kerugian masyarakat yang berlebihan, yang muncul karena penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum tertentu. 3. Ketidaksiapan perusahaan pada saat persiapan. Pada tahap persiapan perusahaan harus melakukan banyak kegiatan: mendidik orang baru, menjalankan mesin percobaan, mengurus izin, menarik karyawan baru, merampungkan desain produk, menyusun organisasi dan sistem, mencari jaringan pemasaranbaru, membuat rencana pemasaran, persiapan protokoler, undangan, pemberitaan media, pidato dan sebagainya. Pada saat kesibukan puncak tersebut, besar kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan yang membentuk persepsi komunitas. 4. Pengalaman Masyarakat atas Kegiatan Perusahaan lain Ketidakserasian suatu perusahaan yang sejenis terhadap komunitas yang mengalami pemberitaan pers secara besar-besaran akanmembentuk persepsi masyarakat di daerah lain. Maka begitu perusahaan datang, sebelum masyarakat merasakan sendiri hubungan itu, masyarakat telah mempunyai sikap tertentu.

Semua itu sangat mempengaruhi hubungan timbal balik perusahaan dengan komunitasnya.

Komunitas Mikro dan Komunitas Makro Komunitas sebagai organisme sosial mempunyai struktur yang berlapis-lapis. Sebuah perusahaan yang berdiri di suatu daerah mempunyai hubungan yang dekat dengan orang-orang yang hidup atau bertempat tinggal atau berusaha di sekitarnya. Tetapi, perusahaan juga menjadi warga suatu kota tertentu, bahkan milik bangsa tertentu. Semakin besar suatu perusahaan, semakin besar keterkaitan perusahaan dengan komunitas makronya. PT Gudang Garam mempunyai komunitas mikro kota Kediri. Di kota Kediri, PT Gudang Garam mempunyai peranan yang sangat besar bagi pendapatan daerah dan dan pembangunan daerah. Kebijakan perusahaan selalu dipantau oleh pemerintah daerah karena mempunyai dampak timbal balik. Dalam kerangka yang lebih luas, PT Gudang Garam juga menjadi anggota komunitas bangsa ini. Kebijakan pemerintah dan perusahaan saling berpengaruh. Isu-isu pada kerangka makro antara lain adalah tentang harga dan pasokan bahan baku (cengkeh dan tembakau), pita cukai, jumlah tenaga yang ditampung, teknologi pelintingan tembakau (SKT – sigaret kretek tangan dan SKM-sigaret kretek mesin), dan sebagainya.

Semakin luas komunitas makro perusahaan, semakin besar pula kegiatan PR ditangani oleh spesialis tertentu, misalnya Government Public Relations, Community Relations, Press Relations, dan sebagainya. Dan semakin nyata keberadaan perusahaan di komunitas makro tersebut, semakin tak terhindarkan bagi perusahaan untuk terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan nasional.

Harapan Komunitas Terhadap Industri Untuk menjalankan perannya dengan baik, seorang praktisi PR perlu memahami apa yang diharapkan oleh komunitasnya. Memang, perusahaan memperoleh sebagian besar karyawan dari komunitasnya. Perusahaan juga menjual produk kepada komunitasnya. Perusahaan membayar pajak, cukai, dan terkadang memberi hadiah, sumbangan, sponsor, bea siswa dan sebagainya kepada publik. Namun perusahaan juga menghasilkan limbah, kebisingan, kemacetan, dan pemogokan. Ada beberapa hal yang diharapkan masyarakat dari suatu industri (John E. Masrston 1979), yaitu: 1. Pendapatan (income). Komunitas mengharapkan adanya perputaran uang melalui gaji dan upah karyawan, melalui pembelian dari pemasoh lokal atau melaluii pembayaran pajak. 2. Penampilan (Appearance). Komunitas mengharapkan agar perusahaan membangun gedung yang enak dipandang, dan bahkan dapat dijadikan simbol kota. Orang Amerika umumnya belum merasa sampai di Chicago, sebelum menaiki Sears Tower (gedung tertinggi diChicago yang dimiliki oeleh perusahaan eceran terkemuka Sears & Roebuck), demikian pula dengan Trump Plaza di New York. 3. Partisipasi. Hadirnya perusahaan di suatu lokasi menimbulkan interaksi antara perusahaan dan masyarakatnya. Dalam kegiatan kemasyarakatan, perusahaan bisa berbagi fasilitas seperti sekolah, taman bermain, tempat beribadah, tempat parkir, sarana olahraga, dan sebagainya. 4. Stabilitas. Kegiatan bisnis yang terlalu agresif sering menimbulkan hal yang tidak diharapkan: PHK atau likuidasi. Masyarakat mengharapkan adanya kesinambungnan dan pertumbuhan yang stabil.

5. Kebanggaan. Banyak tempat di dalam peta dunia ini – apakah negara, kota abesar, atau kota kecil – dikenal sebagai tempat asal perusahaan besar menyebut nama barang-barang buatan Fuji, Honda, Sony dan lain-lain orang akan segera ingat Jepang. Begitu pula, ketika orang menyebut gudeg kita ingat Yogyakarta.

Sekian
— ooo—


{ RSS feed for comments on this post} · { TrackBack URI }