Jelaskan Bagaimana PEREKONOMIAN Indonesia pada masa Orde Lama

1.    PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PADA MASA ORDE LAMA

     Indonesia dituntut untuk mampu menghidupi negaranya sendiri dalam berbagai aspek kehidupan, terutama aspek ekonomi. Perkembangan ekonomi Indonesia mengalami perkembangan mulai masa pemerintahan Presiden Soekarno yang dikenal dengan zaman Orde Lama. Kemudian mengalami perkembangan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan zaman Orde Baru. Hingga zaman reformasi yang mengalami perubahan besar-besaran dalam aspek ekonomi. Periode kekuasaan di Indonesia yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan reformasi memiliki ciri khas masing-masing yang pada akhirnya juga membawa dampak yang berbeda-beda bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Orientasi pembangunan yang dimaksud adalah orientasi pembangunan keluar, yakni pembangunan dengan melakukan stabilisasi ekonomi negeri dengan memanfaatkan sumber luar negeri dan pembangunan berorientasi ke dalam, yang merupakan usaha stablisasi ekonomi dengan memperkuat usaha-usaha dalam negeri (Mas’oed, 1989:95).

  Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti batuan asing dan berorientasi ke dalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi adalah berdiri di atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari” (Mas’oed, 1989:76). Soekarno tidak menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun perekonomian Indonesia. Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh Indonesia sendiri. Bahkan Soekarno melakukan kampanye Ganyang Malaysia yang semakin memperkuat posisinya sebagai oposisi bantuan asing. Semangat nasionalisme Soekarno menjadi pemicu sikapnya yang tidak menginginkan pihak asing ikut campur dalam pembangungan ekonomi Indonesia. Padahal saat awal kemerdekaan, Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat dalam pilar ekonomi. Sikap Soekarno yang anti bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi tersendiri yaitu terjadinya kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung mengabaikan permasalahan mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran yang terjadi bukan ditujukan terhadap pembangunan, melainkan untuk kebutuhan militer, proyek mercusuar, dan dana-dana politik lainnya. Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia luar terutama negara-negara barat. Hal itu diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600% per tahun pada 1966 yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia. Kepercayaan masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi.

A. SISTEM PEREKONOMIAN ORDE LAMA

  Tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali pasar modal Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat. Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam. Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.

    Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.  Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bermata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia. Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi, mencapai lebih dari 300%, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1996. Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :

1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.

2.  Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia), mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.

3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.

4.    Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947

Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.

5.  Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

B.   KONDISI PEREKONOMIAN ORDE LAMA

Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. Penyebabnya adalah :

1.  Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi nasional.

2.  Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional yang berakibat jatuh-bangunnya kabinet, tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya untuk teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.

3.  Yang paling pokok: borjuasi dalam negeri (pribumi) yang diharapkan menjadi kekuatan pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan perekonomian justru tidak memiliki basis borjuis yang tangguh.

Kendati berkali-kali mengalami kegagalan, Soekarno kemudian menekankan bahwa haluan ekonomi baru ini hanya akan berhasil dengan dukungan masyarakyat. Dalam usaha memasifkan dukungan rakyat, Soekarno berpropaganda tentang Trisakti:

●   Berdikari di bidang ekonomi

●   Berdaulat di bidang politik

●   Berkepribadian dalam budaya

2.    PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PADA MASA ORDE BARU

     Kemudian fase baru dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”. Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri dari negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara barat. Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sektor dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan harga-harga melalui “injeksi” bahan impor ke pasar. Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara kapitalis asing maupun dari masyarakat bisnis internasional pada umumnya, yakni para banker dan perusahaan-perusahaan multinasional (Mochtar 1989,67). Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun ekonomi. Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia.         Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh Soekarno, namun dnegan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran dana asing tersebut akhirnya diterima Indonesia. Ekonomi Indonesia mulai bangkit bahkan akhirnya menjadi begitu kuat. Sayangnya, kekuatan ekonomi itu didapatkan dari bantuan asing yang suka atau tidak harus dikembalikan. Suntikan bantuan dari Amerika Serikat maupun Jepang cukup berperan besar dalam perbaikan ekonomi di Indonesia. Begitupun dengan IMF yang dinilai sangat bermanfaat dalam memperjuangkan Indonesia di hadapan para kreditor asing (Mas’oed, 1989:84). Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia tumbuh dengan prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin terjerat keterpurukan perekonomian dalam negeri akibat syarat-syarat dan bunga yang telah direncanakan negara penyuntik bantuan. Booth (1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri di pasar global serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar. Maka, kini hal tersebut menjadi tantangan pemerintahan reformasi untuk menuntaskan permasalahan ekonomi dalam negeri.

A.   SISTEM PEREKONOMIAN ORDE BARU (1966 – 1998)

     Awal pemerintahan orde baru dihadapkan pada kehancuran ekonomi secara total, hal ini tergambar dari inflasi tahun 1966 mencapai 650%, dan defisit APBN lebih besar daripada seluruh jumlah penerimaannya. Neraca pembayaran dengan luar negeri mengalami defisit yang besar, nilai tukar rupiah tidak stabil (Gilarso, 1986:221). Maka awal pemerintahan orde baru ini juga bisa dikatakan sebagai titik balik perekonomian Indonesia. Pamerintah saat itu benar-benar berusaha kerasa untuk mengubah perekonomian Indonesia yang terpuruk. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Segala macam upaya dilakukan mulai dari menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Kerhasilannya menstabilakan inflasi berdampak positif terhadap stabilitas politik saat itu. Maka kemudian berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan adanya IGGI. Sejak masa itu yaitu pada tahun 1969, Indonesia memulai menata kehidupan ekonomi secara lebih terarah dan fokus terhadap prioritas pembangunan. Sehingga dibentuklah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang kita kenal pada saat itu sebgai REPELITA. Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:

1. Repelita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)

•  Titik Berat Repelita I: Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan  untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

•   Sasaran Repelita I: Pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

•  Tujuan Repelita I: Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.

•   Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengerusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.

2. Repelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)

•  Titik Berat Repelita II: Pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.

•  Sasaran Repelita II: Tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.

•  Tujuan Repelita II: Meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.

• Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.

3. Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)

•  Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya. Menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecenderungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun pajak-pajak dalam negeri.

4. Repelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)

•   Titik Berat Repelita IV: Pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri seperti industri ringan yang akan terus dikembangkan dalm repelita-repelita selanjutnya meletakkan landasan yanag kuat bagi tahap selanjutnya.

• Tujuan Repelita IV: Menciptakan lapangan kerja baru dan industri.

• Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

5. Repelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)

 •  Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.

Pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan dari Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988: pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rajyat yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pemangunan berikutnya.

6.  Repelita VI (1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.) •    Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. •    Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pembangunan nasional Indonesia dari pelita ke pelita berikutnya terus mengalami peningkatan keberhasilan pembangunan.

•    Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

B.    KONDISI PEREKONOMIAN ORDE BARU

       Di awal Orde Baru, Soeharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun. Emil Salim, penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Soeharto, yang bisa dikatakan berhasil adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Soeharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Soekarno. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.

  Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.

Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :

a. Rendahnya penerimaan Negara

b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara

c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank

d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi  impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:

•   Mengadakan operasi pajak

Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang. Menurut Emil Salim, Soeharto menerapkan cara militer dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia dengan mencanangkan sasaran yang tegas.

•  Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari negara-negara barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.

•   Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Soeharto membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.

3.    MASA REFORMASI (1998 – Sekarang)

    Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Pemerintah Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS. Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp2.500,- menjadi Rp2.950,- per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp2.682,- per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp2.655,- per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januaru-Februari sempat menembus Rp11.000,- per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp10.550; untuk satu dolar AS. Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut: •    Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp2.500,- menjadi Rp2.650,- per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil. •    Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian memunculkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia. •    Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan. Yang dilakukan habibie untuk memperbaiki perekonomian indonesia :

1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.

Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu : •    Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter •    Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran •    Mengatur dan mengawasi Bank

2.  Melikuidasi beberapa bank bermasalah.

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.

3. Menaikan nilai tukar rupiah

Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9.200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8.000,- dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp6.500,- per dollar AS di akhir masa pemerintahnnya.

4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

b.    Presiden Abdurahman wahid

    Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil. Hubungan pemerintah di bawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.

c.   Presiden Megawati Soekarnoputri

Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain: 1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp116,3 triliun. 2.   Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

3.  Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.

e.    Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

  Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut di berhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan SBY dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus bank century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya Rp93 miliar untuk menyelesaikan kasus bank century ini.     Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5%-6% pada 2010 dan meningkat menjadi 6%-6,5% pada 2011. Dengan demikian, prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor non-migas Indonesia yang pada triwulan IV – 2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17% dan masih berlanjut pada Januari 2010. Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang negara. Masalah-masalah besar lain pun masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Sumber:

http://nuria-supma.blogspot.co.id/2016/02/perkembangan-perekonomian-indonesia.html

https://id.linkedin.com/pulse/sejarah-perekonomian-indonesia-ahmad-noormuhammad