Dokumen apa saja yang harus dipersiapkan apabila seseorang atau satu organisasi akan mengajukan bisnis waralaba sebagai penerima?

CNN Indonesia

Minggu, 23 Feb 2020 13:33 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Saat ini, bisnis waralaba (franchise) kian menjamur, tidak hanya di perkotaan tetapi juga sudah masuk ke pedesaan. Lihat saja di sekitar kita, waralaba minimarket, kopi, hingga bakso tidak sulit untuk ditemukan.Bagi pebisnis pemula, bisnis waralaba bisa menjadi cara untuk menghindari risiko ketidakpastian dari usaha baru. Sebab, waralaba yang berhasil biasanya sudah membuktikan produk atau layanan yang dijual diminati oleh pelanggan.Banyaknya jenis waralaba bisa membuat orang yang baru mau terjun bingung untuk memilih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dilansir dari Forbes, berikut langkah-langkah untuk memilih bisnis waralaba yang tepat:
1. Cari Bisnis Waralaba yang Sesuai dengan MinatTerjun ke dunia bisnis tidak hanya membutuhkan investasi uang tetapi juga waktu. Karenanya, pilihlah bisnis yang sesuai dengan minat. Mulai dari yang Anda suka, lalu cari bisnis yang bisa mengakomadasi minat Anda.Sebagai contoh, jika Anda tidak tertarik dengan otomotif, membeli waralaba bengkel bukanlah pilihan yang tepat.Artinya, jangan hanya sekadar memiliki sebuah bisnis tetapi berikan kesempatan untuk Anda melakukan sesuatu yang bisa dinikmati.

2. Definisikan Kemampuan Investasi

Setiap orang yang ingin berbisnis harus mengetahui kemampuan finansialnya. Dalam hal ini, berapa besar uang yang tersedia untuk diinvestasikan dan seberapa besar keinginan untuk meminjam uang ke bank jika dana yang tersedia tidak cukup.Perlu diingat, untuk menjalankan bisnis waralaba biasanya pemilik waralaba mensyaratkan nominal investasi tertentu agar tidak mengganggu operasional.Seseorang mungkin sangat tertarik dengan dunia kuliner hingga ia ingin membeli bisnis waralaba restoran. Namun, jika tidak memiliki modal kerja yang cukup, lebih baik mundur dan mencari bisnis lain.

3. Pilih Pasar Waralaba yang Cocok

Bisnis waralaba bisa dibedakan menjadi dua yaitu baru berkembang dan sudah mapan. Membeli franchise yang baru 10 gerai tentu berbeda dengan membeli bisnis yang sudah memiliki 100 gerai.Tanya kepada diri Anda, apakah Anda lebih tertarik masuk ke bisnis yang baru menanjak atau bisnis yang sudah lama punya nama.Masing-masing pilihan ada kelebihan dan kekurangan. Bisnis yang sudah mapan, misalnya, punya kelebihan nama yang sudah dikenal masyarakat dan proses yang sudah terstandar. Namun, bisnis ini bisa saja pasarnya terbatas.Di sisi lain, bisnis yang baru berkembang menawarkan kesempatan untuk lebih banyak terlibat dalam memberikan inovasi tetapi risikonya mungkin lebih besar.

4. Kontak Pemilik Calon Waralaba Pilihan

Setelah mengetahui waralaba yang cocok, hubungi pemilik merek terkait. Sampaikan minat dan informasi Anda kepada penjual waralaba.Lakukan riset terhadap merek waralaba terkait dan kompetitornya. Bicara dengan orang-orang yang lebih dulu memiliki waralaba tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Cari Kesamaan Nilai dengan Pemberi Waralaba
Perjanjian waralaba biasanya membutuhkan komitmen lama. Untuk itu, Anda perlu memiliki tujuan dan nilai yang sama dengan pemilik merek agar dapat memiliki pondasi hubungan yang sehat dan sukses.Pemberi waralaba harus mengetahui dukungan apa saja yang masih perlu Anda butuhkan sebagai penerima waralaba.Cari pemberi waralaba yang mampu menunjukkan kekuatan di area di mana Anda masih kurang, misalnya pemasaran dan operasional.

6. Pahami Keterbatasan Kontrol

Meski pemberi waralaba dan timnya tidak setiap hari mengunjungi gerai Anda, mereka sudah menentukan arah untuk merek yang diusung dan sistem yang digunakan.Sebagai pembeli waralaba, Anda bukan pengambil keputusan kunci dan Anda harus memercayakan hal itu kepada manajemen atas.

[Gambas:Video CNN]

Pada akhirnya, menjalankan usaha waralaba berarti mengikuti model yang sudah ditentukan oleh pemberi waralaba.

7. Telaah Dokumen Pengungkapan Waralaba dengan Ahlinya

Dokumen Pengungkapan Waralaba (FDD) merupakan dokumen legal yang disajikan pemberi waralaba kepada calon penerima waralaba sebelum terjadi perjanjian kerja sama.Dokumen itu berisi rincian bisnis waralaba terkait dan menjadi dasar kontrak penjualan waralaba, termasuk hak dan tanggung jawab pihak-pihak terkait.Untuk itu, calon pembeli waralaba sebaiknya mendiskusikan isi FDD itu dengan pengacara atau ahli hukum yang memahami hal tersebut.Apabila sudah tidak ada masalah, Anda bisa mulai menjalankan bisnis waralaba pilihan Anda. (sfr/sfr)

TOPIK TERKAIT

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Made Wahyu Arthaluhur, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 23 Mei 2018.

Tentang “Persetujuan Menteri Hukum dan HAM”

Apabila yang Anda maksud dengan “persetujuan Menteri Hukum dan HAM” berkaitan dengan pendirian suatu badan hukum Perseroan Terbatas (Perseroan) yang menjalankan usaha franchise atau waralaba, hal tersebut adalah benar. Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) mengatur bahwa:

Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

Menteri yang dimaksud adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan Hak Asasi Manusia (“HAM”),[1] yakni Menteri Hukum dan HAM.

Baca juga: Besaran Modal Dasar Pendirian PT dan Rincian Biaya Notarisnya.

Apabila yang Anda maksud dengan “persetujuan Menteri Hukum dan HAM” berkaitan dengan penyelenggaraan usaha waralaba, maka hal ini tidak tepat. Berikut penjelasannya:

Penyelenggaraan Waralaba

Waralaba sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (“PP 42/2007”) adalah:

Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Penyelenggaraan waralaba di Indonesia diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (“Permendag 71/2019”).

Menurut hemat kami, pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan waralaba adalah Menteri Perdagangan, bukan Menteri Hukum dan HAM.

Hal ini dikarenakan, pembinaan, evaluasi, dan pengawasan penyelenggaraan waralaba dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pembinaan dan evaluasi oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri Perdagangan.[2]

Selain itu, Menteri Perdagangan atau Bupati/Walikota dalam penyelenggaraan waralaba mempunyai kewenangan menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (“STPW”) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Permendag 71/2019 yang berbunyi:

STPW diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri atau Bupati/Walikota.

Maka dari itu, Menteri Perdagangan adalah menteri yang berwenang dalam penyelenggaraan waralaba.

Para pihak dalam waralaba adalah, antara lain:

Orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba.[3]

Orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.[4]

  1. Pemberi Waralaba Lanjutan

Penerima Waralaba yang diberi hak oleh pemberi waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lanjutan.[5]

  1. Penerima Waralaba Lanjutan

Orang perseorangan atau badan usaha yang menerima hak dari pemberi waralaba lanjutan untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba.[6]

Selain itu, para pihak dalam penyelenggaraan waralaba juga dibedakan berdasarkan wilayahnya, yaitu penyelenggara waralaba dalam negeri dan luar negeri.[7]

Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:[8]

    1. memiliki ciri khas usaha;

    2. terbukti sudah memberikan keuntungan;

    3. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;

    4. mudah diajarkan dan diaplikasikan;

    5. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan

    6. Kekayaan intelektual yang telah terdaftar.

Kemudian, pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan harus menyampaikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba atau calon penerima waralaba lanjutan paling lambat 2 minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba.[9]

Prospektus penawaran waralaba adalah keterangan tertulis dari pemberi waralaba yang paling sedikit menjelaskan tentang identitas, legalitas, sejarah kegiatan, struktur organisasi, laporan keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, serta kekayaan intelektual pemberi waralaba.[10]

Bagi prospektus berbahasa asing harus diterjemahkan secara resmi ke dalam bahasa Indonesia.[11] Pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba.[12]

Penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan wajib mendaftarkan perjanjian waralaba tersebut.[13] Perjanjian waralaba adalah dasar penyelenggaraan waralaba yang dibuat antara para pihak yang mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia yang harus ditulis menggunakan bahasa Indonesia.[14]

Perjanjian waralaba dibuat berdasarkan hukum Indonesia yang harus disampaikan kepada calon penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan paling lambat 2 minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba.[15]

Berdasarkan Pasal 10 Permendag 71/2019, para pihak dalam penyelenggaraan waralaba wajib memiliki STPW. Merujuk pada Pasal 1 angka 10 Permendag 71/2019, STPW adalah bukti pendaftaran prospektus penawaran waralaba bagi pemberi waralaba dan pemberi waralaba lanjutan serta bukti pendaftaran perjanjian waralaba bagi penerima waralaba dan penerima waralaba lanjutan yang diberikan setelah memenuhi persyaratan pendaftaran.

Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi memproses permohonan STPW yang diajukan melalui lembaga Online Single Submission (OSS), yang terdiri atas:[16]

  1. STPW Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri;

  2. STPW Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri;

  3. STPW Penerima Waralaba dari Waralaba luar negeri;

  4. STPW Pemberi Waralaba Lanjutan dan Waralaba luar negeri; dan

  5. STPW Pemberi Waralaba Lanjutan dan Waralaba dalam negeri.

Dinas yang membidangi perdagangan atau Unit Terpadu Satu Pintu di wilayah Provinsi DKI Jakarta atau kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia memproses permohonan STPW melalui lembaga OSS, yang terdiri atas:[17]

  1.  
  2. STPW Penerima Waralaba dari Waralaba dalam negeri:

  3. STPW Penerima Waralaba Lanjutan dari Waralaba Luar Negeri; dan

  4. STPW Penerima Waralaba Lanjutan dari Waralaba Dalam Negeri.

Syarat dan tata cara selebihnya dapat diakses melalui OSS Republik Indonesia Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dengan turut memperhatikan Lampiran Permendag 71/2019 yang berisikan, antara lain, ketentuan mengenai prospektus penawaran waralaba dan perjanjian waralaba.

Bersumber dari laman OSS tersebut, sepanjang penelusuran kami, pada bagian Simulasi dan melalui pencarian kata “waralaba”, terdapat beberapa persyaratan yang dibutuhkan, antara lain, Nomor Induk Berusaha (NIB), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Perizinan Lingkungan (SPPL), Pemenuhan Standar IMB (Standar Komposit atau per Bagian (SNI)), Pemenuhan SLF (Pengajuan SLF diselesaikan setelah bangunan selesai/jadi), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), STPW, dan izin komersial lainnya sesuai kegiatan usaha dan produk.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Referensi:

[1] Pasal 1 angka 16 UU PT

[2] Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 12 Permendag 71/2019

[3] Pasal 1 angka 3 Permendag 71/2019

[4] Pasal 1 angka 4 Permendag 71/2019

[5] Pasal 1 angka 5 Permendag 71/2019

[6] Pasal 1 angka 6 Permendag 71/2019

[7] Pasal 4 Permendag 71/2019

[8] Pasal 2 ayat (2) Permendag 71/2019

[9] Pasal 5 ayat (1) Permendag 71/2019

[10] Pasal 1 angka 7 Permendag 71/2019

[11] Pasal 5 ayat (3) Permendag 71/2019

[12] Pasal 7 ayat (1) Permendag 71/2019

[13] Pasal 7 ayat (2) Permendag 71/2019

[14] Pasal 6 ayat (1) dan (4) Permendag 71/2019

[15] Pasal 6 ayat (3) Permendag 71/2019

[16] Pasal 11 ayat (1) dan (3) Permendag 71/2019

[17] Pasal 11 ayat (4) Permendag 71/2019