Oleh Ustadz Wahyudin PENYIMPANGAN dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekali pun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah aqidah yang benar. Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (hewani), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: ”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih.” (Al-Mu’minun: 51) “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (Saba’: 10-11) Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki aqidah shahihah. Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu:
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. (Ash-Shaffat: 96) “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, …” (Al-A’raf: 185) “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (Ibrahim: 32-34)
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ “Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang-tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari). Jadi, orangtua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
Cara menanggulangi penyimpangan di atas teringkas dalam point-point berikut ini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Sebab-sebab Penyimpangan Aqidah Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah. Aqidah merupakan harta paling berharga seorang muslim. Dengannya dia terbedakan dari manusia secara umum. Dengannya diketahui mana manusia yang kafir dan mana yang mukmin. Dengannya pula diketahui mana mukmin yang ahlu sunnah wal jama’ah dan mana yang bukan. Asalnya aqidah setiap muslim aqidah yang satu dari zaman ke zaman, sejak masa Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam hingga akhir zaman. Sebab sebagaimana telah kami sebutkan bahwa sumber aqidahnya sama yaitu Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana pemahaman para shahabat beserta orang-orang yang mengikuti jejak mereka (silakan klik di sini). Namun dalam perjalanan masa, banyak diantara kaum muslimin yang aqidahnya menyimpang/ tersimpangkan menuju aqidah yang bathil, rusak bahkan kekufuran atau kemusyrikan. Kekeliruan dalam aqidah ini pun bertingkat-tingkat, ada yang mengeluarkan seseorang dari keyakinan ahlu sunnah wal jama’ah bahkan ada yang mengeluaran seseorang dari Islam. Wal ‘Iyadzu Billah. Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan Hafizhahullah mengatakan[1], “Penyimpangan dari aqidah yang benar memiliki beberapa sebab yang wajib diketahui, beberapa sebab yang paling berpangaruh diantaranya : [1]. Ketidaktahuan/ jahil akan aqidah yang benar disebabkan berpaling dari mempelajari dan pengajaran yang disampaikan, kurangnya perhatian dan kurang menganggap penting permasalahan aqidah. Hingga muncullah generasi, masa dimana tidak dikenal lagi aqidah yang benar tersebut, atau tidak diketahui mana aqidah yang telah menyimpang dari aqidah yang benar. Sehingga seseorang menyakini sebuah kebenaran sebagai sebuah kebathilan dan kebathilan sebagai kebenaran. Sebagaimana ucapang ‘Umar bin Al Khothob Rodhiyallahu ‘anhu,
“[2]. Fanatik buta dengan (keyakinan -pen) orang-orang tua dan nenek moyang, sangat memegang erat keyakinan tersebut walaupun sudah tahu salah, rela meninggalkan kebalikannya (kebenaran -pen) meskipun keyakinan itulah yang benar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“[3]. Taqlid buta dengan mengambil, menjadikan apa kata orang dalam masalah aqidah tanpa tahu dalilnya, sejauh mana validitasnya. Sebagaimana hal ini terjadi pada kelompok-kelompok yang menyimpang dari kalangan jahmiyah, mu’tazilah, asy’ariyah, sufiyah dan lain-lain. Mereka taqlid buta dengan orang-orang sebelum mereka merupakan gembong kesesatan dan orang-orang yang menyimpang lainnya. Maka mereka pun tersesat dan dipalingkan dari aqidah/keyakinan yang benar”. “[4]. Ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap para wali dan orang-orang sholeh. Sehingga menempatkan mereka di atas kedudukan mereka yang semestinya. Sehingga meyakini bahwa mereka ada sesuatu ‘kemampuan’ yang sebenarnya tidak dapat dilakukan kecuali Allah. Misalnya mendatangkan manfaat atau menolak marabahaya. Menjadikan mereka sebagai perantara antara para hamba dengan Allah dalam hal pengkabulan do’a. Bahkan boleh jadi kondisinya semakin parah dengan menjadikan mereka sebagai sesembahan selain Allah. Demikian pula bertaqorrub di kuburan mereka, bernadzar kepada mereka, berdo’a, beristighosah dan meminta pertolongan kepada mereka. Sebagaimana telah terjadi pada kaumnya Nabi Nuh terhadap orang-orang sholeh mereka, ketika mereka berkata (sebagaimana diabadikan Allah dalam Al Qur’an -pen),
Demikianlah yang terjadi pada para penyembah qubur di masa ini di berbagai penjuru negeri-negeri”. “[5]. Lalai dari mentadabburi ayat-ayat Allah yang kauniyah (ciptaan Nya -pen) maupun ayat-ayat Allah di dalam Al Qur’an. Tenggelam dalam peradaban, pemikiran yang kebarat-baratan yang berorientasi materialistis. Hingga mereka mengira bahwa sesungguhnya itulah tujuan penciptaan manusia. Sehingga mereka demikian mengagungkan manusia hebat (yang dianggap punya banyak meteri/ maju) dan menyandarkan semua kenikmatan dunia berupa kemajuan teknologi/ peradaban ini semata-mata karena kehebatannya dan murni hasil usahanya. Sebagaimana ungkapan Qorun di masa lampau yang diabadikan dalam Al Qur’an,
Sebagaimana yang dikatakan orang-orang (yang juga sombong -pen),
Dan,
“Mereka tidak memikirkan, merenungkan atas keagungan Dzat yang menciptakan semua itu, memendam berbagai macam keistimewaan yang luar biasa, penciptaan manusia, anugrahkan kepada manusia berupa kemampuan untuk menggali dan memanfaatkan keistimewaan-keistimewaan yang luar biasa ini. Firman Allah Ta’ala,
“[6]. Umumnya rumah tangga saat ini kosong dari taujihat/arah keagamaan yang benar. Padahal Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda,
“[7]. Tidak/ kurang berfungsinya media pendidikan, pengajaran, sarana informasi keagamaan dalam menunaikankan kewajibannya dalam menyampaikan (kebaikan dan kebenaran –pen). Sungguh telah muncul berbagai metode pengajaran, pendidikan yang kurang atau bahkan tidak sama sekali memperhatikan sektor agama secara maksimal”. Bahkan kita lihat sendiri, sarana atau kesempatan yang memang seharusnya diisi dengan taujihat, kajian, ulasan keagaman (misal mimbar/khutbah jum’at) berubah jadi ajang membuka borok penguasa, mencela dan menjadikan kaum muslimin/ rakyat benci terhadap pemimpinnya. Jadilah wahana ini berubah menjadi kuliah singkat membedah isu koran. Allahul musta’an. Jika kita renungkan apa yang disampaikan Syaikh Sholeh Al Fauzan Hafizhahullah ini benar adanya dan tidak mengada-ada. Sigambal, Selesai hujan, 6 Sya’ban 1438 H, 21 April 2018 M Aditya Budiman bin Usman Bin Zubir [1] Lihat Aqidatu Tauhid hal. 14-16 terbitan Darul Minhaj, KSA. [2] Berupa penyembahan terhadap berhala. Silakan lihat Tafsiran Jalalain. [3] HR. Bukhori no. 1385 dan Muslim no. 6697. |