Dengan cara apa konsumen menyimpang dari proses keputusan rasional dan deliberatif

Dengan cara apa konsumen menyimpang dari proses keputusan rasional dan deliberatif

Thesalontoh07 Thesalontoh07

-Pengenalan masalah (problem recognition).Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.
-Pencarian informasi (information source). Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).
-Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
-Keputusan pembelian (purchase decision).Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian.Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.
-Evaluasi pasca-pembelian (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadikepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akanmerek produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.

Studi ini bertujuan untuk mengkaji secara rinci praktik proses pengambilan keputusan guna meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas, dilihat dari pendekatan deliberatif-yang menekankan pada partisipasi masyarakat, komunikasi, dan kesepakatan bersama. Dasar studi ini adalah penerapan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat di lingkup puskesmas di Kota Yogyakarta yang dilaksanakan pada pertengahan 2014 hingga awal 2015. Partisipasi masyarakat berbentuk keluhan. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah kualitatif deskriptif. Data utamanya adalah rekam proses pengambilan keputusan yang didukung hasil wawancara dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Untuk menggambarkan proses secara lebih detail, ada enam puskesmas yang diobservasi dalam studi ini. Efektivitas proses partisipasi masyarakat dilihat dari indikator keterwakilan, komunikasi, dan kesetaraan. Studi ini menemukan mekanisme keterwakilan yang berjalan adalah keterwakilan diskursif dan masih bersifat elitis. Tampak juga partisipasi perempuan cukup signifikan. Proses pengambilan keputusan berjalan secara terbuka, saling menghormati dan memahami, serta berorientasi pada kesepakatan. Namun masih terjadi dominasi informasi oleh salah satu pihak. Selanjutnya pengaruh budaya dalam komunikasi cukup signifikan. Namun belum terjadi kesetaraan posisi yang sesungguhnya antara masyarakat dan pemerintah. Temuan studi lainnya adalah partisipasi masyarakat cukup berpengaruh terhadap keputusan yang dihasilkan. Akan tetapi, belum ada mekanisme pemantauan yang sistematis untuk memastikan pelaksanaan keputusan. Keputusan yang dihasilkan juga tidak efektif karena melibatkan banyak pihak/instansi. Studi ini juga menjadi bukti empiris bahwa berjalannya proses partisipasi serta keputusan yang dihasilkannya dipengaruhi oleh faktor kesediaan, penguasaan sumber daya, dan mekanisme. Kesediaan yang dimaksud meliputi kesediaan pemerintah (untuk melibatkan masyarakat dan merespons keluhan) serta kesediaan masyarakat untuk terlibat. Penguasaan sumber daya meliputi penguasaan pengetahuan dan informasi (hasil survei dan aspek pelayanan) serta penguasaan keterampilan (melakukan analisis dan berkomunikasi). Faktor mekanisme meliputi ketepatan partisipan, mekanisme, dan peran fasilitator. Saran yang diajukan berdasarkan temuan yang ada adalah sebagai berikut. (1) Dari sisi kebijakan, isi metode permenpan perlu dikaji kembali dan dibutuhkan komitmen yang tinggi dari instansi penyedia layanan untuk menerapkan metode tersebut. (2) Mekanisme partisipasi harus disinkronkan dengan mekanisme musrenbang, baik teknis maupun substantif. (3) Dalam konteks pelayanan kesehatan, keterwakilan perlu melibatkan komponen masyarakat yang lebih luas. (4) Perlu dikembangkan mekanisme pemantauan yang lebih sistematis. (5) Diperlukan fasilitator yang memiliki kapasitas teknis dan substantif.

This study aims to examine in detail the practice of decision-making processes in order to improve the quality of health center (puskesmas) services in deliberative approach perspective - which emphasizes community participation, communication, and collective agreements. The base of the study is the application of Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No. 13 of 2009 on Guidelines for Enhancing the Public Service Quality through the Citizen Participation in the scope of the health centers in the city of Yogyakarta which were implemented in mid 2014 to early 2015. The public participation is in the form of complaints. The method used in this study is qualitative descriptive research. The main data is the record of decision making process which is supported by the results of interviews and then it is analyzed by qualitative descriptive method. To describe the process in more detail, there were six health centers observed in this study. The effectiveness of the public participation process is viewed from the indicators of representation, communication, and equality. The study has found that the effective representation mechanism is the discursive representation and it is still elitist. It also appears significant women's participation. The decision making process runs openly, in mutual respect and understanding, and oriented to an agreement. However, there is still a dominance of information by one of the parties. Furthermore, the influence of culture in communication is quite significant, however, the real equality position between the community and the government has not happened yet. One of other study findings is that the community participation has sufficient affection on the decisions, however, there has been no systematic monitoring mechanism to ensure the implementation of the decision. The resulting decision is also ineffective because it involves many parties / governmental offices. The study as well becomes the empirical evidence that the running of the participation process and the decision which has been made are influenced by the factors of willingness, control of resource and mechanism. The willingness as referred may include the government's willingness (to involve the community and to respond to complaints) as well as the willingness of the community to get involved. Mastery of resources covers the acquisition of knowledge and information (survey results and service aspects) as well as the acquisition of skills (analyzing and communicating). Mechanism factors include the accuracy of participants, mechanism, and the role of facilitator. The proposed suggestions based on existing findings are as follows. (1) In terms of policy, the content of PERMENPAN method needs to be reviewed and it takes high commitment from the service providing offices to implement the method. (2) The mechanism of participation should be technically and substantively synchronized with musrenbang mechanism. (3) In the context of health care, the representation needs to involve the wider community components. (4) It needs to develop a more systematic monitoring mechanism. (5) It requires facilitators whose the technical and substantive capacity.

Kata Kunci : deliberatif, partisipasi, pengambilan keputusan, keluhan atau pengaduan, puskesmas, Permenpan Nomor 13 Tahun 2009, deliberative, participation, decision-making, complaint, health centers, Permenpan No. 13 of 2009

   

Pemahaman kebutuhan dan proses pembelian konsumen adalah sangat penting dalam membangun strategi pemasaran yang efektif. Dengan mengerti bagaimana pembeli melalui proses pengenalan masalah, pencarian informasi, mengevaluasi alternatif, memutuskan membeli, dan perilaku setelah membeli para pemasar dapat mengambil isyarat-isyarat penting bagaimana memenuhi kebutuhan pembeli.

Menurut Setiadi (2008:416), keputusan pembelian merupakan perilaku konsumen dalam memperlakukan pengambilan keputusan konsumen sebagai pemecahan masalah yang dihadapinya.

Menurut Kotler dan Keller (2009:234) keputusan pembelian merupakan proses psikologis dasar ini memainkan peran penting dalam memahami bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan pembelian. Para pemasar harus memahami setiap sisi perilaku konsumen. Para konsumen melewati lima tahap proses pembelian, yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pascapembelian.

1) Tahap-Tahap Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2009:235) proses keputusan pembelian terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.

a) Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, para pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan kategori produk tertentu. Para pemasar kemudian dapat menyusun strategi pemasaran yang mampu memicu minat konsumen.

b) Pencarian Informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok:

(1) Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan) (2) Sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko) (3) Sumber publik (media massa, organisasi penentu peringkat konsumen)

(4) Sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk)

Jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber informasi itu berbeda-beda bergantung pada kategori produk dan karakteristik pembeli. Melalui pengumpulan informasi, konsumen tersebut mempelajari merek-merek yang bersaing serta fitur merek tersebut.

c) Evaluasi Alternatif

Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif, yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Beberapa konsep dapat membantu memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli berbedabeda tergantung jenis produknya.

d) Keputusan Pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun, dua faktor yang berada diantara niat pembeli dan keputusan pembelian, yaitu:

  1. Sikap orang lain Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku.
  2. Faktor situasi yang tidak terantisipasi Faktor ini dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Hal ini terjadi mungkin karena konsumen kehilangan pekerjaan, beberapa pembelian lain yang lebih mendesak, atau pelayanan toko yang dapat mengurungkan niat pembelian.

e) Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli produk konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu.

(1) Ketidakpuasan pasca pembelian

Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa, jika ternyata sesuai harapan pelanggan akan puas dan jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas.

(2) Tindakan pasca pembelian

Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut.

(3) Pemakaian dan pembuangan pasca pembelian

Jika para konsumen menyimpan produk itu ke dalam lemari untuk selamanya, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan gencar. Jika para konsumen tersebut menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan menurun. Para konsumen dapat juga menemukan kegunaan baru produk tersebut. Jika para konsumen membuang produk tertentu, pemasar harus mengetahui cara mereka membuangnya, terutama jika produk tersebut dapat merusak lingkungan.

2) Jenis-jenis Tingkah Laku Keputusan Pembelian

Tingkah laku membeli berbeda untuk setiap produk. Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak peserta pembelian dan semakin banyak pertimbangan untuk membeli. Jenis-jenis tingkah laku membeli konsumen berdasarkan derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan antara merek (Kotler, 2001:219) yaitu:

a) Tingkah laku membeli yang kompleks

Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang kompleks kalau mereka amat terlibat dalam pembelian dan mempunyai perbedaan pandangan yang berarti di antara merek. Konsumen mungkin sangat terlibat kalau produknya mahal, berisiko, jarang dibeli, dan amat mencerminkan citra diri. Pada umumnya, banyak yang harus dipelajari konsumen mengenai kategori produk. Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan membeli yang dipikirkan masak-masak.

b) Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan

Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli, dan berisiko, tetapi melihat sedikit perbedaan di antara merek. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidakcocokan pasca pembelian ketika mereka mengetahui kelemahan tertentu dari produk yang mereka beli atau mendengar hal-hal bagus mengenai merek yang tidak dibeli. Untuk melawan ketidakcocokan seperti itu, komunikasi purna jual pemasar harus memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa senang mengenai pilihan mereknya.

c) Tingkah laku membeli yang merupakan kebiasaan

Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan sikap tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan mengambil keputusan berbobot mengenai merek mana yang akan dibeli.

d) Tingkah laku membeli yang mencari variasi

Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merek dianggap berarti.

3) Keputusan Pembelian Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk, keputusan pembelian adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan yang ada, artinya bahwa syarat seseorang dapat membuat keputusan haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan (Suprapti, 2010).

Menurut Lamb, dkk (2001: 196-197) semua keputusan pembelian konsumen umumnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

1) Perilaku respon rutin

Jenis pengambilan keputusan yang diperlihatkan oleh konsumen yang sering mengadakan pembelian, barang dan jasa biaya murah, dan membutuhkan sedikit pencarian dan waktu keputusan.

2) Pengambilan keputusan terbatas

Jenis pengambilan keputusan yang membutuhkan sejumlah waktu untuk mengumpulkan dan merundingkan mengenal suatu merek yang tidak dikenal dalam suatu kategori produk yang sudah dikenal.

3) Pengambilan keputusan yang efektif

Pengambilan keputusan konsumen yang paling kompleks, digunakan pada saat membeli produk yang belum dikenal mahal/barang yang jarang dibeli, membutuhkan penggunaan beberapa kriteriaa untuk mengevaluasi dan waktu yang panjang untuk memperoleh informasi. Rasa percaya diri yang kuat pada diri konsumen atau pelanggan yang merupakan keyakinan bahwa keputusan atas pembelian yang diambilnya adalah benar (Astuti dan Cahyadi, 2007) yang memiliki indikator sebagai berikut :

  1. Kemantapan membeli
  2. Pertimbangan dalam membeli
  3. Kesesuaian atribut dengan keinginan dan kebutuhan

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Suprapti (2010) menggunakan lima indikator yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembeliannya, indikator-indikator tersebut yaitu:

  1. Prioritas dalam pembelian
  2. Pertimbangan dalam membeli
  3. Kemantapan dalam membeli
  4. Kecepatan memutuskan memilih merek produk
  5. Kemudahan dalam mendapatkan atau memeperoleh merek produk

Para pemasar harus melihat lebih jauh bermacam-macam faktor yang mempengaruhi para pembeli dan mengembangkan pemahaman meng enai cara konsumen melakukan keputusan pembelian.

Sumber Bacaan

Setiadi, Nugroho,J.2008. Keputusan Pembelian. Jakarta; Kencana

Setiadi, Nugroho,J.2003. Perilaku Konsumen. Jakarta; Kencana

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi ke 13. Jakarta: Erlangga

Kotler, Philip. 2001, Marketing Manajement, New York: Mc Graw Hill.

Astuti, S., W. dan Cahyadi, I., G. (2007). Pengaruh Elemen Ekuitas Merek terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan di Surabaya Atas Keputusan Pembelian Kartu Perdana IM3.Majalah Ekonomi No. 2.