Contoh pendidikan di lingkungan masyarakat

Contoh pendidikan di lingkungan masyarakat

Pengertian lingkungan pendidikan 

Lingkungan yang diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, dengan mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan kehidupan lainya.

Pendidikan adalah suatu dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar anak secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, dan masyarakat.

Lingkungan pendidikan dibedakan menjadi 3 macam, Ki Hajar Dewantara yaitu:

1. Lingkungan pendidikan keluarga

Keluarga merupakan lembaga pendidikan terhua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak, serta pendidikan yang bersifat kodrati. Dan orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga berfungsi:

a. Sebagai pengalaman pertama masa anak-anak.

b. Menjadi kehidupan emosional anak.

c. Menanamkan dasar pendidikan moral.

d. Memberikan dasar pendidikan sosial.

e. Meletakan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak.

Pendidikan keluarga di bedakan menjadi menjadi dua, yaitu:

1) Pendidikan pranatal (pendidikan sebelum lahir)

Merupakan pendidikan yang berlangsung selama anak belum lahir atau masih dalam kandungan. Pendidikan ini lebih dipengaruhi oleh kebudayaan lingkungan setempat. Seperti, didalam masyarakat Jawa dikenal sebagai macam upacara ada selama anak masih ada di dalam kandungan, seperti neloni dan mitoni.

2) Pendidikan pascanatal ( pendidikan setelah lahir)

Merupakan pendidikan manusia didalam lingkungan keluarga yang dimulai dari manusia lahir sampai akhir hayatnya. Segala macam ilmu kehidupan yang diperoleh dari keluarga merupakan hasil dari proses pendidikan keluarga pascanatal. Dari manusia lahir, diajarkan bagaimana cara tengkurap, minum, makan, berjalan, hingga tentang ilmu agama.

2. Lingkungan pendidikan sekolah

Sekolah juga tidak kalah penting dalam pengembangan anak. Sekolah merupakan sarana pendidikan yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Beberapa pengertian nya sekolah sebagai lembaga pendidikan, sebagai berikut:

a. Sekolah membantu orang tua mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan Budi pekerti yang baik.

b. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan didalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan dirumah.

c. Sekolah melatih anak untuk memperoleh kecakapan-kecakapan, seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar, dan ilmu lainya yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.

d. Disekolah, diberikan belajar etika, keagamaan, estetika, membedakan benar atau salah, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pengganti orang tua yang harus ditaati.

3. Lingkungan pendidikan masyarakat

Masyarakat merupakan bagian dari lingkungan pendidikan yang didalamnya terdapat lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Pendidikan yang dialami didalam masyarakat ini telah dimulai ketika anak-anak setelah beberapa waktu lepas dari asuhan keluarga dan berada diluar pendidikan sekolah.

Kaitan antara masyarakat dan pendidikan, sebagai berikut:

1) masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan.

2) lembaga-lembaga masyarakat dan atau kelompok sosial dimasyarakat.

Didalam masyarakat, tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun dimanfaatkan.

Fungsi lingkungan pendidikan terhadap proses pendidikan.

Secara umum, fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berbagai lingkungan sekitarnya, terutama berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dan mencapai tujuan pendidikan yang optimal. Di antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain tidak mungkin berdiri sendiri.  Terhadap hubungan timbal-balik dan saling memengaruhi antar lingkungan pendidikan.

Lingkungan keluarga berfungsi sebagai dasar pesanan sikap dan sifat manusia.  Lingkungan sekolah berfungsi sebagai pembekalan keterampilan dan ilmu pengetahuan, sedangkan lingkungan masyarakat merupakan tempat praktik dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah, Sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.

#tugasPIP5

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 14 are not shown in this preview.

Academia.edu no longer supports Internet Explorer.

To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.    Lingkungan pendidikan Masyarakat

Dalam fungsinya sebagai makhluk sosial( homo socius), manusia dalam kehidupanya senantiasa berhubungan dan memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia tidak mungkin bias hidup secara layak tanpa berinterksi dengan lingkungan masyarakat dimana mereka berada.

Secara sederhana, masyarakat ( lingkungan sosial) dapat diartikan sebagai sekelompok individu pada suatu komunitas yang terikat oleh satu kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dua macam bentuk masyarakat dalam komunitas yang terikat oleh satu kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dau macam bentuk masyarakat dalam komunitas kehidupan manusia. Pertama, kelompok primer yaitu kelompok dimana manusia mula-mula berinteraksi dengan orang lain secara langsung, seperti keluarga dan masyarakat secara umum. Kedua, kelompok sekunder yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja atas pertimbangan dan kebutuhan tertentu, seperti perkumpulan profesi, sekolah, partai politik, dan sebagainya. Kesatuan visi ini secara luas kemudian membentuk hubungan yang komunikatif dan dinamis, sesuai dengan tuntutan perkembangan zamannya. [1]

Bila penjelasan di atas ditarik dalam dataran pendidikan, eksistensi masyarakat sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik, Sebab, keberadaan masyarakat merupakan laboratorium dan sumber makro yang penuh alternative bagi memperkaya pelaksanaan proses pendidikan. Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan. Kesemua unsur yang ada dalam masyarakat harus senantiasa terpadu, bekerja sama dan sekaligus menjadi alat control bagi pelaksanaan pendidikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan dan kepentingan yang timbale balik antara masyarakat dan pendidikan. Sebab lewat pendidikanlah nilai-nilai kekebudayaan suatu komunitas masyarakat dapat dipertahankan dan dilestarikan. Disisi lain, pendidikan merupakan sarana yang paling tepat dan efektif untuk menyatukan visi dan tujuan suatu komunitas masyarakat yang demikian heterogen dan kompleks. Untuk itu, pendidikan harus mampu mengakumulasikan seluruh potensi dan nilai kebudayaan masyarakat dan sistem pendidikannya. Dengan konsep dan upaya kondusif ini, baik masyarakat maupun lembaga pendidikan akan merasa saling memiliki dan bertanggung jawab atas berhasil atau tidaknya proses pendidikan, dalam mensosialisasikan nilai-nilai kebudayaan dan kemanusiaan manusia.[2]

Bila dilihat dari penjelasan diatas, terlihat bahwa untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang kondusif bagi pengembangan potensi peserta didik secara optimal, serta sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah, peranan ketiga unsur di atas harus senantiasa saling mengisi secara harmonis dan integral. Jika salah satu diantara unsur tersebut tidak melaksanakan tugas dan fungsinya, maka mustahil pendidikan yang diinginkan akan berhasil secara maksimal. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan dan ruang lingkup antara satu unsur dengan unsur yang lain. Oleh karena itu, perlu adanya renovasi dan reorientasi kembali konsep pendidikan yang dilaksanakan, agar mampu melibatkan ketiga unsur tersebut dalam satu kesatuan visi dan misi pendidikan secara aktif dan dinamis. Dengan kesatuan visi dan misi itulah, proses pelaksanaan pendidikan dapat mencapai tujuannya secara sempurna, baik sebagai agent of change, pembentuk pribadi individu muslum yang paripurna (sebagai ‘abd maupun sebagai khlaifah fi al-ardh), serta pencipta insane masa depan yang siap pakai, terutama dalam menghadapi millinium ketiga yang semakin kompleks dan menantang. [3]

Sejalan dengan misi agama  islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekalian makhluk dialam ini, maka pendidikan islam mengidentifikasikan sasaranya yang digali dari sumber ajaran Al-qur’an, meliputi empat pengembangan fungsi manusia yaitu:

  1. Menyadarkan manusia secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah makhluk lain, serta tentang tanggung jawab dalam kehidupanya. Dengan kesadaran ini, manusia akan mampu berperan sebagai makhluk Allah yang paling utamadi antara makhluk- mahkluk lainya sehingga mampu berfungsi khalifah dimuka bumi ini, bahkan malaikat pun pernah bersujud kepadanya, karena manusia sedikit lebih tinggi kejadianya dari malaikat, yang hanya terdiri dari perpaduan unsur-unsur rohaniyah, yaitu Nur ilahi. Manusia adalah makhluk yang terdiri dari perpaduan unsur –unsur rohani dan jasmani.

Firman Allah menunjukan kedudukan manusia tersebut sebagai berikut:

øŒÎ) tA$s% y7•/u‘ Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ’ÎoTÎ) 7,Î=»yz #ZŽ|³o0 `ÏiB &ûüÏÛ ÇÐÊÈ   #sŒÎ*sù ¼çmçG÷ƒ§qy™ àM÷‚xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr•‘ (#qãès)sù ¼çms9 tûïωÉf»y™ ÇÐËÈ  

.

(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya“.[4]

            Ditengah-tengah makhluk yang lain, Allah memberikan kepada manusia suatu kedudukan yang lebih tinggi:

* ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4’n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ  

 Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

            Sedangkan beban tanggung jawabnya terhadap dirinya dan masyarakat sebagai konsekuensi kedudukanya dinyatakan oleh Allah.

  1. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakat itu. Oleh karena itu. Oleh karena itu manusia harus mengadakan interrelasi dan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. yang diartikan sebagai mahkluk sosial itulah sebabnya islam mengajarkan tentang persaudaraan, persamaan, kegotong-royongan dan musyawaroh yang dapat membentuk masyarakat itu menjadi suatu persekutuan hidup yang utuh. Prinsip hidup bermasyarakat demikian dikehendaki oleh  allah dalam firmanya yang antara lain:

¨bÎ) ÿ¾ÍnÉ‹»yd öNä3çF¨Bé& Zp¨Bé& Zoy‰Ïmºur O$tRr&ur öNà6š/u‘ Âcr߉ç7ôã$$sù ÇÒËÈ  

Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu[971] dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku.

(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $Yè‹ÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3ø‹n=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#y‰ôãr& y#©9r’sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r’sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4’n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í‘$¨Z9$# Nä.x‹s)Rr’sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºx‹x. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbr߉tGöksE ÇÊÉÌÈ  

. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Berikut ayat yang harus kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat:

$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r’sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ   $pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öy‚ó¡o„ ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB ( Ÿwur (#ÿrâ“ÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& Ÿwur (#râ“t/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y‰÷èt/ Ç`»yJƒM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9’ré’sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ   $pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZŽÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# žcÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( Ÿwur (#qÝ¡¡¡pgrB Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è­/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtä†r& óOà2߉tnr& br& Ÿ@à2ù’tƒ zNóss9 ÏmŠÅzr& $\GøŠtB çnqßJçF÷d̍s3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§‘ ÇÊËÈ   $pkš‰r’¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu‘$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& y‰YÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  

Artinya: orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409].[5] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410].[6] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal

.Allah SWT menegaskan dalam ayat 10 bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara orang-orang seketurunan karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal.

Setiap muslim memiliki hak atas saudaranya yang sesama muslim. Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Orang muslim itu adalah saudara orang muslim,jangan berbuat aniaya kepadanya, jangan membuka aibnya, jangan menyerahkannya kepada musuh, dan jangan meninggikan bagian rumah sehingga menutup udara tetangganya kecuali dengan izinnya, jangan mengganggu tetangganya dengan asap makanan dari periuknya kecuali jika ia memberi segayung dari kuahnya. Jangan membeli buah-buahan untuk anak-anak, lalu dibawa keluar (diperlihatkan) kepada anak-anak tetangganya kecuali jika mereka diberi buah-buahan itu. “Kemudian Nabi saw bersabda, “Peliharalah (norma-norma pergaulan) tetapi (sayang) hanya sedikit di antara kamu yang memeliharanya. “Dalam hadits shahih lain yang dinyatakan, “Apabila seorang muslim mendo’akan saudaranya yang ghaib, maka malaikat berkata ‘Amin’, dan semoga kamu pun mendapat seperti itu.”

Dalam ayat 11 dan 12 Allah SWT menjelaskan bagaimana sebaiknya pergaulan di antara orang-orang beriman. Di dalamnya terdapat hal-hal yang diperingatkan Allah agar kaum beriman menjauhinya karena dapat merusak persaudaraan di antara mereka.

Diriwayatkan bahwa ayat 11 ini diturunkan berkenaan dengan tingkah laku kabilah Bani Tamim yang pernah berkunjung kepada Rasulullah saw lalu mereka memperolok-olokkan beberapa shahabat yang fakir-miskin, seperti Amar, Suhaib, Bilal, Khabbab, Salman al-Farisi, dll. karena pakaian mereka sangat sederhana.

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa dan hartamu tetapi Ia memandang kepada hati dan perbuatanmu.”

Pada ayat ini pula Allah menyebutkan wanita secara khusus sebagai peringatan terhadap kebiasaan tercela kaum wanita dalam bergaul. Terdapat riwayat yang melatarbelakangi turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan kisah Shafiyah binti Huyay bin Akhtab yang pernah datang menghadap Rasulullah saw dan melaporkan bahwa beberapa wanita di Madinah pernah menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati, seperti: “Hai perempuan Yahudi,Keturunan Yahudi dan sebagainya”, sehingga Nabi saw bersabda kepadanya, “Mengapa tidak engkau jawab saja, ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku adalah Muhammad.”

Dalam ayat 10 Allah SWT memperingatkan kaum mukmin supaya jangan saling mengolokkan karena boleh jadi kaum yang diperolok-olokkan pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan dan kaum wanita pun jangan saling mengolokkan karena boleh jadi wanita yang diperolok-olokkan pada sisi Allah lebih baik dari wanita yang mengolok-olokkan.Kemudian Allah SWT melarang kaum mukmin mencela diri mereka sendiri karena mereka bagaikan satu tubuh yang diikat dengan persatuan.[7]

Dilarang pula panggil-memanggil dengan gelar yang buruk seperti panggilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata : hai fasik,kafir,dsb. Panggilan yang buruk dilarang diucapkan karena gelar-gelar buruk itu dapat mengingatkan kefasikan setelah beriman. Barang siapa tidak bertaubat dari memanggil dengan gelar-gelar buruk maka akan menerima konsekuensi dari Allah berupa azab pada Hari Kiamat.

Dalam ayat 12 Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka menjauhkan diri dari su’uzhan / prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari saudaranya yang mukmin maka kalimat itu harus diberi tanggapan dan ditujukan kepada pengertian yang baik, jangan sampai timbul salh paham, apalagi menyelewengkannya sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Kemudian Allah SWT menerangkan penyebab wajibnya orang mukmin menjauhkan diri dari prasangka yaitu karena sebagian prasangka itu mengandung dosa.

Allah melarang pula ghibah,namimah, dan mencari-cari aib orang lain. Mengenai definisi ghibah, Rasulullah saw bersabda, “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci. “Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu bila yang diceritakannya itu benar ada padanya? “Rasulullah menjawab, “Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar engkau berbuat buhtan (dusta).”(HR.Muslim,Tirmizi,Abu Daud, dan Ahmad). Sedangkan namimah dapat dibagi menjadi hamz (mencaci maki) dan lamz (mencela).(QS.Al-Humazah: 1)

Rasulullah mengecam orang yang suka ghibah dan mencari-cari kesalahan orang. Diriwayatkan oleh Abi Barzah al-Islami, sabda Rasulullah saw, “Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, tetapi iman itu belum masuk juga dalam hatinya, jangan sekali-kali kamu berghibah (bergunjing) terhadap kaum muslimin dan jangan sekali-kali mencari noda atau auratnya. Karena barang siapa mencari-cari noda mereka, maka Allah akan membalas pula dengan membuka noda-nodanya. Dan barang siapa yang diketahui kesalahannya oleh Allah, niscaya Dia akan menodai kehormatannya dalam lingkungan keluarganya sendiri.”

Pada ayat 13, Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan-Nya bermacam-macam bangsa dan suku supaya saling mengenal dan saling menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Dan tidak ada kemuliaan seseorang di sisi Allah kecuali dengan ketakwaannya.Dalam suatu hadits riwayat Abu Hatim yang bersumber dari Ibnu Mulaikah berkenaan turunnya ayat ini ialah bahwa ketika fathu Makkah, Bilal naik ke atas Ka’bah untuk adzan. Beberapa orang berkata, “Apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lain, “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Allah akan menggantinya. “Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah saw apa yang mereka ucapkan. Maka turunlah ayat ini yang melarang manusia menyombongkan diri karena kedudukan,pangkat, kekayaan, dan keturunan dan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah dinilai dari derajat ketakwaannya.

Ayat ini juga menyatakan bahwa persaudaraan Islam berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa dibatasi oleh bangsa, warna kulit, kekayaan dan wilayah melainkan didasari oleh ikatan aqidah. Persaudaraan merupakan pilar masyarakat Islam dan salah satu basis kekuatannya. “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan bangunan yang saling mengikat dan menguatkan serta bagaikan jalinan antara jari-jemari.” (HR.Muttafaq’alaih dari Abu Musa r.a.)

Rasulullah saw pernah menganggap persaudaraan antar umat Islam adalah basis yang sangat penting sehingga hal yang dilakukan beliau adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar secara formal satu dengan yang lainnya ketika hijrah ke Madinah.[8]

  1. c.       Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnyanuntuk beribadah kepadanya
  2. d.      Menyadarkan manusia tentang kedudukanya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan mahkluk lain, serta memberikan kemugkinan kepada manusia untuk mengambil hikmahnya.

Sebagaimana yang dikemukakan terdahulu, masyarakat yang merupakan lembaga ketiga sebagai lembaga pendidikan, dalam konteks penyelenggaraan pendidikan itu sendiri besar sekali perannya. Bagaimanapun kemajuan an keberadaan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat yang ada. Berikut ini adalah beberapa peran dari masyarakat terhadap pendidikan (sekolah).

1. Masyarkat berperan serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah.

2.  Masyarakat berperan dalam mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu danmendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat.

3.  Masyarakatlah yang ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung-gedung meseum, perpustakaan, panggung-panggung kesenian, kebun binatang dan sebagainya.

4. Masyarakatlah yang meyediakan berbagai sumber untuksekolah. Mereka dapat diundang ke sekolah untuk memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu masalah yang sedang dipelajari anak didik. Orang-orang yang mempunyai keahlian khusus banyak sekali terhadap di masyarakat, seperti petani, peternak, saudagar, polisi, dokter dan sebagainya.

5. Masyarakat sebagai sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar. Disamping buku-buku pelajaran, masyarakat memberi bahan pelajaran yang banyak sekali, antara lain seperti aspek alami industri, perumahan, transportasi, perkebunan, petambangan dan sebagainya.  Dengan demikian, jelas sekali bahwa peran masyarakat sangatlah besar terhadap pendidikan sekolah. Untuk itu, sekolah perlu memanfaatkannya sebaik-baiknya, paling tidak bahwa pendidikan harus dapat mempergunakan sumber pengetahuan yang ada di masyarakat dengan alas an sebagai berikut.

1. Dengan melihat apa yang terjadi di masyarakat, anak didik akan mendapatkan pengalaman langsung (first hand experience) sehingga mereka dapat memiliki pengalaman yang konkret dan mudah di ingat.

2. Pendidikan membina anak-anak yang berasal dari masyarakat, dan akan kembali ke masyarakat.

3. Di masyarakat banyak sumber pengetahuan yang mungkin guru sendiri belum mengetahuinya.

4. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan orang-orang yang terdidik dan anak didik pun membutuhkan masyarakat.

  1. B.     Tanggung jawab pendidikan islam

Secara umum menurut nawawi, yang bertanggung jawab atas maju mundurnya pendidikan termasuk pendidikan islam pada pundak keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan mengarahkanya untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman-nya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius terhadap kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius terhadap kebutuhan moral- spiritual peserta didiknya. Bimbingan yang dimaksud meliputi pengembangan potensi anak didik, transformasi ilmu pengetahuan dan kecakapan lainya, dan membangkitkan motif-motif-motif yang ada seoptimal mungkin.[9]

Disamping ketiga unsure diatas menurut penulis ada satu lagi yang ikut bertanggung jawab atas terlaksanya pendidikan islam, yaitu manusia itu sendiri, sebagai subyek dan obyek langsung pendidikan. Tanpa kesadaran dan tumbuhnya nilai tanggung jawab pada dirinya sendiri, mustahil pendidikan islam mampu memainkan peranannya secara maksimal. Untuk itu, disamping ketiga unsure diatas, perlu kesiapan dan tanggung jawab yang besar pada diri peserta didik sebagai hamba Allah yang siap melaksanakan amanat-Nya dimuka bumi.[10]

BAB III

PENUTUP

Manusia disebut sebagai makhluk sosial karena saling membutuhkan orang lain. Dan tidak bias hidup tanpa orang lain.

Secara sederhana, masyarakat ( lingkungan sosial) dapat diartikan sebagai sekelompok individu pada suatu komunitas yang terikat oleh satu kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama.

Salah satu faktor penyebab peserta didik mampu memperoleh intelegensi karena didukung oleh faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan lain-lain. Ketiga unsure yang dimaksud adalah masyarakat. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan mengarahkanya untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman-nya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius terhadap kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius terhadap kebutuhan moral- spiritual peserta didiknya.

DAFTAR PUSTAKA.

[1].Salah,dkk.,Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an,(bandung 1994.)C.V. Diponegoro.

arifin. pendidikan islam suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner.(Jakarta: bumi aksara.1993).

departemen RI, Al-hikmah dan al-qur’an terjemahnya. Bandung: diponegoro,2008

Hasbi ash-shidiqiey, tafsir al-qur’an”al-misbah,Jakarta: bulan bintang, 1964.

Nizar, samsul. Dasar-dasar pemikiran pendidikan islam. Jakarta: gaya media pratama. 2001.

[1] . arifin. pendidikan islam suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner.(Jakarta: bumi aksara.1993) hal 33.

[2]. Nizar, samsul. Dasar-dasar pemikiran pendidikan islam. (Jakarta: gaya media pratama. 2001). Hal. 131.

[4] [4].departemen RI, Al-hikmah dan al-qur’an terjemahnya.(Bandung: diponegoro,2008)hal 542.

[5] [1409] Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh

[6]  [1410] Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

[7] . Hasbi ash-shidiqiey, tafsir al-qur’an”al-misbah,(Jakarta: bulan bintang, 1964),117.

[8].Salah,dkk.,Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an,(bandung 1994.)C.V. Diponegoro.hal.198