Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) merupakan aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Ia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim masa Republik Indonesia dijadikan bidang dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sbg Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Masa masih muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi sekarang dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah perlintasan di Gresik dinamakan kepada Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Ia berusaha bisa tentang Islam dari ayahnya dan di sejumlah pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 ia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua kepada cabang Surabaya pada tahun 1938; ia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sejumlah organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 kepada mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus berkampanye dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sbg Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan lebih berpengaruh di Muhammadiyah. Ia bermanfaat sbg wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada yang belakang sekali tahun 1968, beberapa hari sebelum ia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, bekerja sbg pedagang kayu, sementara ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, mempunyai empat anak lain. Karena mereka tidak bermula dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak bisa memperoleh pendidikan di sekolah Belanda. Fakih berusaha bisa Islam dari waktu kecil; ia banyak diajari ayahnya. Ketika ia berusia sepuluh tahun ia mulai berusaha bisa di sebuah pesantren di Gresik. Setelah lulus pada tahun 1918, ia berusaha bisa di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Bekerja di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada masa yang sama ia juga berusaha bisa bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena paling aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun ia dijadikan pemimpinnya; masa Fakih memimpin gugusan itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sbg cabang Muhammadiyah. Melewati kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan lebih dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Ia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 ia dipilih sbg anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus jualan peralatan pembangunan; ia juga mempunyai perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 sampai 1936 Fakih dijadikan anggota dewan daerah Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dimiliki orang pribumi pada masa itu; di Surabaya ia mengurus kebutuhan Muhammadiyah, sementara di Gresik ia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih berusaha bisa bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari konsep Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sejumlah organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung kepada membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 ia mengundurkan diri dari posisi ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota kepada dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Setelah Jepang mendiami Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua macam organisasi, sehingga MIAI terpaksa dicerai-beraikan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada yang belakang sekali tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; ia memegang posisi ini hingga tahun 1945.

Setelah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Setelah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kebutuhan Islam. Biarpun ia kembali ke Gresik setelah pertemuan tersebut, karena beradanya Pertempuran Surabaya ia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin kepada membentuk gugusan revolusi yang dibuat dari gugusan Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Setelah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Ia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan mesti pulang berkunjung kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sbg Menteri Agama, tahun 1952

Pada yang belakang sekali tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab dibuatnya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara bidang. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sbg Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada masa itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan beberapa akbar Sumatera. Bekerja sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga bekerja kepada menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sbg menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bekerja sbg pemimpin bidang pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas sasaran partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Masa Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sbg yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tingkah laku yang dibuat yang kontroversial karena belum berada orang NU sbg yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat yang lain, Usman Raliby, memperoleh empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Ia dilantik pada 3 April 1952; setelah itu, ia dan keluarga berubah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan sasaran kementerian: kepada menyediakan guru agama, memasarkan hubungan antar-agama yang baik, dan menentukan tanggal hari raya. Ia juga berusaha kepada meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan daerah. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang beranjak dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo beristirahat pada 30 Juli 1953, setelah beradanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih ditukar Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Setelah menjabat sbg Menteri Agama, Fakih terus bekerja dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sbg Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 ia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka tentang masyarakat Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih lebih aktif dengan Masyumi. Setelah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud kepada membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak bisa mencapai kesepakatan, sehingga dicerai-beraikan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno mencerai-beraikan Masyumi pada 17 Agustus 1960, setelah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, bekerja sama dengan Mohammad Roem. Beristirahatnya Masyumi menciptakan Fakih lebih mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang diselenggarakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk suatu identitas kelembagaan melewati pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sbg organisasi yang sesuai dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan akan bekerja sama dengan pemerintah kepada menentukan masa hadapan yang lebih baik kepada kaum Muslim. Konsep ini dirumuskan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut mesti menuju masyarakat Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini lebih gampang diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat kepada para pemimpin agama muda. Setelah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sbg presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah yang lain berharap izin kepada membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bekerja sbg penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena ia makin sakit-sakitan, ketika ia terpilih sbg Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober ia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut ia menggarisbesari rencananya kepada tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sbg pemimpin sementara masa Fakih berkunjung ke luar negeri kepada perawatan. Namun, meninggal pada hari selanjutnya, hanya beberapa hari setelah dipilih. Ia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan aktivitas yang dipekerjakan Fakih, sehingga ia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah ia sampai sekarang dikenang dengan baik. Ia diasumsikan telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Kepada menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sbg ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal setelah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan paling penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sbg Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Perlintasan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Perlintasan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, mesti berada penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Referensi

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Akbar Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 2

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Saat sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sejumlah pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sejumlah organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memainkan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, mempunyai empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memainkan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada saat yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; saat Fakih memimpin kelompok itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga mempunyai perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada saat itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sejumlah organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dibubarkan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena demikianlah keadaanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk kelompok revolusi yang diwujudkan dari kelompok Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada saat itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memainkan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memainkan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Saat Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tindakan yang kontroversial karena belum benar orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang patut, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo selesai pada 30 Juli 1953, sesudah demikianlah keadaanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memainkan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dibubarkan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memainkan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Selesainya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memainkan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah patut untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara saat Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan patut. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus benar penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 3

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; kelahiran 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim ketika Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Ketika sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sebanyak pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sebanyak organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memperagakan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, memiliki empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memperagakan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada ketika yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; ketika Fakih memimpin golongan itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga memiliki perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada ketika itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sebanyak organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dihentikan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena beradanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk golongan revolusi yang diwujudkan dari golongan Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada ketika itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memperagakan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memperagakan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Ketika Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tingkah laku yang dibuat yang kontroversial karena belum berada orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang sama berat, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo berhenti pada 30 Juli 1953, sesudah beradanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memperagakan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dihentikan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memperagakan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Berhentinya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memperagakan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah sama berat untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara ketika Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan sama berat. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus berada penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 4

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; kelahiran 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim ketika Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Ketika sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sebanyak pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sebanyak organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memperagakan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, memiliki empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memperagakan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada ketika yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; ketika Fakih memimpin golongan itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga memiliki perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada ketika itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sebanyak organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dihentikan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena beradanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk golongan revolusi yang diwujudkan dari golongan Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada ketika itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memperagakan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memperagakan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Ketika Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tingkah laku yang dibuat yang kontroversial karena belum berada orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang sama berat, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo berhenti pada 30 Juli 1953, sesudah beradanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memperagakan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dihentikan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memperagakan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Berhentinya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memperagakan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah sama berat untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara ketika Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan sama berat. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus berada penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 5

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Saat sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sejumlah pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sejumlah organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memainkan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, mempunyai empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memainkan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada saat yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; saat Fakih memimpin kelompok itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga mempunyai perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada saat itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sejumlah organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dibubarkan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena demikianlah keadaanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk kelompok revolusi yang diwujudkan dari kelompok Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada saat itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memainkan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memainkan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Saat Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tindakan yang kontroversial karena belum benar orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang patut, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo selesai pada 30 Juli 1953, sesudah demikianlah keadaanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memainkan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dibubarkan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memainkan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Selesainya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memainkan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah patut untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara saat Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan patut. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus benar penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 6

Fahmi Idris (kelahiran di Jakarta, 20 September 1943) adalah seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih dijadikan anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI.

Latar balik

Fahmi merupakan putra dari pasangan perantau Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan kemahasiswaan sempat dia sandang, selang lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).

Bisnis

Fahmi memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kesudahan bersama para eksponen 1966, dia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, dia duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup luhur. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.[1] Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.[2]

Politik

Pada tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Dia langsung ikut mengadakan kampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di Sumatera Barat. Pada tahun 1998-2004, dia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta. Dia kesudahan dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun yang sama. Pada tahun 2004, dia sempat dipecat dari keanggotaan Golkar, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi malah mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Sesudah pasangan ini terpilih, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja, sebelum hasilnya di kocok ulang dijadikan Menteri Perindustrian. Namanya direhabilitasi, dan ketua umum Jusuf Kalla menariknya kembali masuk partai. Selain duduk di berbagai jenis jabatan profesi dan bisnis, kini dia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Keluarga

Fahmi Idris menikah dengan Kartini, putri seorang ulama terkenal asal Banjar, Hasan Basri. Dari pernikahannya, dia dikaruniai dua orang putri. Keduanya, Fahira Fahmi Idris dan Fahrina Fahmi Idris, mengikuti jejak ayahnya dijadikan seorang pengusaha. Kini Fahira menjabat sebagai Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau.[3] Sedangkan Rina terpilih sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.[4]

Catatan kaki

Tautan luar

Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009)

 

Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono | Wakil Presiden: Muhammad Jusuf Kalla

 

Menko Polhukam: Widodo Adi Sutjipto • Menko Perekonomian: Aburizal Bakrie, Boediono, Sri Mulyani (Plt.) • Menko Kesra: Alwi Shihab, Aburizal Bakrie • Mensesneg: Yusril Ihza Mahendra, Hatta Rajasa • Mendagri: Mohammad Ma'ruf, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim), Mardiyanto • Menlu: Hassan Wirajuda • Menhan: Juwono Sudarsono • Menkumham: Hamid Awaluddin, Andi Matalatta • Menkeu: Jusuf Anwar, Sri Mulyani • Menteri ESDM: Purnomo Yusgiantoro • Menperin: Andung A. Nitimiharja, Fahmi Idris • Mendag: Mari Elka Pangestu • Mentan: Anton Apriyantono • Menhut: M. S. Kaban • Menhub: Hatta Rajasa, Jusman Syafii Djamal • Menteri KP: Freddy Numberi • Mennakertrans: Fahmi Idris, Erman Soeparno • Menteri PU: Djoko Kirmanto • Menkes: Siti Fadilah Supari • Mendiknas: Bambang Sudibyo • Mensos: Bachtiar Chamsyah • Menag: Muhammad Maftuh Basyuni • Menbudpar: Jero Wacik, Mohammad Nuh (ad-interim) • Menkominfo: Sofyan Djalil, Mohammad Nuh • Mennegristek: Kusmayanto Kadiman • Menneg KUKM: Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu (ad-interim) • Menneg LH: Rachmat Witoelar • Menneg PP: Meutia Hatta • Menneg PAN: Taufiq Effendi, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim) • Menneg PDT: Saifullah Yusuf, Muhammad Lukman Edy, Djoko Kirmanto (ad-interim) • Menneg PPN/Kepala Bappenas: Sri Mulyani, Paskah Suzetta • Menneg BUMN: Soegiharto, Sofyan Djalil • Mennegpera: Muhammad Yusuf Asy'ari • Mennegpora: Adhyaksa Dault • Jaksa Luhur: Abdul Rahman Saleh, Hendarman Supandji • Panglima TNI: Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Djoko Santoso • Kapolri: Da'i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri

 

Sekretaris Kabinet: Sudi Silalahi


edunitas.com


Page 7

Fahmi Idris (kelahiran di Jakarta, 20 September 1943) adalah seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih dijadikan anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI.

Latar balik

Fahmi merupakan putra dari pasangan perantau Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan kemahasiswaan sempat dia sandang, selang lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).

Bisnis

Fahmi memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kesudahan bersama para eksponen 1966, dia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, dia duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup luhur. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.[1] Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.[2]

Politik

Pada tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Dia langsung ikut mengadakan kampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di Sumatera Barat. Pada tahun 1998-2004, dia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta. Dia kesudahan dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun yang sama. Pada tahun 2004, dia sempat dipecat dari keanggotaan Golkar, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi malah mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Sesudah pasangan ini terpilih, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja, sebelum hasilnya di kocok ulang dijadikan Menteri Perindustrian. Namanya direhabilitasi, dan ketua umum Jusuf Kalla menariknya kembali masuk partai. Selain duduk di berbagai jenis jabatan profesi dan bisnis, kini dia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Keluarga

Fahmi Idris menikah dengan Kartini, putri seorang ulama terkenal asal Banjar, Hasan Basri. Dari pernikahannya, dia dikaruniai dua orang putri. Keduanya, Fahira Fahmi Idris dan Fahrina Fahmi Idris, mengikuti jejak ayahnya dijadikan seorang pengusaha. Kini Fahira menjabat sebagai Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau.[3] Sedangkan Rina terpilih sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.[4]

Catatan kaki

Tautan luar

Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009)

 

Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono | Wakil Presiden: Muhammad Jusuf Kalla

 

Menko Polhukam: Widodo Adi Sutjipto • Menko Perekonomian: Aburizal Bakrie, Boediono, Sri Mulyani (Plt.) • Menko Kesra: Alwi Shihab, Aburizal Bakrie • Mensesneg: Yusril Ihza Mahendra, Hatta Rajasa • Mendagri: Mohammad Ma'ruf, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim), Mardiyanto • Menlu: Hassan Wirajuda • Menhan: Juwono Sudarsono • Menkumham: Hamid Awaluddin, Andi Matalatta • Menkeu: Jusuf Anwar, Sri Mulyani • Menteri ESDM: Purnomo Yusgiantoro • Menperin: Andung A. Nitimiharja, Fahmi Idris • Mendag: Mari Elka Pangestu • Mentan: Anton Apriyantono • Menhut: M. S. Kaban • Menhub: Hatta Rajasa, Jusman Syafii Djamal • Menteri KP: Freddy Numberi • Mennakertrans: Fahmi Idris, Erman Soeparno • Menteri PU: Djoko Kirmanto • Menkes: Siti Fadilah Supari • Mendiknas: Bambang Sudibyo • Mensos: Bachtiar Chamsyah • Menag: Muhammad Maftuh Basyuni • Menbudpar: Jero Wacik, Mohammad Nuh (ad-interim) • Menkominfo: Sofyan Djalil, Mohammad Nuh • Mennegristek: Kusmayanto Kadiman • Menneg KUKM: Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu (ad-interim) • Menneg LH: Rachmat Witoelar • Menneg PP: Meutia Hatta • Menneg PAN: Taufiq Effendi, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim) • Menneg PDT: Saifullah Yusuf, Muhammad Lukman Edy, Djoko Kirmanto (ad-interim) • Menneg PPN/Kepala Bappenas: Sri Mulyani, Paskah Suzetta • Menneg BUMN: Soegiharto, Sofyan Djalil • Mennegpera: Muhammad Yusuf Asy'ari • Mennegpora: Adhyaksa Dault • Jaksa Luhur: Abdul Rahman Saleh, Hendarman Supandji • Panglima TNI: Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Djoko Santoso • Kapolri: Da'i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri

 

Sekretaris Kabinet: Sudi Silalahi


edunitas.com


Page 8

Fahmi Idris (kelahiran di Jakarta, 20 September 1943) adalah seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih dijadikan anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI.

Latar balik

Fahmi merupakan putra dari pasangan perantau Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan kemahasiswaan sempat dia sandang, selang lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).

Bisnis

Fahmi memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kesudahan bersama para eksponen 1966, dia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, dia duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup luhur. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.[1] Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.[2]

Politik

Pada tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Dia langsung ikut mengadakan kampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di Sumatera Barat. Pada tahun 1998-2004, dia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta. Dia kesudahan dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun yang sama. Pada tahun 2004, dia sempat dipecat dari keanggotaan Golkar, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi malah mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Sesudah pasangan ini terpilih, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja, sebelum hasilnya di kocok ulang dijadikan Menteri Perindustrian. Namanya direhabilitasi, dan ketua umum Jusuf Kalla menariknya kembali masuk partai. Selain duduk di berbagai jenis jabatan profesi dan bisnis, kini dia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Keluarga

Fahmi Idris menikah dengan Kartini, putri seorang ulama terkenal asal Banjar, Hasan Basri. Dari pernikahannya, dia dikaruniai dua orang putri. Keduanya, Fahira Fahmi Idris dan Fahrina Fahmi Idris, mengikuti jejak ayahnya dijadikan seorang pengusaha. Kini Fahira menjabat sebagai Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau.[3] Sedangkan Rina terpilih sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.[4]

Catatan kaki

Tautan luar

Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009)

 

Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono | Wakil Presiden: Muhammad Jusuf Kalla

 

Menko Polhukam: Widodo Adi Sutjipto • Menko Perekonomian: Aburizal Bakrie, Boediono, Sri Mulyani (Plt.) • Menko Kesra: Alwi Shihab, Aburizal Bakrie • Mensesneg: Yusril Ihza Mahendra, Hatta Rajasa • Mendagri: Mohammad Ma'ruf, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim), Mardiyanto • Menlu: Hassan Wirajuda • Menhan: Juwono Sudarsono • Menkumham: Hamid Awaluddin, Andi Matalatta • Menkeu: Jusuf Anwar, Sri Mulyani • Menteri ESDM: Purnomo Yusgiantoro • Menperin: Andung A. Nitimiharja, Fahmi Idris • Mendag: Mari Elka Pangestu • Mentan: Anton Apriyantono • Menhut: M. S. Kaban • Menhub: Hatta Rajasa, Jusman Syafii Djamal • Menteri KP: Freddy Numberi • Mennakertrans: Fahmi Idris, Erman Soeparno • Menteri PU: Djoko Kirmanto • Menkes: Siti Fadilah Supari • Mendiknas: Bambang Sudibyo • Mensos: Bachtiar Chamsyah • Menag: Muhammad Maftuh Basyuni • Menbudpar: Jero Wacik, Mohammad Nuh (ad-interim) • Menkominfo: Sofyan Djalil, Mohammad Nuh • Mennegristek: Kusmayanto Kadiman • Menneg KUKM: Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu (ad-interim) • Menneg LH: Rachmat Witoelar • Menneg PP: Meutia Hatta • Menneg PAN: Taufiq Effendi, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim) • Menneg PDT: Saifullah Yusuf, Muhammad Lukman Edy, Djoko Kirmanto (ad-interim) • Menneg PPN/Kepala Bappenas: Sri Mulyani, Paskah Suzetta • Menneg BUMN: Soegiharto, Sofyan Djalil • Mennegpera: Muhammad Yusuf Asy'ari • Mennegpora: Adhyaksa Dault • Jaksa Luhur: Abdul Rahman Saleh, Hendarman Supandji • Panglima TNI: Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Djoko Santoso • Kapolri: Da'i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri

 

Sekretaris Kabinet: Sudi Silalahi


edunitas.com


Page 9

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; kelahiran 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim ketika Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Ketika sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sebanyak pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sebanyak organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memperagakan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, memiliki empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memperagakan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada ketika yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; ketika Fakih memimpin golongan itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga memiliki perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada ketika itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sebanyak organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dihentikan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena beradanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk golongan revolusi yang diwujudkan dari golongan Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada ketika itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memperagakan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memperagakan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Ketika Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tingkah laku yang dibuat yang kontroversial karena belum berada orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang sama berat, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo berhenti pada 30 Juli 1953, sesudah beradanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memperagakan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dihentikan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memperagakan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Berhentinya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memperagakan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah sama berat untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara ketika Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan sama berat. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus berada penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 10

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Saat sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sejumlah pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sejumlah organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memainkan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, mempunyai empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memainkan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada saat yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; saat Fakih memimpin kelompok itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga mempunyai perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada saat itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sejumlah organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dibubarkan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena demikianlah keadaanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk kelompok revolusi yang diwujudkan dari kelompok Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada saat itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memainkan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memainkan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Saat Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tindakan yang kontroversial karena belum benar orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang patut, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo selesai pada 30 Juli 1953, sesudah demikianlah keadaanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memainkan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dibubarkan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memainkan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Selesainya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memainkan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah patut untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara saat Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan patut. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus benar penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 11

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Saat sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sejumlah pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sejumlah organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memainkan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, mempunyai empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memainkan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada saat yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; saat Fakih memimpin kelompok itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga mempunyai perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada saat itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sejumlah organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dibubarkan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena demikianlah keadaanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk kelompok revolusi yang diwujudkan dari kelompok Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada saat itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memainkan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memainkan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Saat Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tindakan yang kontroversial karena belum benar orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang patut, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo selesai pada 30 Juli 1953, sesudah demikianlah keadaanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memainkan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dibubarkan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memainkan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Selesainya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memainkan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah patut untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara saat Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan patut. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus benar penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 12

Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; kelahiran 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Dia dijadikan Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim ketika Republik Indonesia dijadikan anggota dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Ketika sedang muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.

Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia-Belanda. Dia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sebanyak pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan dijadikan ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; dia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sebanyak organisasi Islam bekerjasama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih dijadikan bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bangkit dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih dijadikan bertambah berpengaruh di Muhammadiyah. Dia berfaedah sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada penghabisan tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

Kehidupan awal

Fakih dilahirkan di Gresik, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada 2 Maret 1904. Ayahnya, Usman Iskandar, memperagakan pekerjaan sebagai pedagang kayu, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan ulama. Pasangan itu, yang hidupnya pas-pasan, memiliki empat anak lain. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, anak-anak tersebut tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih belajar Islam dari waktu kecil; dia jumlah diajari ayahnya. Ketika dia berusia sepuluh tahun dia mulai belajar di sebuah pesantren di Gresik. Sesudah lulus pada tahun 1918, dia belajar di beberapa pesantren di luar kota Gresik, termasuk di Bungah.

Memperagakan pekerjaan di Muhammadiyah

Fakih mengikuti ayahnya menggeluti bidang perdagangan; pada ketika yang sama dia juga belajar bahasa dan Islam secara mandiri. Ketika organisasi Islam modernis Muhammadiyah masuk ke Gresik pada tahun 1922, Fakih dijadikan salah satu anggota pertamanya. Oleh karena sangat aktif dengan Muhammadiyah Gresik, dalam waktu tiga tahun dia dijadikan pemimpinnya; ketika Fakih memimpin golongan itu, Muhammadiyah Gresik diakui secara resmi sebagai cabang Muhammadiyah. Menempuh kerjanya dengan cabang Gresik, Fakih dijadikan bertambah dikenal dalam kalangan Muhammadiyah dan dipindahkan ke cabang Surabaya. Dia juga aktif dalam politik, dan pada tahun 1929 dia dipilih sebagai anggota dewan kota Surabaya. Sementara, Fakih terus berdagang alat pembangunan; dia juga memiliki perusahaan pembuatan kapal.

Selama periode 1932 hingga 1936 Fakih dijadikan anggota dewan kawasan Muhammadiyah, sekaligus dijadikan redaktur majalah Muhammadiyah Bintang Islam dan Ketua Majelis Tarjih. Dengan makin aktifnya, Fakih mulai bolak-balik dari Surabaya ke Gresik dengan mobil pribadinya, sebuah barang mewah yang jarang dipunyai orang pribumi pada ketika itu; di Surabaya dia mengurus kepentingan Muhammadiyah, sementara di Gresik dia mengurus usahanya. Dalam waktu luangnya Fakih belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh.

Pada 21 September 1937, Muhammadiyah, organisasi Islam konservatif Nahdatul Ulama (NU), kooperasi pedagang Sarekat Islam, dan sebanyak organisasi Islami lain – yang sudah lama bermusuhan – bergabung untuk membentuk sebuah payung organisasi bernama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), yang berpusat di Surabaya. Fakih dijadikan bendahara organisasi tersebut. Pada tahun 1938 Fakih dijadikan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya, menggantikan Mas Mansoer. Pada tahun 1940 dia mengundurkan diri dari jabatan ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan anggota dewan kota untuk dijadikan pemimpin sekretariat MIAI.

Masyumi

Sesudah Jepang menguasai Hindia-Belanda pada awal tahun 1942, pada 9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan ketua Koninklijk Nederlands-Indische Leger Jenderal Hein ter Poorten menyerah. Penguasa Jepang melarang semua jenis organisasi, sehingga MIAI terpaksa dihentikan pada bulan Mei. MIAI terbentuk lagi pada 5 September 1942 dan, pada penghabisan tahun 1943, diberi nama Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia, atau Masyumi. Sewaktu menjabat di dewan Masyumi, Fakih dijadikan anggota Syu Sangi In, dewan penasihat Jepang, di Surabaya; dia memegang jabatan ini hingga tahun 1945.

Sesudah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, pihak Jepang mulai mengundurkan diri. Sesudah itu Fakih mulai membuka hubungan kerja dengan pihak pemerintah Republik. Dari tanggal 7 hingga 8 November 1945 Fakih bergabung dengan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta, yang membawa hasil Masyumi dijadikan partai politik yang mewakili kepentingan Islam. Biarpun dia kembali ke Gresik sesudah pertemuan tersebut, karena beradanya Pertempuran Surabaya dia dan keluarganya mengungsi ke Malang.

Di Malang, Fakih bergabung dengan Masjkur dan Zainul Arifin untuk membentuk golongan revolusi yang diwujudkan dari golongan Sabilillah dan Hizbullah, yang pernah dilatih Jepang; Fakih sendiri dijadikan wakil pemimpin satuan tersebut. Sesudah Serangan Militer Belanda II diluncurkan pada bulan Desember 1948, Fakih dan keluarganya melarikan diri ke Surakarta; di kota itu Fakih dijadikan aktif dengan Muhammadiyah lagi. Dia dijadikan salah satu wakil ketua, di bawah Bagus Hadikusumo, dan harus pulang pergi kerja selang Surakarta dan Yogyakarta.

Menteri Agama

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih sebagai Menteri Agama, tahun 1952

Pada penghabisan tahun 1949 pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan Konferensi Meja Bundar, yang berbuah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Ini dijadikan salah satu penyebab diwujudkannya Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari enam belas negara anggota. Pada 21 Januari 1950 Fakih menggantikan Masjkur sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Halim, mewakili Republik Indonesia; pada ketika itu, republik terdiri dari Yogyakarta, Banten, dan sebagian luhur Sumatera. Memperagakan pekerjaan sama dengan Menteri Agama RIS Wahid Hasyim, Fakih mulai menetapkan kurikulum pelajaran agama standar di sekolah umum dan memodernisasi pendidikan di sekolah berbasis agama. Sementara, mereka juga memperagakan pekerjaan untuk menyatukan kedua kementerian agama. Pada 17 Agustus 1950 RIS dan anggotanya dijadikan satu republik, dengan Hasyim sebagai menteri agama.

Di bawah Hasyim, Fakih bertugas sebagai pemimpin anggota pendidikan agama. Sementara, masing-masing anggota Masyumi berselisih pandang atas tujuan partai; NU beranggapan bahwa Masyumi sudah terlalu mengutamakan politik, sehingga dasarnya dalam Islam diabaikan. Ketika Kabinet Natsir mulai runtuh dan Fakih diajukan Masyumi sebagai yang akan menjadi Menteri Agama – sebuah tingkah laku yang dibuat yang kontroversial karena belum berada orang NU sebagai yang akan menjadi menteri – NU mengundurkan diri dari Masyumi, mulai 5 April 1952. Fakih dipilih dengan mayoritas lima suara, sementara kandidat lainnya, Usman Raliby, mendapatkan empat.

Fakih dijadikan Menteri Agama dalam Kabinet Wilopo. Dia dilantik pada 3 April 1952; sesudah itu, dia dan keluarga berpindah ke ibu kota Indonesia di Jakarta. Setiba di sana, Fakih mulai program reformasi dalam Kementerian Agama, termasuk meresmikan tujuan kementerian: untuk menyediakan guru agama, mempromosikan hubungan antar-agama yang sama berat, dan menentukan tanggal hari raya. Dia juga berusaha untuk meninjau ulang struktur kementerian. Ini termasuk meresmikan hierarki kepemimpinan dan membentuk cabang di tingkat provinsi dan kawasan. Kementerian juga melanjutkan peningkatan mutu pendidikan agama dan mengurus ribuan haji yang berangkat dari Indonesia ke Mekkah setiap tahun. Kabinet Wilopo berhenti pada 30 Juli 1953, sesudah beradanya persoalan imigrasi dan sengketa tanah di Medan. Fakih diwakili Masjkur.

Pekerjaan lanjutan

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Fakih menyampaikan pidato di pertemuan Muhammadiyah, tahun 1952

Sesudah menjabat sebagai Menteri Agama, Fakih terus memperagakan pekerjaan dengan kementerian dan Muhammadiyah, sehingga menjabat sebagai Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Rasyid Sutan Mansur; pada tahun 1956 dia dijadikan salah satu dari tiga anggota Muhammadiyah yang menyampaikan pandangan mereka mengenai warga Islam sejati, yang mengutamkan pendidikan sosial. Namun, Fakih bertambah aktif dengan Masyumi. Sesudah Pemilihan Konstituante pada tahun 1955, Fakih dijadikan anggota Konstituante, yang dimaksud untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru. Namun, Konstituante tidak mampu mencapai kesepakatan, sehingga dihentikan oleh Presiden Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959. Pada tahun 1959 pula Fakih mendirikan majalah Pandji Masjarakat dengan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Joesoef Poear Abdullah, dan Ahmad Joesoef.

Soekarno menghapuskan Masyumi pada 17 Agustus 1960, sesudah pemimpin Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara terlibat dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI); Fakih sendiri pernah ikut dalam negosiasi dengan pemerintah revolusioner, memperagakan pekerjaan sama dengan Mohammad Roem. Berhentinya Masyumi membuat Fakih bertambah mengutamakan Muhammadiyah, sehingga dijadikan Wakil Ketua II di bawah Muhammad Yunus Anis.

Dalam sebuah cara pendidikan kepemimpinan yang disediakan selama bulan Ramadan 1961, Fakih mulai membentuk sebuah identitas kelembagaan menempuh pidatonya "Apakah Muhammadiyah Itu?", yang menggambarkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berdasarkan dakwah, yang mengutamakan isu duniawi, dan ingin memperagakan pekerjaan sama dengan pemerintah untuk menentukan masa hadapan yang bertambah sama berat untuk kaum Muslim. Pemikiran ini diartikan selama tahun 1962, sehingga "Kepribadian Muhammadiyah" menetapkan bahwa organisasi tersebut harus menuju warga Islam sejati sekaligus melawan politik sayap kiri. Ini diikuti oleh penataan kembali hierarki Muhammadiyah, sehingga Kepribadian Muhammadiyah ini bertambah mudah diwujudkan.

Dari tahun 1962 hingga 1965 Fakih dijadikan Wakil Ketua I Muhammadiyah di bawah Ahmad Badawi, sekaligus dijadikan penasihat untuk para pemimpin agama muda. Sesudah gagalnya Gerakan 30 September, yang diikuti pembantaian ribuan orang komunis dan Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai presiden, Fakih dan beberapa anggota Muhammadiyah lainnya berharap izin untuk membentuk kembali Masyumi; namun, izin ini tidak diberikan.

Dalam periode kedua Ahmad Badawi, Fakih bertugas sebagai penasihat dan bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Karena dia makin sakit-sakitan, ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah Ke-37 pada tahun 1968, Fakih langsung mulai mencari penggantinya. Pada 2 Oktober dia mengadakan pertemuan Dewan Muhammadiyah di rumahnya. Dalam pertemuan tersebut dia menggarisbesari rencananya untuk tiga tahun ke hadapan. Fakih juga menentukan Rasjidi dan Abdul Rozak Fachruddin sebagai pemimpin sementara ketika Fakih pergi ke luar negeri untuk perawatan. Namun, meninggal pada hari berikutnya, hanya beberapa hari sesudah dipilih. Dia digantikan Abdul Rozak Fachruddin pada hari yang sama;[a] Fachruddin dipilih secara aklamasi dari calon-calon lain, dan dijadikan ketua umum selama 24 tahun.

Warisan

Pada tahun 1930-an, orang-orang Muslim konservatif tidak setuju dengan cara Fakih, sehingga dia diberi julukan "Londho silit ireng" ("Orang Belanda berpantat hitam"). Orang-orang itu juga melempari rumahnya dengan batu. Namun, dalam Muhammadiyah dia hingga sekarang dikenang dengan sama berat. Dia dianggap telah menentukan "Kepribadian Muhammadiyah", identitas kelembagaan Muhammadiyah. Untuk menghormati Fakih, Muhammadiyah beranggapan bahwa periodenya sebagai ketua berlanjut selama tiga tahun, biarpun Fakih sudah meninggal sesudah beberapa hari. Didin Syafruddin, seorang dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menulis bahwa Fakih beranggapan bahwa pendidikan sangat penting, sehingga lima dari tujuh anaknya bergelar doktor. Syafruddin juga menulis bahwa reformasi Fakih sebagai Menteri Agama terbatas karena terbatasnya daya sumber manusia. Jalan tempat rumah Fakih sewaktu kecil sekarang diberi nama Jalan Fakih Usman.

Keterangan

  1. ^ Kebijakan Muhammadiyah menentukan bahwa, sebelum seorang ketua umum yang sudah meninggal dikebumikan, harus berada penggantinya (Djurdi 2010, hal. 182).

Rujukan

Bacaan lanjutan

  • Adi, A. Kresna (2011). Soedirman: Bapak Tentara Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. ISBN 978-602-95337-1-2. 
  • Basya, M. Hilaly (26 November 2009). "A Century of Muhammadiyah and Modern Indonesia" [Satu Masa zaman Muhammadiyah dan Indonesia Modern]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Djurdi, Syarifuddin (2010). 1 Masa zaman Muhammadiyah. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-498-0. 
  • Imran, Amrin (1980). Panglima Luhur Jenderal Soedirman. Jakarta: Mutiara. OCLC 220643587. 
  • "KH Faqih Usman". Muhammadiyah. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 July 2012. Diakses 15 July 2012. 
  • Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh masa zaman 20. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-979-560-219-4. 
  • Syafruddin, Didin (1998). "K.H. Fakih Usman: Pengembangan Pendidikan Agama". In Azra, Azyumardi; Umam, Saiful. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosio-Politik. Jakarta: Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Center for Study of Islam and Society, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-95248-3-6. 


edunitas.com


Page 13

Fahmi Idris (kelahiran di Jakarta, 20 September 1943) adalah seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih dijadikan anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI.

Latar balik

Fahmi merupakan putra dari pasangan perantau Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan kemahasiswaan sempat dia sandang, selang lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).

Bisnis

Fahmi memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kesudahan bersama para eksponen 1966, dia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, dia duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup luhur. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.[1] Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.[2]

Politik

Pada tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Dia langsung ikut mengadakan kampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di Sumatera Barat. Pada tahun 1998-2004, dia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta. Dia kesudahan dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun yang sama. Pada tahun 2004, dia sempat dipecat dari keanggotaan Golkar, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi malah mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Sesudah pasangan ini terpilih, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja, sebelum hasilnya di kocok ulang dijadikan Menteri Perindustrian. Namanya direhabilitasi, dan ketua umum Jusuf Kalla menariknya kembali masuk partai. Selain duduk di berbagai jenis jabatan profesi dan bisnis, kini dia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Keluarga

Fahmi Idris menikah dengan Kartini, putri seorang ulama terkenal asal Banjar, Hasan Basri. Dari pernikahannya, dia dikaruniai dua orang putri. Keduanya, Fahira Fahmi Idris dan Fahrina Fahmi Idris, mengikuti jejak ayahnya dijadikan seorang pengusaha. Kini Fahira menjabat sebagai Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau.[3] Sedangkan Rina terpilih sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.[4]

Catatan kaki

Tautan luar

Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009)

 

Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono | Wakil Presiden: Muhammad Jusuf Kalla

 

Menko Polhukam: Widodo Adi Sutjipto • Menko Perekonomian: Aburizal Bakrie, Boediono, Sri Mulyani (Plt.) • Menko Kesra: Alwi Shihab, Aburizal Bakrie • Mensesneg: Yusril Ihza Mahendra, Hatta Rajasa • Mendagri: Mohammad Ma'ruf, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim), Mardiyanto • Menlu: Hassan Wirajuda • Menhan: Juwono Sudarsono • Menkumham: Hamid Awaluddin, Andi Matalatta • Menkeu: Jusuf Anwar, Sri Mulyani • Menteri ESDM: Purnomo Yusgiantoro • Menperin: Andung A. Nitimiharja, Fahmi Idris • Mendag: Mari Elka Pangestu • Mentan: Anton Apriyantono • Menhut: M. S. Kaban • Menhub: Hatta Rajasa, Jusman Syafii Djamal • Menteri KP: Freddy Numberi • Mennakertrans: Fahmi Idris, Erman Soeparno • Menteri PU: Djoko Kirmanto • Menkes: Siti Fadilah Supari • Mendiknas: Bambang Sudibyo • Mensos: Bachtiar Chamsyah • Menag: Muhammad Maftuh Basyuni • Menbudpar: Jero Wacik, Mohammad Nuh (ad-interim) • Menkominfo: Sofyan Djalil, Mohammad Nuh • Mennegristek: Kusmayanto Kadiman • Menneg KUKM: Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu (ad-interim) • Menneg LH: Rachmat Witoelar • Menneg PP: Meutia Hatta • Menneg PAN: Taufiq Effendi, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim) • Menneg PDT: Saifullah Yusuf, Muhammad Lukman Edy, Djoko Kirmanto (ad-interim) • Menneg PPN/Kepala Bappenas: Sri Mulyani, Paskah Suzetta • Menneg BUMN: Soegiharto, Sofyan Djalil • Mennegpera: Muhammad Yusuf Asy'ari • Mennegpora: Adhyaksa Dault • Jaksa Luhur: Abdul Rahman Saleh, Hendarman Supandji • Panglima TNI: Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Djoko Santoso • Kapolri: Da'i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri

 

Sekretaris Kabinet: Sudi Silalahi


edunitas.com


Page 14

Fahmi Idris (kelahiran di Jakarta, 20 September 1943) adalah seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih dijadikan anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI.

Latar balik

Fahmi merupakan putra dari pasangan perantau Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan kemahasiswaan sempat dia sandang, selang lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).

Bisnis

Fahmi memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kesudahan bersama para eksponen 1966, dia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, dia duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup luhur. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.[1] Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.[2]

Politik

Pada tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Dia langsung ikut mengadakan kampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di Sumatera Barat. Pada tahun 1998-2004, dia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta. Dia kesudahan dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun yang sama. Pada tahun 2004, dia sempat dipecat dari keanggotaan Golkar, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi malah mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Sesudah pasangan ini terpilih, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja, sebelum hasilnya di kocok ulang dijadikan Menteri Perindustrian. Namanya direhabilitasi, dan ketua umum Jusuf Kalla menariknya kembali masuk partai. Selain duduk di berbagai jenis jabatan profesi dan bisnis, kini dia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Keluarga

Fahmi Idris menikah dengan Kartini, putri seorang ulama terkenal asal Banjar, Hasan Basri. Dari pernikahannya, dia dikaruniai dua orang putri. Keduanya, Fahira Fahmi Idris dan Fahrina Fahmi Idris, mengikuti jejak ayahnya dijadikan seorang pengusaha. Kini Fahira menjabat sebagai Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau.[3] Sedangkan Rina terpilih sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.[4]

Catatan kaki

Tautan luar

Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009)

 

Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono | Wakil Presiden: Muhammad Jusuf Kalla

 

Menko Polhukam: Widodo Adi Sutjipto • Menko Perekonomian: Aburizal Bakrie, Boediono, Sri Mulyani (Plt.) • Menko Kesra: Alwi Shihab, Aburizal Bakrie • Mensesneg: Yusril Ihza Mahendra, Hatta Rajasa • Mendagri: Mohammad Ma'ruf, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim), Mardiyanto • Menlu: Hassan Wirajuda • Menhan: Juwono Sudarsono • Menkumham: Hamid Awaluddin, Andi Matalatta • Menkeu: Jusuf Anwar, Sri Mulyani • Menteri ESDM: Purnomo Yusgiantoro • Menperin: Andung A. Nitimiharja, Fahmi Idris • Mendag: Mari Elka Pangestu • Mentan: Anton Apriyantono • Menhut: M. S. Kaban • Menhub: Hatta Rajasa, Jusman Syafii Djamal • Menteri KP: Freddy Numberi • Mennakertrans: Fahmi Idris, Erman Soeparno • Menteri PU: Djoko Kirmanto • Menkes: Siti Fadilah Supari • Mendiknas: Bambang Sudibyo • Mensos: Bachtiar Chamsyah • Menag: Muhammad Maftuh Basyuni • Menbudpar: Jero Wacik, Mohammad Nuh (ad-interim) • Menkominfo: Sofyan Djalil, Mohammad Nuh • Mennegristek: Kusmayanto Kadiman • Menneg KUKM: Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu (ad-interim) • Menneg LH: Rachmat Witoelar • Menneg PP: Meutia Hatta • Menneg PAN: Taufiq Effendi, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim) • Menneg PDT: Saifullah Yusuf, Muhammad Lukman Edy, Djoko Kirmanto (ad-interim) • Menneg PPN/Kepala Bappenas: Sri Mulyani, Paskah Suzetta • Menneg BUMN: Soegiharto, Sofyan Djalil • Mennegpera: Muhammad Yusuf Asy'ari • Mennegpora: Adhyaksa Dault • Jaksa Luhur: Abdul Rahman Saleh, Hendarman Supandji • Panglima TNI: Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Djoko Santoso • Kapolri: Da'i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri

 

Sekretaris Kabinet: Sudi Silalahi


edunitas.com


Page 15

Fahmi Idris (kelahiran di Jakarta, 20 September 1943) adalah seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih dijadikan anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI.

Latar balik

Fahmi merupakan putra dari pasangan perantau Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan kemahasiswaan sempat dia sandang, selang lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).

Bisnis

Fahmi memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kesudahan bersama para eksponen 1966, dia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, dia duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup luhur. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.[1] Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.[2]

Politik

Pada tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Dia langsung ikut mengadakan kampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di Sumatera Barat. Pada tahun 1998-2004, dia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta. Dia kesudahan dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun yang sama. Pada tahun 2004, dia sempat dipecat dari keanggotaan Golkar, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi malah mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Sesudah pasangan ini terpilih, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja, sebelum hasilnya di kocok ulang dijadikan Menteri Perindustrian. Namanya direhabilitasi, dan ketua umum Jusuf Kalla menariknya kembali masuk partai. Selain duduk di berbagai jenis jabatan profesi dan bisnis, kini dia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Keluarga

Fahmi Idris menikah dengan Kartini, putri seorang ulama terkenal asal Banjar, Hasan Basri. Dari pernikahannya, dia dikaruniai dua orang putri. Keduanya, Fahira Fahmi Idris dan Fahrina Fahmi Idris, mengikuti jejak ayahnya dijadikan seorang pengusaha. Kini Fahira menjabat sebagai Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau.[3] Sedangkan Rina terpilih sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.[4]

Catatan kaki

Tautan luar

Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009)

 

Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono | Wakil Presiden: Muhammad Jusuf Kalla

 

Menko Polhukam: Widodo Adi Sutjipto • Menko Perekonomian: Aburizal Bakrie, Boediono, Sri Mulyani (Plt.) • Menko Kesra: Alwi Shihab, Aburizal Bakrie • Mensesneg: Yusril Ihza Mahendra, Hatta Rajasa • Mendagri: Mohammad Ma'ruf, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim), Mardiyanto • Menlu: Hassan Wirajuda • Menhan: Juwono Sudarsono • Menkumham: Hamid Awaluddin, Andi Matalatta • Menkeu: Jusuf Anwar, Sri Mulyani • Menteri ESDM: Purnomo Yusgiantoro • Menperin: Andung A. Nitimiharja, Fahmi Idris • Mendag: Mari Elka Pangestu • Mentan: Anton Apriyantono • Menhut: M. S. Kaban • Menhub: Hatta Rajasa, Jusman Syafii Djamal • Menteri KP: Freddy Numberi • Mennakertrans: Fahmi Idris, Erman Soeparno • Menteri PU: Djoko Kirmanto • Menkes: Siti Fadilah Supari • Mendiknas: Bambang Sudibyo • Mensos: Bachtiar Chamsyah • Menag: Muhammad Maftuh Basyuni • Menbudpar: Jero Wacik, Mohammad Nuh (ad-interim) • Menkominfo: Sofyan Djalil, Mohammad Nuh • Mennegristek: Kusmayanto Kadiman • Menneg KUKM: Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu (ad-interim) • Menneg LH: Rachmat Witoelar • Menneg PP: Meutia Hatta • Menneg PAN: Taufiq Effendi, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim) • Menneg PDT: Saifullah Yusuf, Muhammad Lukman Edy, Djoko Kirmanto (ad-interim) • Menneg PPN/Kepala Bappenas: Sri Mulyani, Paskah Suzetta • Menneg BUMN: Soegiharto, Sofyan Djalil • Mennegpera: Muhammad Yusuf Asy'ari • Mennegpora: Adhyaksa Dault • Jaksa Luhur: Abdul Rahman Saleh, Hendarman Supandji • Panglima TNI: Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Djoko Santoso • Kapolri: Da'i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri

 

Sekretaris Kabinet: Sudi Silalahi


edunitas.com


Page 16

Fahmi Idris (kelahiran di Jakarta, 20 September 1943) adalah seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih dijadikan anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI.

Latar balik

Fahmi merupakan putra dari pasangan perantau Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan kemahasiswaan sempat dia sandang, selang lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).

Bisnis

Fahmi memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kesudahan bersama para eksponen 1966, dia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, dia duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup luhur. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.[1] Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.[2]

Politik

Pada tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Dia langsung ikut mengadakan kampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di Sumatera Barat. Pada tahun 1998-2004, dia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta. Dia kesudahan dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun yang sama. Pada tahun 2004, dia sempat dipecat dari keanggotaan Golkar, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi malah mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Sesudah pasangan ini terpilih, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja, sebelum hasilnya di kocok ulang dijadikan Menteri Perindustrian. Namanya direhabilitasi, dan ketua umum Jusuf Kalla menariknya kembali masuk partai. Selain duduk di berbagai jenis jabatan profesi dan bisnis, kini dia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Keluarga

Fahmi Idris menikah dengan Kartini, putri seorang ulama terkenal asal Banjar, Hasan Basri. Dari pernikahannya, dia dikaruniai dua orang putri. Keduanya, Fahira Fahmi Idris dan Fahrina Fahmi Idris, mengikuti jejak ayahnya dijadikan seorang pengusaha. Kini Fahira menjabat sebagai Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau.[3] Sedangkan Rina terpilih sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.[4]

Catatan kaki

Tautan luar

Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009)

 

Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono | Wakil Presiden: Muhammad Jusuf Kalla

 

Menko Polhukam: Widodo Adi Sutjipto • Menko Perekonomian: Aburizal Bakrie, Boediono, Sri Mulyani (Plt.) • Menko Kesra: Alwi Shihab, Aburizal Bakrie • Mensesneg: Yusril Ihza Mahendra, Hatta Rajasa • Mendagri: Mohammad Ma'ruf, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim), Mardiyanto • Menlu: Hassan Wirajuda • Menhan: Juwono Sudarsono • Menkumham: Hamid Awaluddin, Andi Matalatta • Menkeu: Jusuf Anwar, Sri Mulyani • Menteri ESDM: Purnomo Yusgiantoro • Menperin: Andung A. Nitimiharja, Fahmi Idris • Mendag: Mari Elka Pangestu • Mentan: Anton Apriyantono • Menhut: M. S. Kaban • Menhub: Hatta Rajasa, Jusman Syafii Djamal • Menteri KP: Freddy Numberi • Mennakertrans: Fahmi Idris, Erman Soeparno • Menteri PU: Djoko Kirmanto • Menkes: Siti Fadilah Supari • Mendiknas: Bambang Sudibyo • Mensos: Bachtiar Chamsyah • Menag: Muhammad Maftuh Basyuni • Menbudpar: Jero Wacik, Mohammad Nuh (ad-interim) • Menkominfo: Sofyan Djalil, Mohammad Nuh • Mennegristek: Kusmayanto Kadiman • Menneg KUKM: Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu (ad-interim) • Menneg LH: Rachmat Witoelar • Menneg PP: Meutia Hatta • Menneg PAN: Taufiq Effendi, Widodo Adi Sutjipto (ad-interim) • Menneg PDT: Saifullah Yusuf, Muhammad Lukman Edy, Djoko Kirmanto (ad-interim) • Menneg PPN/Kepala Bappenas: Sri Mulyani, Paskah Suzetta • Menneg BUMN: Soegiharto, Sofyan Djalil • Mennegpera: Muhammad Yusuf Asy'ari • Mennegpora: Adhyaksa Dault • Jaksa Luhur: Abdul Rahman Saleh, Hendarman Supandji • Panglima TNI: Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Djoko Santoso • Kapolri: Da'i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri

 

Sekretaris Kabinet: Sudi Silalahi


edunitas.com


Page 17

Tags (tagged): fahmi idris, dokter, unkris, fahmi, idris, ridho fachri m, rizqy fachri, m, rifa rahma a, orang tua, h, pengurus pusat dewan, masjid indonesia, 2012, 20 ketua, ui, pada 1998, itu, selanjutnya menjadi pegawai, negeri sipil, tidak, dikeluarkan 3 karier, pendidikan karier, center, of studies masyarakat, ui referensi, antara, fahmi idris jadi, program kuliah, pegawai, kelas weekend, center of studies, kelas eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 18

Fahmi Idris (lahir di Palembang, 1 Februari 1968) yaitu seorang dokter dan aktivis Indonesia. Beliau dikenal sebagai direktur Asuransi Kesehatan Indonesia, sebelum akhirnya berproses dan berganti nama dibuat menjadi BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014 nanti.[1] Di sisi lain, dirinya juga terlibat aktif dalam organisasi sosial maupun keagamaan. Fahmi tercatat juga sebagai Ketua Majelis Pimpinan Pusat ICMI (2011–2016), pengurus pusat Dewan Masjid Indonesia (2012–2017), dan Ketua Koordinator Panti Asuhan/Majelis Taklim di bawah Yayasan HM Ali Agam (2006–saat ini).[2]

Kehidupan pribadi

Sesudah lulus Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) pada 1993 dia langsung mempraktekkan ilmunya di daerah kecil Sumatera Selatan. Dua tahun akhir, beliau menjabat Kepala Puskesmas Makarti Jaya, Sungsang di Sumsel. Kemudian, lulusan terbaik pascasarjana program Ilmu Kesehatan Masyarakat UI pada 1998 itu, berikutnya dibuat menjadi pegawai negeri sipil sebagai staf pengajar di Universitas Sriwijaya.

Pada tahun 2010 Fahmi Idris sempat digadang-gadang dibuat menjadi wakil dari Menteri Kesehatan masa itu, Endang Rahayu. Fahmi sudah menjalani uji kelayakan sebagai wakil menteri, akan tapi karena salah satu syarat wakil menteri yaitu setidaknya pernah satu kali menguasai jabatan dengan pangkat eselon 1A di Departemen Kesehatan, karenanya keputusan presiden tak dapat dikeluarkan.[3]

Karier dan pendidikan

Karier:

  • 1997–sekarang  : Dosen FK UNSRI
  • 2006-2009  : Ketua Ikatan Dokter Indonesia
  • 2007–2011  : Dewan Pengawas RS Moh. Husin Palembang (BLU)
  • 2008–sekarang  : Dewan Komisaris PT Askes (Persero)
  • 2009–2011  : Wakil Ketua Komite Audit PT Askes (Persero)
  • 2013–2018  : Dirut PT Askes (Persero)

Pendidikan:

  • 1986–1993  : Fakultas Kedokteran Unsri
  • 1996–1998  : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana UI
  • 1998–2003  : Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat UI

Pustaka


edunitas.com


Page 19

Tags (tagged): fahmi idris, dokter, unkris, fahmi, idris, asuransi kesehatan indonesia, sebelum akhirnya, berganti, agam 26 saat, 2 kehidupan, pribadi, setelah lulus, sebagai, staf pengajar, universitas, sriwijaya pada tahun, tidak dikeluarkan, 3, karier pendidikan karier, pusat ilmu, pengetahuan, masyarakat program pascasarjana, ui 1998, 23, doktor fahmi idris, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, pusat, ilmu, kelas eksekutif, ensiklopedi bahasa, indonesia, ensiklopedia


Page 20

Tags (tagged): fahmi idris, dokter, unkris, fahmi, idris, ridho fachri m, rizqy fachri, m, rifa rahma a, orang tua, h, pengurus pusat dewan, masjid indonesia, 2012, 20 ketua, ui, pada 1998, itu, selanjutnya menjadi pegawai, negeri sipil, tidak, dikeluarkan 3 karier, pendidikan karier, pusat, ilmu pengetahuan masyarakat, ui referensi, antara, fahmi idris jadi, program kuliah, pegawai, kelas weekend, pusat ilmu pengetahuan, kelas eksekutif, ensiklopedi, bahasa indonesia, ensiklopedia


Page 21

Tags (tagged): unkris, dokter, berarti, guru, seseorang karena keilmuannya, tidak semua, orang, menyembuhkan penyakit disebut, pendidikan pelatihan, khusus, mempunyai gelar, indonesia idi, pengurus, besar ikatan dokter, indonesia, pusat, ilmu, pengetahuan dokter spesialis, tht kl, perhati kl edunitas, dokter pusat, pengetahuan, program kuliah, pegawai, kelas weekend, pusat ilmu, kelas eksekutif, ensiklopedi, bahasa indonesia, ensiklopedia


Page 22

Tags (tagged): unkris, dokter, berarti, guru, seseorang karena keilmuannya, tidak semua, orang, menyembuhkan penyakit disebut, pendidikan pelatihan, khusus, mempunyai gelar, indonesia idi, pengurus, besar ikatan dokter, indonesia, pusat, ilmu, pengetahuan dokter spesialis, tht kl, perhati kl edunitas, dokter pusat, pengetahuan, program kuliah, pegawai, kelas weekend, pusat ilmu, kelas eksekutif, ensiklopedi, bahasa indonesia, ensiklopedia


Page 23

Tags (tagged): unkris, doctor, berarti, guru, seseorang karena keilmuannya, tidak semua, orang, menyembuhkan penyakit disebut, pendidikan pelatihan, khusus, mempunyai gelar, dokter, indonesia idi, pengurus, besar ikatan dokter, indonesia, center, of, studies dokter spesialis, tht kl, perhati kl edunitas, doctor center, studies, program kuliah, pegawai, kelas weekend, center of, kelas eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 24

Tags (tagged): unkris, doctor, berarti, guru, seseorang karena keilmuannya, tidak semua, orang, menyembuhkan penyakit disebut, pendidikan pelatihan, khusus, mempunyai gelar, dokter, indonesia idi, pengurus, besar ikatan dokter, indonesia, center, of, studies dokter spesialis, tht kl, perhati kl edunitas, doctor center, studies, program kuliah, pegawai, kelas weekend, center of, kelas eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 25

Tags (tagged): ill, unkris, kesehatannya terganggu penyakit, proses fisik, itu, beda seseorang agak, merasa sehat, tidak, ada, sehat mengidap, penyakit namun, jika, merasa sepenuhnya, stroke, fatal meskipun, masih, merasa sehat model, center of, studies, kesehatan pengaruh sakit, terhadapnya disebut, sakit, program, kuliah, pegawai, kelas weekend, center, of studies, kelas, eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 26

Bukan merupakan usaha yang menonjol pada periode KH Fakih Usman dan KH AR Fachruddin adalah

Kapal jung Cina di Jepang, pada masa awal periode Sakoku (1644-1648, cetakan blok kayu Jepang).

Sakoku (鎖国, harfiah: negara terkunci / negara terrantai?) adalah kebijakan luar negeri Jepang, yang mengatur bahwa orang asing yang tidak diizinkan memasuki Jepang maupun warga Jepang tidak diizinkan meninggalkan Jepang, dengan ancaman hukuman mati. Kebijakan tersebut diputuskan ketika Keshogunan Tokugawa berada di bawah pimpinan Tokugawa Iemitsu, melalui sejumlah dekrit dan kebijakan yang dikeluarkan pada periode 1633-1639. Kebijakan tersebut tetap berlaku sampai dengan kedatangan Komodor Matthew Perry tahun 1853 dan pembukaan Jepang. Namun, warga Jepang sedang dilarang meninggalkan Jepang sehingga berlakunya Restorasi Meiji (1868).

Istilah Sakoku berasal dari karya sastra Sakoku-ron (鎖国論?), yang ditulis oleh Shitsuki Tadao pada tahun 1801. Shitsuki meciptakan kata tersebut ketika sedang menerjemahkan karya-karya Engelbert Kaempfer, pengelana Jerman ratus tahun ke-17, yang menuturkan kisah mengenai Jepang. Istilah yang sangat sering digunakan masa ini untuk merujuk kebijakan ini adalah kaikin (海禁, pembatasan laut?).

Di bawah kebijakan sakoku, Jepang sesungguhnya jauh dari keadaan benar-benar terisolasi. Sebaliknya, kebijakan ini adalah suatu sistem di mana peraturan-peraturan sempit diterapkan untuk perdagangan dan hubungan luar negeri oleh keshogunan, dan oleh domain-domain feodal tertentu (han) lainnya.

Kebijakan ini menetapkan bahwa satu-satunya pengaruh Eropa yang diizinkan masuk adalah pabrik (kantor dagang) Belanda di Dejima, Nagasaki. Demikian pula perdagangan dengan Cina juga ditangani di Nagasaki, dan perdagangan ini sangat penting untuk Jepang. Selain itu, perdagangan dengan Korea diterapkan melalui Domain Tsushima (sekarang bagian dari Prefektur Nagasaki), dengan Ainu melalui Domain Matsumae di Hokkaido, dan dengan Kerajaan Ryūkyū melalui Domain Satsuma (pada masa kini Prefektur Kagoshima). Selain melaksanakan hubungan komersial langsung dengan provinsi-provinsi di perbatasan, semua bangsa-bangsa yang diizinkan berdagang tersebut mengirimkan utusan pembawa upeti secara teratur untuk pusat keshogunan di Edo. Di masa para utusan sedang menempuh perjalanan melintasi Jepang, warga Jepang pun sekilas mampu melihat kebudayaan bangsa-bangsa asing tersebut.

Bacaan lanjutan

  • Hall, John Wesley. (1955) Tanuma Okitsugu: Foreruner of Modern Japan. Cambridge: Harvard University Press.

Tautan luar

  • Mahir Numismatik di Armada Komodor Perry (1853-54)

edunitas.com