Berikut ini yang bukan merupakan unsur kebahasaan teks cerpen adalah

Berikut ini yang bukan merupakan unsur kebahasaan teks cerpen adalah

Tujuan aktivitas pembelajaran pada bagian ini adalah peserta didik dapat menelaah unsur kebahasaan teks cerpen yang dibaca atau didengar.

Bahan bacaan yang terdapat pada bagian ini diperuntukkan demi kepentingan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang dipilih dalam Buku Guru Kurikulum 2013 yang disesuaikan dengan permendikbud No. 37 Tahun 2018 yaitu 3.6 Menelaah struktur dan aspek kebahasaan cerita pendek yang dibaca atau didengar.

Unsur kebahasaan teks cerpen

Unsur kebahasaan teks cerpen adalah unsur-unsur yang membangun teks tersebut. Beberapa unsur kebahasaan teks cerpen yang menonjol adalah sebagai berikut.

1.  Sudut pandang pencerita

Sudut pandang pencerita menjadi ciri kebahasaan khas cerpen. Sudut pandang atau (point of view) adalah cara penulis dalam menempatkan tokoh utama yang dituliskan dalam karyanya.

Terdapat beberapa jenis sudut pandang dalam cerpen, antara lain:

a. Sudut pandang orang pertama

Sudut pandang dalam cerpen yang menempatkan orang pertama sebagai pelaku utama biasanya menggunakan kata ganti orang pertama, yakni “aku” atau “saya” dalam ceritanya. atau juga menggunakan kata “kami” sebagai kata ganti orang pertama jamak.

Kedudukan “aku” atau “saya” atau “kami” sebagai kata ganti orang pertama  dalam suatu cerita bisa digolongkan menjadi dua, yaitu ialah cerita atau juga cerpen sudut pandang orang pertama pelaku utama dan sudut pendang orang pertama pelaku sampingan.

b. Sudut pandang orang ketiga

Pada sudut pandang orang ketiga, penulis berada ‘di luar’ isi cerita. Penulis hanya mengisahkan tokoh “dia” atau “ia” atau “nama dari si tokoh itu sendiri” di dalam ceritanya.

Kedudukan “dia” sebagai kata ganti orang ketiga dalam suatu sudut pandang orang ketiga bisa digolongkan menjadi beberapa bagian, diantaranya ialah sudut pandang orang ketiga serba tahu atau juga sudut pandang orang ketiga pelaku utama dan sudut pandang orang ketiga terbatas atau sudut pandang orang ketiga dari pelaku sampingan.

c. Sudut pandang orang kedua

Pada sudut pandang dalam cerpen yang menggunakan sudut pandang orang kedua, penulis menempatkan pembaca seolah-olah menjadi tokoh utama, di mana penulis terus menerus berkomunikasi dengannya.

d. Sudut Pandang Campuran

Penulis dapat juga menggabungkan antara sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Ada kalanya si penulis ‘masuk’ ke dalam cerita (bukan sebagai tokoh utama) dan ada kalanya ia berada di luar cerita menjadi orang yang serba tahu.

2.  Kata yang menunjukkan waktu kini atau lampau

Beberapa dialog dapat dimasukkan, menunjukkan waktu kini atau lampau.

3.  Pilihan kata atau diksi

Pilihan kata atau diksi sangatlah penting karena menjadi tolak ukur kualitas cerpen yang dihasilkan. Diksi menambah keserasian antara bahasa dan kosakata yang dipakai dengan pokok isi cerpen yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Kosakata Seorang penulis cerpen harus mempunyai banyak perbendaharaan kata. Pilihan kata benda yang bermakna kuat dan bermakna khusus.

Misalnya memilih kata beringin atau trembesi dibanding pohon.

4.  Ragam bahasa sehari-hari atau bahasa tidak resmi

Cerpen merupakan cerita fiksi bukan karangan ilmiah (nonfiksi) yang harus menggunakan bahasa resmi. Cerpen mengisahkan kehidupan sehari-hari. Kalimat ujaran langsung yang digunakan sehari-hari membuat cerpen terasa lebih nyata.

5.  Kalimat deskriptif

Kalimat deskriptif adalah kalimat yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu. Dalam cerpen, kalimat deskriptif digunakan untuk menggambarkan suasana, tempat, tokoh dalam cerita. Penggunaan kalimat deskriptif dapat membuat pembaca seakan melihat, mendengar, dan merasakan objek yang dideskripsikan. Baunya seperti apa? Apa yang bisa didengar? Terlihat seperti apa? Seperti apa rasanya? Dan lain-lain.

6.  Penggunaan majas (gaya bahasa)

Peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya. Majas disebut juga bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Terdapat sekitar enam puluh gaya bahasa, namun Gorys Keraf membaginya menjadi empat kelompok, yaitu majas perbandingan (metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis), majas pertentangan (hiperbola, litotes, ironi, satire, paradoks, klimaks, antiklimaks), majas pertautan (metonimis, sinekdoke, alusio, eufemisme, ellipsis), dan majas perulangan (aliterasi, asonansi, antanaklasis, anafora, simploke).

Berikut majas yang sering kita temui dalam cerpen.

a. Simile (perbandingan langsung)

Simile berasal dari bahasa latin yang berarti seperti. Majas simile adalah majas perumpamaan. Kata yang biasa digunakan dalam majas ini adalah seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, dan serupa. Majas simile digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan dengan mengkomparasikannya pada suatu hal lainnya.

Contoh:

  • Seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari katapel sambil menjerit sejadi-jadinya.
  • Seperti air di daun talas.
  • Umpama kucing dengan tikus.
  • Laksana air dengan minyak.

b. Metafora atau perbandingan tidak langsung atau tersembunyi

Metafora berasal dari bahasa Yunani yang berarti memindahkan. Majas metafora digunakan untuk membantu penulis menggambarkan hal-hal dengan jelas, dengan cara mengkomparasikan suatu hal dengan hal lainnya yang memiliki ciri-ciri dan sifat yang sama.

Contoh:

  • Dia memiliki hati batu.
  • Keras kepala seperti lembu.
  • Keberanian menjelma kata-kata.
  • Dewi malam telah keluar dari peraduannya (dewi malam = bulan).

c. Personifikasi atau benda mati yang dianggap seperti mahluk hidup.

Majas personifikasi adalah majas yang melekatkan sifat-sifat makhluk hidup pada benda yang tidak bernyawa.

Personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa yang mempersamakan benda-benda dengan manusia, punya sifat, kemampuan, pemikiran, perasaan, seperti yang dimiliki dan dialami oleh manusia.

Contoh:

  • Awan tertatih-tatih melintasi langit.
  • Kerikil di jalan tampak pucat sedih.
  • Angin bercakap-cakap bersama daun-daun, bunga-bunga, kabut dan titik embun.
  • Indonesia menangis, duka nestapa Aceh memeluk dengan erat sanubari bangsaku.

d. Hiperbola

Majas Hiperbola adalah majas yang digunakan untuk melebih-lebihkan sesuatu. Majas ini bertujuan untuk menekan, memperhebat, maupun memberikan kesan yang berlebihan.

Contoh:

  • Harga-harga barang kebutuhan pokok sudah meroket.
  • Mereka terkejut setengah mati mendengar kabar tersebut.

7.  Penggunaan pertanyaan retoris

Penggunaan pertanyaan retoris sebagai teknik melibatkan pembaca.

Contoh:

Pernahkah tinggal di rumah apung di sungai?

Lihat: LKPD Unsur Kebahasaan Teks Cerpen

Kunci jawaban

  1. A
  2. C
  3. D
  4. C
  5. A
  6. B
  7. A
  8. D
  9. A
  10. C
  11. A
  12. A
  13. C
  14. C
  15. A

Demikian, semoga bermanfaat!

Lihat: Materi Bahasa Indonesia Kelas 9 K-13 Edisi Revisi

Sumber:

Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas IX. Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan RI. Cetakan ke-2, 2018 (Edisi Revisi)

Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas IX. Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan RI. Cetakan ke-2, 2018 (Edisi Revisi)

Paket Unit Pembelajaran Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Melalui Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) Berbasis Zonasi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2019.