Aqiqah untuk diri sendiri apakah boleh

Jalur pertama sangat dha’if (sangat lemah), dan jalur inilah yang dinyatakan mungkar, batil, atau lemah, oleh ulama. Oleh karena itu kita dapatkan sebagian Ulama dan ustadz mendhai’ifkan hadits ini. Padahal jika mereka mendapatkan dan memperhatikankan jalur periwayatan lainnya, niscaya mereka akan menguatkannya.

Jalur yang lain hasan, sehingga hadits ini bisa dijadikan hujjah (pegangan). Oleh karena itu, sebagian ulama Salaf yang berpendapat dengan kandungan hadits ini dan mengamalkannya.

Syaikh al-Albani rahimahullah menjelaskan kedudukan hadits ini dengan panjang lebar dalam kitab beliau, Silsilah al-Ahadits as-Shahihah no. 2726. Inilah ringkasan dari penjelasan Syaikh al-Albani rahimahullah.

Hadits ini diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dengan dua jalur.

1. Dari Abdullah bin Muharrar, dari Qatadah, dari Anas bin Malik.
Diriwayatkan oleh Abdur Rozzaq dalam al-Mushannaf 4/329/7960, Ibnu Hibban dalam adh-Dhu’afa 2/33, al-Bazzar dalam Musnadnya 2/74/1237 Kasyful Astar ; dan Ibnu Adi dalam al-Kamil lembaran ke 209/1. Jalur ini juga disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam biografi Abdullah bin Muharrar di dalam kitab al-Mizan. Dalam at-Talkhis (4/147) al-Hafizh ibnu Hajar menisbatkan riwayat ini kepada al-Baihaqi.

Jalur ini sangat dha’if karena perawi yang bernama Abdullah bin Muhrarrar adalah sangat dha’if.

2. Dari al-Haitsam bin Jamil ; dia berkata, Abdullah bin al-Mutsanna bin Anas menuturkan kepada kami, dari Tsumamah bin Anas, dari Anas bin Malik.
Jalan periwayatan ini diriwayatkan oleh ath-Thahawi dalam kitab Musykilul Atsar 1/461, ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath 1/55/2, no. 976 dengan penomoran syaikh al-Albani ; Ibnu Hazm dalam al-Muhalla 8/321, adh-Dhiya al-Maqdisi dalam al-Mukhtarah lembaran 71/1. Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Ini sanadnya hasan. Para perawinya dijadikan hujjah oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahîhnya, selain al-Haitsam bin Jamil, dan dia ini tsiqah (terpercaya) hafizh (ahli hadits), termasuk guru Imam Ahmad”.

Baca Juga  Ini Adalah Kurbanku dan Kurban dari Umatku yang Belum Berkurban

Di antara ulama Salaf yang menerima kandungan hadits ini adalah Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah . Beliau berkata:

«لَوْ أَعْلَمُ أَنَّهُ لَمْ يُعَقَّ عَنِّي لَعَقَقْتُ عَنْ نَفْسِي»

“Jika aku tahu bahwa aku belum diaqiqahi, sungguh aku pasti akan mengaqiqahi diriku sendiri”. [Mushannaf Abdur Razzaq, no. 24236; dishahihkan syaikh Albani dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah no. 2726]

Demikian juga imam Al-Hasan Al-Bashri, beliau berkata:

إذَا لَمْ يُعَقَّ عَنْك فَعُقَّ عَنْ نَفْسِك وَإِنْ كُنْت رَجُلًا

“Jika engkau belum diaqiqahi, maka lakukan aqiqah untuk dirimu sendiri, walaupun engkau sudah menjadi lelaki dewasa”. [Al-Muhalla bil Atsâr, 6/240; karya Ibnu Hazm; dihasankan syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah no. 2726]

Kesimpulannya : Orang yang tidak diaqiqahi sewaktu kecil disunahkan untuk mengaqiqahi dirinya di waktu dewasa.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

Ust, dulu wkt kecil orang tua kami blm mampu membeli kambing utk akikah. Dan skrg alhamdulillah kami ada kemampuan utk menunaikan amanat akikah trsbt. Bolehkah kami akikah utk diri sendiri?

Jawaban:

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah wal hamdulillah was sholaatu was salaamu ‘ala rasulillah wa ba’du.

Pada asalnya yang bertanggung jawab menunaikan akikah anak adalah ayahnya. Ibu, saudara/i kandung, atau paman dan kerabat lainnya tidak dibebani oleh syariat untuk penunaian akikah anak.

Tanggungan akikah pada ayah tidaklah gugur meskipun si anak sudah baligh. Jika saat balita dulu ayah belum mampu menunaikan akikah anak maka ayah tetap dianjurkan menunaikannya kapanpun ia mampu.

Kemudian terkait bagaimana jika ayah tidak juga mampu, apakah boleh si anak mengakikahi dirinya sendiri? Mengingat motivasi Rasulullah dalam perintah akikah sangat kuat.

Dari Sahabat Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

“Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dinilai shahih oleh al-Albani)

Ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini. Namun pendapat yang kuat dalam hal ini -wallahu a’lam- anak boleh mengakikahi dirinya sendiri. Karena status anak yang belum diakikahi adalah tergadai sebagaimana yang tersebut dalam hadis. Dan setiap orang berhak melepaskan gadaiannya.

Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan dalam kitab Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud,

الفصل التاسع عشر : حكم من لم يعق عنه أبواه هل يعق عن نفسه إذا بلغ ، قال الخلال : باب ما يستحب لمن لم يعق عنه صغيرا أن يعق عن نفسه كبيرا

“Bab 19: Hukum mengakikahi diri sendiri setelah baligh karena belum mampu menunaikan akikahnya.”

Al-Kholal berkata, “Bab: Bagi yang belum diakikahi saat kecil, disunahkan menunaikan akikahnya sendiri setelah dewasa.”

Kemudian beliau menyebutkan sejumlah riwayat dari para ulama salaf yang mendukung kesimpulan tersebut.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menerangkan jawaban persoalan ini,

والقول الأول أظهر ، وهو أنه يستحب أن يعق عن نفسه ؛ لأن العقيقة سنة مؤكدة ، وقد تركها والده فشرع له أن يقوم بها إذا استطاع ؛ ذلك لعموم الأحاديث ومنها : قوله صلى الله عليه وسلم : ( كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى ) أخرجه الإمام أحمد ، وأصحاب السنن عن سمرة بن جندب رضي الله عنه بإسناد صحيح ، ومنها : حديث أم كرز الكعبية عن النبي صلى الله عليه وسلم: أنه أمر أن يُعق عن الغلام بشاتين وعن الأنثى شاة أخرجه الخمسة ، وخرج الترمذي وصحح مثله عن عائشة , وهذا لم يوجه إلى الأب فيعم الولد والأم وغيرهما من أقارب المولود

“Pendapat pertama lebih kuat, yaitu pendapat yang menyatakan seorang disunahkan mengakikahi dirinya sendiri. Karena akikah adalah ibadah yang hukumnya sunah muakkadah, yang belum mampu ditunaikan oleh ayahnya. Sehingga anak disunnahkan menunaikannya untuk dirinya jika ia mampu. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى

Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.”

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ash-Habus Sunan (empat kitab sunan: Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa-i, Sunan Ibnu Majah, pent).

Hadis lainnya yang mendukung kesimpulan ini, hadis dari Ummu Karzi Al-Ka’biyah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Bahwa beliau memerintahkan menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki. Dan seekor kambing untuk anak perempuan.”

Diriwayatkan oleh Al-Khomsah (lima perowi hadis: Ahmad, Abu Dawud, Nasa-i, dan Tirmidzi).

Hadis yang semakna riwayat Tirmidzi yang beliau shahihkan, dari Aisyah. Di hadis ini tanggung jawab tidak dikhususkan ditujukan kepada ayah saja. Sehingga berlaku umum, bisa ditunaikan anak itu sendiri, ibu, atau kerabat anak lainnya. (Majmu’ Fatawa Syekh Ibnu Baz (26/266)

Demikian yang dapat kami paparkan. Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bis showab.

***

Dijawab oleh: Ustadz Ahmad Anshori, Lc.

(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Quran Jogjakarta dan Pengasuh Thehumairo.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

🔍 Flek Coklat Sebelum Haid Bolehkah Shalat, Hadits Tentang Surat Al Waqiah, Hadits Tentang Surat Al Kahfi, Wali Anak Diluar Nikah, Darah Coklat Sebelum Haid, Doa Iktidal, Tulisan Allah Bergerak

Bagaimana hukumnya mengaqiqahi diri sendiri ketika sudah mampu?

Sebagian ulama berpendapat, tidak disunahkan bagi seseorang untuk mengakikahkan dirinya sendiri ketika sudah dewasa karena tidak ada dalil sahih yang menunjukkan disyariatkannya seseorang untuk mengakikahkan dirinya setelah dewasa.

Apakah aqiqah harus dari orang tua?

Anak tidak perlu melakukan aqiqah terhadap dirinya sendiri, tapi orang tua lah yang berkewajiban mengaqiqahi anaknya meskipun sudah dewasa.

Apa hukum aqiqah Setelah dewasa?

Ini Dia Hukum Aqiqah setelah Dewasa Aqiqah memang bisa dilakukan kapan saja. Sampai si orang tua mampu menyembelih kambing atau domba sesuai syarat. Dikutip dari Nahdlatul Ulama, hukum aqiqah berakhir ketika si anak sudah baligh atau dewasa.

Bolehkah melaksanakan aqiqah untuk diri sendiri jika dulu belum diaqiqahkan brainly?

Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diakikahi sama sekali, kemudian balig dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengakikahi dirinya sendiri."