Apa hukum islam tentang bermain saham

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya. Bicara soal saham, halal atau haram? Bisa jadi banyak dari kita masih bingung masalah kepastian hukumnya dalam islam. Kita tidak akan bisa mengerti dengan benar bagaimana hukumnya, maka kita ketahui terlebih dahulu apa itu saham? Saham adalah kepemilikan seseorang dalam suatu perusahaan. Yang diwujudkan dalam selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik lembar saham adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga ini. Sehingga seseorang yang membeli saham mereka dikatakan telah melakukan investasi pada perusahaan. Dalam islam, investasi merupakan tindakan bisnis yang halal dan dapat dibenarkan, selagi tata cara atau aturan sesuai yang diajarkan dalam Al- Qur’an dan hadist. Boleh saja melakukan transaksi jual beli saham, tetapi memang dasarnya perusahaannya ada, produknya ada, bukan hanya sekedar simbolik. Jika hanya sekedar simbolik tidak diperbolehkan. Membeli saham dalam islam dibolehkan, jika itu real. Ajaran islam melarang transaksi yang tidak kelihatan. Jadi sistem itu ada syarat sendiri, yaitu sistemnya jauh dari manipulasi, kezhaliman, dan riba. Produknya pun juga begitu, jauh dari bahan yang haram Jadi transaksi jual beli yang dilakukan dengan syar’i hukumnya halal, termasuk ketika kita berinvestasi pada bisnis jual beli produk atau jasa.

Adapun menurut pendapat Dr. Wahbah al Zuhaili dalam Al Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu “Bermuamalah dengan melakukan kegiatan transaksi atas saham hukumnya adalah boleh, karena si pemilik saham adalah mitra dalam perseroan sesuai dengan saham yang dimilikinya. “

“Bermusahamah (saling bersaham) dan bersyarikah (kongsi) dalam bisnis atau perusahaan tersebut serta menjualbelikan sahamnya, jika perusahaan itu dikenal serta tidak mengandung ketidakpastiaan dan ketidakjelasan yang signifikan, hukumnya boleh. Hal itu disebabkan karena saham adalah bagian dari modal yang dapat memberikan keuntungan kepada pemiliknya sebagai hasil dari usaha perniagaan dan manufaktur. Hal itu hukumnya halal tanpa diragukan. ” Apakah semua saham halal? Ya, semua saham halal. Walaupun dikatakan saham halal, tapi bisa juga perusahaan yang menerbitkan saham itu tidak halal. Dalam pasar modal, biasanya saham yang dikatakan haram dibahasakan dengan “ saham konvensional” sedangakan untuk saham yang halal dibahasakan dengan “ saham syariah”. Jadi jika kita memilih saham halal kita harus memilih akun syariah. Saham yang halal adalah kegiatan bisnisnya tidak bertentangan dengan syariat islam. Adapun produknya, cara menjual atau metode transaksinya dan sebagainya.

Jakarta -

Pertanyaan dari pembaca: Sekarang ini sudah ramai orang main saham, apalagi sudah banyak aplikasi di HP yang mendukung. Nah, pertanyaan saya, apakah main saham itu dosa?

Jawaban:

Investasi di pasar modal sudah semakin dikenal oleh masyarakat luas. Namun tidak sedikit dari masyarakat yang alergi investasi saham, salah satu alasannya tidak sesuai syariat Islam dan lain sebagainya.

Jika dihadapkan dengan ketentuan syariat, tentu banyak masyarakat yang takut untuk masuk pasar modal karena khawatir berdosa jika berinvestasi di saham.

Padahal Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa investasi saham itu halal. Hingga saat ini sudah ada 17 fatwa DSN-MUI yang dikeluarkan berhubungan dengan pasar modal khususnya syariah.

Ada 3 fatwa yang menjadi dasarnya, yakni:

- Fatwa DSN-MUI No: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa dana Syariah

- Fatwa DSN-MUI No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.

- Fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.

Meski begitu ada hal yang juga menjadi sorotan. DSN MUI menegaskan bahwa transaksi margin dan short selling bertentangan dengan syariat Islam sehingga dicap haram.

Transaksi margin adalah transaksi pembelian efek untuk kepentingan nasabah yang dibiayai oleh perusahaan efek atau broker.

Sedangkan short selling merupakan aktivitas pinjam-meminjam saham. Investor bisa meminjam saham untuk dijual, kemudian berjanji untuk membelinya kembali di kemudian hari.

Investor yang melakukan aktivitas itu bertujuan mengambil untung dari penurunan nilai saham. Peluangnya dia bisa menjual saham yang dipinjam itu di level tinggi, jika saham itu kemudian harganya turun dia mendapat untung karena membelinya kembali di level rendah.

Buat detikers yang punya pertanyaan seputar ekonomi, bisnis, duit, utang, saham, uang kripto, KPR, dan masalah seputar keuangan lainnya bisa kirim pertanyaan ke redaksi@detikFinance (pakai subjek email: Tanya Finance) nanti redaksi akan coba jawab sebaik-baiknya.

Simak Video "Pemerintah Diminta Atur Kriteria Pembicara Saham"



(das/ang)

Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO

Belakangan banyak publik figur Tanah Air yang merekomendasikan saham perusahaan tertentu dengan memamerkan keuntungan yang menggiurkan. Sebut saja Raffi Ahmad, Ari Lasso, hingga Kaesang Pangarep.

Investasi saham memang banyak dilirik karena berpotensi menambah pundi-pundi kekayaan dalam jumlah cukup besar meskipun risikonya juga tidak kecil.

Yang dimaksud investasi saham adalah kepemilikan melalui pembelian atau akuisisi lembar saham usaha perseorangan atau instansi yang dikomersilkan ke pasar saham.

Keuntungan bergantung pada fluktuasi nilai saham dari badan usaha yang dimiliki. Adapun wujud saham adalah lembar surat berharga yang menjadi tanda dari penyertaan modal pada perusahaan.

Indonesia sendiri telah memiliki undang-undang yang mengatur saham. Namun bagaimana sebenarnya hukum saham dalam pandangan Islam?

Terdapat perdebatan mengenai penetapan hukum saham dalam Islam. Mengutip dari Ensiklopedi Hukum Islam, dalam literatur fiqih, saham diambil dari istilah musahamah yang berasal dari kata sahm yang berarti saling memberikan saham atau bagian.

Melansir dari jurnal Islamic Equity Market karya Rahmani Timorita Yulianti, dalam akad ini tujuan pembeli saham adalah untuk menerima pengembalian sesuai dengan persentase modalnya apabila perusahaan mengalami keuntungan. Sebaliknya, jika perusahaan mengalami kerugian, pemilik saham ikut menanggung kerugian sesuai dengan persentase modalnya.

Oleh sebab itu musahamah diklasifikasikan oleh ahli fiqih modern sebagai salah satu bentuk syirkah (perserikatan dagang).

Ilustrasi saham. Foto: Pixabay

Saham merupakan bentuk instrumen bisnis yang diperbolehkan dalam pandangan hukum Islam selama memenuhi syarat. Salah satunya yaitu saham yang diperdagangkan tidak berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha haram. Misalnya produksi minuman keras, industri kasino, prostitusi, dan lain sebagainya.

Selain itu terdapat kelompok yang memperbolehkan dengan syarat tidak ada riba dalam syirkah dan penggunaan harta syirkah tidak untuk keperluan yang diharamkan. Kelompok ini diwakili oleh ‘Ali Al–Khafif, ‘Abdul Aziz Al-Khiyath, dan Sholeh Marzuki.

Hukum Jual Beli Saham Adalah Haram Mutlak

Meski demikian, terdapat pula kelompok yang berargumen bahwa jual beli saham adalah haram secara mutlak, meskipun yang mengeluarkan saham merupakan perusahaan yang bergerak di bidang halal. Salah satu tokoh yang mengutarakan pendapat ini adalah Taqiyuddin an-Nabhani.

Alasannya adalah karena bentuk badan usaha Perseroan Terbatas atau PT tidak Islami. Salah satu hal yang dibahas adalah mengenai masalah ijab qabul di mana PT tidak memiliki ijab dan qobul seperti pada masalah syirkah.

Transaksi di Pasar Modal yang Diperbolehkan MUI

Label halal MUI. Foto: halalmui.org

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.

Dalam fatwa tersebut, tertulis bahwa transaksi pasar modal yang diperbolehkan oleh syariah haruslah mengindari hal-hal berikut:

  1. Perdagangan atau transaksi dengan penawaran dan/atau permintaan palsu.

  1. Perdagangan atau transaksi yang tidak disertai dengan penyerahan barang dan/atau jasa.

  1. Perdagangan atas barang yang belum dimiliki.

  1. Pembelian atau penjualan atas efek yang menggunakan atau memanfaaatkan informasi orang dalam dari emiten atau perusahaan publik.

  1. Transaksi marjin atas efek syariah yang mengandung unsur bunga (riba).

  1. Perdagangan atau transaksi dengan tujuan penimbunan (ihtikar).

  1. Melakukan perdagangan atau transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

  1. Transaksi lain yang mengandung unsur spekulasi (gharar), penipuan (tadlis) termasuk menyembunyikan kecacatan (ghisysy), dan upaya untuk mempengaruhi pihak lain yang mengandung kebohongan (taghrir).