Tokoh berikut ini yang menentang sistem tanam paksa adalah

Siapa saja tokoh-tokoh yang menentang sistem tanam paksa? Pelaksanaan Cutuurstelsel (kultivasi) atau lazim disebut sistem tanam paksa merupakan kebijakan yang mewajibkan setiap desa untuk menanam komoditas utama bagi perdagangan ekspor pemerintah Hindia-Belanda seperti kopi, tarum dan tebu. Jumlah tanaman wajib yang ditanam tersebut sebesar 20% dari luas tanah, sementara hasilnya wajib dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah ditentukan.

Namun perlu kalian ketahui, ada beberapa tokoh yang mentang kebijakan sistem tanam paksa ini yang pelaksanaannya benar-benar merugikan petani, pemilik tanah dan hanya menguntungkan pihak kolonial untuk menutupi kekosongan khas Belanda. Beberapa aturan dibuat untuk pelaksanaan sistem paksa, namun tidak sedikit dalam pelaksanaannya menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, mengakibatkan kelaparan menyebar ke seluruh pelosok negeri, contohnya di Demak, Grobogan dan lain-lain. Berikut ini 3 tokoh penentang sistem tanam paksa yang wajib anda ketahui.

Baca Juga : Sejarah Berdirinya VOC di Indonesia

Tokoh berikut ini yang menentang sistem tanam paksa adalah

Tokoh pertama penentang pelaksanaan sistem tanam paksa adalah Eduard Douwes Dekker, penulis terkenal kelahiran Amsterdam tanggal 3 Maret 1820. Ia melakukan kritikan terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa melalui bukunya berjudul "Max Havelar", isinya berkaitan dengan penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa dan perlakuan buruk penjajah terhadap orang-orang pribumi. Douwes Dekker pertama kali datang ke Batavia pada tahun 1839, pada perkembangan selanjutnya ia bekerja sebagai pegawai negeri di badan pengawasan keuangan Batavia. Beberapa karya lain yang cukup terkenal seperti Onafgewerkte Blaadjes, Causerieen dan De Eerloze.

Tokoh berikut ini yang menentang sistem tanam paksa adalah

Tokoh kedua penentang kebijakan sistem tanam paksa yaitu Wolter Robert Van Hoevell, pria Belanda kelahiran Deventer tanggal 15 Juli 1812. Van Hoevel adalah seorang politikus sekaligus penulis Belanda yang pernah menjabat sebagai menteri selama 11 tahun di Hindia Belanda (Indonesia saat itu). Bentuk penentangan yang ia lakukan yakni dengan melontarkan protes keras terhadap penerapan tanam paksa melalui parlemen Belanda saat menjabat sebagai anggota parlemen pada tahun 1849-1862.

Tokoh berikut ini yang menentang sistem tanam paksa adalah

Tokoh ketiga penentang sistem tanam paksa bernama Conrad Theodore Van Deventer, ia merupakan seorang ahli hukum Belanda sekaligus pelopor Politik Etis (balas budi). Seruan yang dilakukan Van Deventer ditujukan kepada pemerintah Belanda agam mau membalas budi terhadap rakyat Indonesia, pemikiran (gagasannya) terkenal dengan nama Trilogy Van De Venter meliputi irigasi, edukasi dan emigrasi. Lalu, pada tahun 1899 ia menulis dalam salah satu majalah Belanda dengan judul Een Ereschuld artinya Hutang Kehormatan. Isinya menjelaskan kepada publik Belanda bagaimana mereka menjadi kaya dan makmur berkat kolonialisme di Hindia-Belanda (Indonesia), sementara daerah jajahannya miskin dan terbelakang, maka dari itu sudah sepantasnya jika kekayaan dikembalikan (balas budi).

Nah itulah 3 tokoh penentang pelaksanaan Sistem Tanam Paksa yang dilakukan oleh Belanda melalui pemerintah Hindia-Belanda di Indonesia. Semoga berguna dan bermanfaat bagi pembaca, kurang lebihnya mohon maaf dan jangan lupa baca artikel menarik lainnya terkait dengan sistem tanam paksa. Terima kasih.

Rekomendasi Artikel untuk Anda, Baca Juga :

Share ke teman kamu:

Tags :

Sapa saja tokoh-tokoh penentang sistem tanam paksa? Cultuurstelsel adalah istilah resmi pengganti cara produksi yang tradisional, dengan cara produksi yang rasional. Sebutan lainnya yaitu Culture System dan Cultivation System. Sementara "Tanam Paksa" merupakan istilah yang dibuat oleh orang-orang yang anti Cultuurstelsel. Tokoh penentang tanam paksa atau anti terhadap kebijakan tersebut berasal dari Indonesia dan juga Belanda.

Tokoh penentang sistem tanam paksa berasal dari golongan liberal dan pendeta. Kenapa para tokoh-tokoh tersebut anti terhadap kebijakan cultuurstelsel? karena dalam pelaksanaannya menggunakan cara-cara paksaan sementara aturan dan ketentuan yang sudah disepakati dilanggar oleh pihak Belanda. Berikut ini beberapa rangkuman materi seputar sistem tanam paksa yang wajib kalian ketahui :

Baca :

Tokoh berikut ini yang menentang sistem tanam paksa adalah
Baron Van Hovel
Setelah VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799, wilayah Nusantara (Indonesia) kemudian dijajah oleh bangsa Inggris selama 5 tahun (1811-1816). Kemudian setelah itu, Indonesia kembali dalam kekuasaan pemerintah Belanda. Nah pada saat inilah kebijakan tanam paksa mulai dilakukan.

Bagi Indonesia, abad ke 19 adalah abad Culturtstelsel meskipun pelaksanaan sistem exploitasi ini tidak berlangsung penuh selama 100 tahun, melainkan hanya 40 tahun saja yaitu dari 1830 hingga 1870. Sistem tanam paksa dianggap sebagai kebalikan dari VOC :

  1. Cultuurstelsel merupakan kegiatan negara di bidang ekonomi, jadi bersifat merkantilitis (ekonomi merupakan urusan negara).
  2. Pemerintah Belanda dengan alat-alatnya ikut campur dalam masalah produksi.
  3. Aktif mengikuti kegiatan sampai ke pedalaman.
  4. Penggunaan uang sebagai alat tukar makin merata sampai ke pelosok-pelosok.

Kemudian bagi bangsa Indonesia Tanam Paksa dan VOC dirasakan sama saja. Karena orang Indonesia tetap sengsara, bahkan ada yang lebih sengsara dari pada di masa VOC. Tujuannya praktis sama, yaitu Indonesia harus dijadikan lembu perahan bagi Nederland. Maka dari itu banyak tokoh yang menentang dalam pelaksanaannya. Adapun tokoh penentang tanam paksa adalah sebagai berikut.

Berikut ini tokoh-tokoh penentang kebijakan sistem tanam paksa dari pihak Belanda.

Tokoh pertama adalah Baron Van Hovel. Ia merupakan penentang sistem tanam paksa dari Belanda. Van Hovel adalah seorang pendeta yang menjabat sebagai anggota parlemen di Belanda. Ia bersama kelompoknya secara tegas menolak kebijakan dan berusaha untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia.

Tokoh penentang tanam paksa dari Belanda kedua adalah Eduard Dous Dekker. Ia merupakan penulis terkenal berasal dari Belanda. Kritikan terhadap kebijakan Cultuurstelsel ia lakukan dengan menciptakan buku berjudul "Max Havelar", isinya berkaitan dengan perlakukan buruk dan penderitaan rakyat Indonesia akibat adanya kebijakan pemerintah Hindia Belanda.

Tokoh berikut ini yang menentang sistem tanam paksa adalah
Eduard Dous Dekker.

Baca Juga : Hak Istimewa VOC

Tokoh ketiga yaitu bernama Frans Van De Pute. Ia menunjukkan sikpanya terhadap kebijakan tanam paksa dalam bukunya berjudul Sulker Constracten, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti "Kontrak Gula". Ia bersama dengan  Douwes Dekker merupakan tokoh penentang tanam paksa dari golongan liberal.

Keempat adalah Van De Venter. Ia merupakan salah satu penentang sistem tanam paksa dan pencetus Politik Etis (politik balas budi). Buah hasil pemikirannya terkenal dengan sebutan Trilogy Van De Venter yang meliputi Irigasi, Edukasi dan Emigrasi.

Beliau beranggapan bahwa negaranya menjadi kaya dan makmur berkat kolonialisme di Hindia Belanda (Indonesia), sementara daerah jajahan miskin dan terbelakang. Maka dari itu, pihak pemerintah Belanda sepantasnya untuk melakukan balas budi bagi masyarakat Indonesia.

Selain keempat tokoh diatas, masih ada 3 tokoh penentang sistem tanam paksa lainnya, seperti Dr. W. Bosch, L. Vitalis dan P. Markus. Ketiga tokoh tersebut merupakan sama-sama berasal dari Belanda.

Artikel Terkait :

Demikian pembahasan singkat mengenai 7 Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa. Semoga dengan membaca ulasan diatas dapat menambah pemahaman kalian tentang sejarah Indonesia. Baca juga artikel menarik dan informatif lainnya. Terima kasih.

Share ke teman kamu:

Tags :

Illustrasi Tokoh Belanda yang Menentang Sistem Tanam Paksa Pada Masa Penjajahan. Sumber: www.unsplash.com

Dalam sejarah masa penjajahan, tepatnya pada tahun 1830, Indonesia melalui periode tanam paksa atau Cultuurstelsel. Kebijakan ini dkeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch dari VOC. Namun ternyata, tak semua orang Belanda mendukung kegiatan tanam paksa ini. Tokoh belanda yang menentang sistem tanam paksa adalah Baron van Hoevell, Douwes Dekker, dan Fransen De Putte. Seperti apa sosok mereka?

Sejarah Sistem Tanam Paksa

Pada tahun 1834 lahirlah Lembaran Negara tahun 1834 Nomor 22 yang mengatur mengenai ketentuan sistem tanam paksa. Pada dasarnya sistem ini memaksa setiap desa untuk menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor seperti kopi, tebu, dan indigo.

Menurut buku Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa (2014:68) karya Jan Breman, tuntutan VOC kepada petani ini juga ditambah dengan kewajiban menyetorkan biji kopi ke gudang VOC dengan bayaran yang sudah ditetapkan oleh VOC. Monopoli dagang dari VOC juga melarang orang luar khususnya pedagang Cina untuk masuk ke wilayah-wilayah tanam paksa tersebut.

Illustrasi Tokoh Belanda yang Menentang Sistem Tanam Paksa Pada Masa Penjajahan. Sumber: www.unsplash.com

Tokoh Belanda yang Menentang Sistem Tanam Paksa

Tak semua orang Belanda mendukung kebijakan tanam paksa. Terdapat beberapa tokoh Belanda yang menolak kebijakan tanam paksa ini karena dianggap tidak humanis, di antaranya Baron van Hoevell, Fransen de Putte, dan Eduard Douwes Dekker.

Douwes Dekker bisa dibilang adalah salah satu tokoh Belanda yang terkenal menentang sistem tanam paksa. Pada tahun 1860, dengan menggunakan nama samaran Multatuli, Douwes Dekker mengarang buku berjudul Max Havelaar.

Buku tersebut berisi tuntutan kepada pemerintah Belanda untuk lebih memperhatikan kehidupan bangsa Indonesia dengan memberikan pendidikan yang layak, membangun saluran pengairan, serta memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya.

Fransen de Putte merupakan tokoh liberal Belanda yang gencar menyerang sistem kolonial yang mengeksploitasi sumber daya manusia di Indonesia dengan cara kerja paksa. Beliau menulis buku yang berjudul Suiker Contracten sebagai protesnya terhadap kegiatan tanam paksa.

Melalui parlemen Belanda, Fransen de Putte juga terus berupaya menghapus berbagai pelanggaran dan aturan pemerintah Belanda yang dianggap merugikan orang Indonesia.

Baron van Hoevell adalah salah satu tokoh Parlemen Belanda yang juga menganggap kebijakan pemerintah Belanda tidak pro-rakyat. Bersama dengan Fransen de Putte, Baron berupaya menghapuskan sistem tanam paksa melalui parlemen, dan tidak berhenti berjuan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia meskipun ia sempat diusir oleh Pemerintah Belanda.

Itulah sejarah beberapa tokoh Belanda yang menentang sistem tanam paksa di Indonesia. Semoga informasi ini bermanfaat. (AGI)