Tiada suatu bencanapun terjadi dan menimpa di bumi melainkan telah tertulis dalam

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauhul Mahfuzh] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. [QS. Al-Hadid : 22]

Bagikan ke WhatsApp

21 | 22 | 23

TAFSIR RUMAH FIQIH INDONESIA

TAFSIR WAJIZ

TAFSIR TAHLILI

Al-Hadid: 22مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

 Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauhul Mahfuzh] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Tafsir [Ibnu Katsir]Tafsir Surat Al-Hadid: 22-24Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfuz] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. [Kami jelaskan yang demikian itu] supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, [yaitu] orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir.Dan barang siapa yang berpaling [dari perintah-perintah Allah], maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang takdir yang telah ditetapkan-Nya atas makhluk-Nya sebelum Dia menciptakan semuanya. Untuk itu Dia berfirman: Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri. [Al-Hadid: 22] Maksudnya, di jagat raya ini dan juga pada diri kalian. melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfuz] sebelum Kami menciptakannya. [Al-Hadid: 22] Yakni sebelum Kami ciptakan manusia dan makhluk lainnya. Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa damir yang terdapat pada lafal nabra-aha merujuk kepada nufus [yakni anfusikum]. Menurut pendapat yang lain, kembali kepada musibah.Tetapi pendapat yang terbaik ialah yang mengatakan kembali kepada makhluk dan manusia, karena konteks pembicaraan berkaitan dengannya. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepadaku Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Mansur ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, “”Ketika aku sedang duduk bersama Al-Hasan, tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang menanyakan kepadanya tentang makna firman-Nya: ‘Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfuz] sebelum Kami menciptakannya’ [Al-Hadid: 22] Maka kusampaikan kepadanya pertanyaan lelaki itu, lalu Al-Hasan menjawab, ‘Subhanallah, siapakah yang meragukan hal ini; semua musibah yang terjadi di antara langit dan bumi, maka telah berada di dalam kitab Allah [Lauh Mahfuz] sebelum Dia menciptakan manusia.”” Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan ‘musibah’ di sini ialah musim paceklik atau kekeringan.dan [tidak pula] pada dirimu sendiri. [Al-Hadid 22] Yakni berupa rasa sakit dan penyakit. Qatadah mengatakan bahwa telah diceritakan kepada kami bahwa tiada seorang pun yang terkena luka karena batang dan tidak pula musibah yang menimpa telapak kaki [tertusuk duri] dan tidak pula terkilirnya urat, melainkan karena perbuatan dosa [yang bersangkutan], dan apa yang dimaafkan oleh Allah darinya adalah lebih banyak. Ayat yang mulia ini juga merupakan dalil yang paling akurat yang membantah golongan Qadariyah yang menafikan adanya pengetahuan Allah yang terdahulu.Semoga Allah mengutuk mereka. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Haiwah dan Ibnu Lahi’ah. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hani’ Al-Khaulani, bahwa ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Habli mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul As mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah telah menetapkan ukuran-ukuran [semua makhluk-Nya] sebelum menciptakan langit dan bumi dalam jarak lima puluh ribu tahun.Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadits Abdullah ibnu Wahb dan Haiwah ibnu Syuraih dan Nafi’ ibnu Yazid, ketiganya dari Abu Hani’ dengan sanad yang sama. Dan Ibnu Wahb menambahkan: sedangkan ‘Arasy-Nya berada di atas air. Imam At-Tirmidzi telah meriwayatkan pula hadits ini, dan ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. [Al-Hadid: 22] Artinya, pengetahuan Allah subhanahu wa ta’ala mengenai segala sesuatu sebelum kejadiannya dan pencatatan semuanya itu oleh-Nya sesuai dengan kejadiannya di alam kenyataan adalah mudah sekali bagi Allah.Karena sesungguhnya Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi serta apa yang tidak akan terjadi, dan bagaimana akibatnya bila hal itu terjadi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: [Kami jelaskan yang demikian itu] supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. [Al-Hadid: 23] Yaitu Kami beri tahukan kepada kalian tentang ilmu Kami dan ketetapan Kami atas segala sesuatu sebelum kejadiannya, dan ukuran-ukuran yang Kami buatkan untuk semua makhluk sebelum keberadaannya, supaya kalian mengetahui bahwa musibah yang menimpa diri kalian bukanlah hal yang diluputkan dari kalian, dan musibah yang luput dari kalian bukanlah untuk ditimpakan kepada kalian.Makajanganlah kamu menyesali apa yang luput dari kamu; karena sesungguhnya seandainya hal itu ditakdirkan, niscaya akan terjadi. dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. [Al-Hadid: 23] Yakni dengan apa yang didatangkan kepadamu. Makna atakum ialah diberikan-Nya kepadamu; kedua makna saling berkaitan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa janganlah kamu berbangga diri terhadap manusia dengan nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadamu.Karena sesungguhnya pemberian itu bukanlah dari usaha kamu, bukan pula dari hasil jerih payahmu. Sesungguhnya hal itu terjadi hanyalah semata-mata karena takdir Allah dan pemberian rezeki-Nya kepadamu. Makajanganlah nikmat-nikmat Allah menjadikan kamu lupa daratan hingga menjadi orang yang jahat lagi angkuh, lalu kamu membangga-banggakannya terhadap orang lain. Untuk itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya: Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. [Al-Hadid: 23] Maksudnya, bersikap angkuh dan sombong serta merasa besar diri terhadap orang lain.Ikrimah mengatakan bahwa tiada seorang pun melainkan mengalami gembira dan sedih, maka bersyukurlah kamu di saat memperoleh kegembiraan dan bersabarlah dalam menanggung kedukaan [kesedihan]. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: [yaitu] orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. [Al-Hadid: 24] Yakni gemar mengerjakan hal yang mungkar dan menganjurkan kepada orang lain untuk melakukannya. Dan barang siapa yang berpaling. [Al-Hadid: 24] Yaitu berpaling dari perintah Allah dan jalan ketaatan kepada-Nya. maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji. [Al-Hadid: 24] Semakna dengan apa yang dikatakan oleh Musa ‘alaihissalam

Yang disitir oleh firman-Nya: Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari [nikmat Allah], maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. [Ibrahim: 8]

22. مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

mā aṣāba mim muṣībatin fil-arḍi wa lā fī anfusikum illā fī kitābim ming qabli an nabra`ahā, inna żālika ‘alallāhi yasīr
22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauhul Mahfuzh] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Tafsir :

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang musibah yang menimpa seseorang di dunia ini. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia tidak akan selalu menyenangkan, suatu waktu seseorang akan merasakan sesuatu yang menyedihkan dari kehidupan ini. Siapa pun orang di dunia ini pasti pernah merasakan kesedihan dan kesenangan di dunia ini, tidak ada seorang pun yang murni merasakan kesenangan semata dalam kehidupannya, karena kesedihan dan ketakutan tidak lagi akan dirasakan oleh seseorang ketika dia telah berada di surga. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ

“Masuklah kamu ke dalam surga. Tidak ada rasa takut padamu dan kamu tidak pula akan bersedih hati.” [QS. Al-A’raf : 49]

Maka siapa pun dia, baik raja, presiden, menteri, da’i, bahkan para Nabi, selama mereka hidup di dunia pasti akan mengalami kesedihan, kekhawatiran, dan ketakutan.

Oleh karena itu, ayat ini menjelaskan tentang bagaimana cara kita menyikapi musibah yang menimpa diri kita.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab [Lauhil Mahfudzh] sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa seluruh musibah yang menimpa bumi seperti gempa bumi; banjir; atau kekeringan, dan seluruh musibah yang menimpa diri kita sendiri seperti sakit; cacat; atau musibah terkait anak dan istri, semuanya telah Allah tuliskan di al-Lauhul Mahfudzh sebelum Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan musibah tersebut, dan hal tersebut sangat mudah bagi Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, ayat ini berbicara tentang iman kepada takdir, bahwasanya semua apa yang terjadi itu telah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Tidak ada satu musibah pun yang menimpa diri kita, harta kita, dan keluarga kita kecuali hal tersebut telah tercatat di Lauhil Mahfudzh.

Video yang berhubungan