Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu

Kita hendaknya mencontoh keteladanannya dalam kehidupan sehari-hari. Keperwiraan Salahuddin al-ayyubi dan kesalehannya perlu mendapat perhatian lebih. Dengan gaya kepemimpinannya itu, bahkan lawan pun menyeganinya. Di antara beberapa contoh keteladanan yang dapat kita tiru dari Salahuddin al-ayyubi adalah: Pemberani, wara, zuhud, khusyu, pemurah, pemaaf, tegas,dll.  Para ulama dan penulis sejarah telah memberikan pujian yang melangit. Sifat pemurah dan pemaaf diakui lawan maupun kawan. Sultan Salahuddin al-Ayyubi adalah seorang perwira yang meng habiskan waktunya dengan bekerja keras siang dan malam untuk memperjuangkan Islam. Hidupnya  sangat sederhana. minumnya hanya air putih, makanannya sederhana, dan pakaiannya dari jenis bahan yang kasar. Salahuddin al-Ayyubi senantiasa menjaga waktu-waktu shalat dan mengerjakannya secara berjamaah. Dikatakan bahwa beliau sepanjang hayatnya tidak pernah terlepas dari mengerjakan shalat berjamaah, bahkan ketika sakit yang membawa pada ajalnya, beliau masih tetap mengerjakan shalat berjamaah. Sebelum imam salat masuk masjid , beliau sudah siap di dalam shaf. Salahuddin al-Ayyubi suka mendengarkan bacaan Al-Qur'an, Hadis , dan ilmu pengetahuan . Dalam bidang hadis, beliau memang mendengarkannya secara teratur, sehingga beliau mengenal jenis-jenis hadis. Hatinya sangat lembut dan pemurah, sering menangis apabila mendengarkan hadis Nabi di baca. Di dalam buku The Historiansof the World. di sebutkan sifat-sifat Salahuddin sebagai berikut:" Keberanian dan keberhasilan Sultan Salahuddin itu terjelma seluruhnya pada perkembangan kepribadian yang luar biasa . sama seperti halnya dengan amir  Imadudin zanki dan Amir nuruddin zanki, beliau juga merupakan seorang Muslim yang taat. Sudah menjadi kebiasaan bagi Salahuddin membacakan Kita suci Al-qur'an kepada pasukannya menjelang pertempuran berlangsung, Beliau juga sangat disiplin menggada' setiap puasannya yang tertinggal dan tidak pernah lalai mengerjakan salat lima waktu sampai pada akhir hayatnya, dan mengizinkan dirinya untuk dipanggil ke depan pengadilan. kemudian  beliau sendiri yaqng mengajar anak-anaknya mengenai agama Islam. Sultan yang mengepalai negara yang terbentang luas dari Asia hingga ke Afrika itu hanya meninggalkan warisan 1 dinar dan 36 dirham. Tidak meninggalkan emas, tidak punya tanah atau kebun. Padahal mengabdi pada kerajaan berpuluh tahun lamanya dan memegang jabatan sebagai panglima Perang dan Menteri Besar sebelum membangun Dinasti Al-Ayyubiyah . Pada saat pemakamannya, putra salahuddin al-Ayyubi yang bernama fadhal telah masuk ke liang lahad untuk meletakkan jenazah ayahnya. kain kafan benar-benar dari warisan beliasu yang jelas-jelas halal dan sangat sederhana. Dengan demikiam, terdapat Ibrah yang dapat diambil dari mempelajari biogafi salahuddin al-ayyubi, anatara lain: 1. Kita harus memiliki sifat sajaah/pemberani terlebih dalam menegakkan kebenaran 2. kita harus memiliki jiwa pemurah dan penyayang terhadap siapa saja, terutama kepada orang-orang yang lemah 3. kita harus bersikap tegas terhadap segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan 4. Kita harus mencntai ilmu, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agama dengan belajar sungguh-sungguh dan tekun 5. Kita harus memiliki sikap toleransi terhadap siapa saja, selama dalam bats-batas yang diperbolehkan dalam agama 6. kita harus bersikap adil terhadap siapa saja' 7. Kita harus memiliki jiwa perwira dan kesatria

8. Kita harus menanamkan pada diri kita bahwa semua yang kita lakukan dalam kehidupan ini semata-mata hanya mencari keridaan Allah swt. Semoga bermanfaat amin Ya rabbal alamin. wassalam.


Page 2

Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu
Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu

Salahuddin al-Ayyubi Dok Totally History

“Jangan tumpahkan darah, sebab darah yang tepercik tak akan tertidur.”

Itulah kalimat terakhir yang disampaikan Salahuddin al-Ayyubi kepada putranya, az-Zahir, sesaat menjelang kematiannya. Wasit tersebut sejalan dengan pendirian dan tindakan Salahuddin al-Ayyubi selama hidup. Ketika pasukan salib dikalahkan, yang dilakukan Salahuddin al-Ayyubi bukanlah menjadikan orang-orang Nasrani sebagai budak. Ia malah membebaskan sebagian besar orang-orang Nasrani yang ditawan tanpa dendam. Padahal pada tahun 1099, ketika pasukan salib dari Eropa merebut Yerusalem, 70 ribu orang muslim di kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.

Diantara sekian banyak tokoh muslim terkemuka, Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193) yang di Barat dikenal dengan nama Saladin, memiliki tempat yang sangat terhormat di kalangan umat Islam, terutama karena Salahuddin adalah pejuang muslim yang berhasil merebut kembali kota suci Yerusalem pada 1187 setelah dikuasai tantara salib selama hampir 90 tahun. Kiprah Salahuddin dalam perang salib tersebut menancapkan pengaruh yang dalam seiring dengan residu Perang Salib itu sendiri yang hingga kini terus membayangi pola relasi antara Islam dan Barat pada umumnya.

“Selain dikagumi kalangan muslim, Salahuddin al-Ayyubi juga memiliki reputasi besar di kalangan Kristen Eropa. Ia dikenal dengan sifat-sifatnya yang mulia, sederhana, cinta ilmu, shaleh, taat beribadah, akrab, dan toleran terhadap orang lain, termasuk kepada kaum nonmuslim.”

Kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa. Salah satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott. Cerita-cerita heroiknya telah banyak dicatat dalam buku-buku sejarah. Bahkan penggalan kisahnya diangkat oleh Ridley Scott dalam film Kingdom of Heaven (2005).

Salahuddin adalah seorang jendral dan mujahid muslim. Di dunia Islam dan Kristen ia dikenal karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang kesatria serta pengampun terhadap musuh-musuhnya. Pelajaran kemiliteran didapatkan Salahuddin dari pamannya Asaduddin Shirkuh yang menjadi panglima perang Turki Saljuk. Bersama dengan pamannya, Salahuddin menguasai Mesir dan mendeposisikan sultan terakhir Dinasti Fatimiyah.

Salahuddin al-Ayyubi adalah pahlawan paling mengagumkan yang pernah dipersembahkan oleh peradaban Islam sepanjang abad VI hingga VII Hijriah. Berkat Salahuddin, umat dan peradaban Islam terselamatkan dari kehancuran akibat serangan dari kaum salib.

Sejarawan Philip K. Hitti, penulis buku The History of The Arabs membagi perang salib menjadi tiga periode. Periode pertama disebut periode penaklukkan daerah-daerah kekuasaan Islam. Pasukan salib yang dipimpin oleh Godfrey of Bouillon mengorganisasi strategi perang dengan rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Yerusalem pada 7 Juni 1099. Pasukan salib melakukan pembantaian besar-besaran selama lebih kurang satu minggu terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, tua dan muda. Kemenangan pasukan salib dalam periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan situasi di Kawasan itu.(diko)

Sang Sultan menangis melihat keluarga terpecah belah akibat perang.

historia

Pasukan Muslim dipimpin Salahuddin mengepung Pasukan Salib di Lembah Hittin

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shalahuddin al-Ayyubi, sultan yang juga panglima perang itu, berhadap-hadapan dengan Balian de Ibelin, salah satu pemimpin terpenting tentara Salib. Pertempuran yang baru terjadi antara kedua belah pihak meninggalkan kekalahan besar di pihak Balian. Sang Sultan, Shalahuddin al- Ayyubi, menghentikan pertempuran dan secara damai meminta Balian menyerahkan Yerusalem kepada kaum Muslimin dengan beberapa penawaran.

“Aku akan mengantarkan tiap-tiap jiwa (orang) kalian (umat Kristen) dengan aman ke wilayah-wilayah Kristen, setiap jiwa dari kalian, wanita, anak-anak, orang tua, seluruh pasukan dan tentara, dan juga ratu kalian. Dan, aku akan mengembalikan raja kalian dan pada apa yang Tuhan kehendaki atasnya. Tidak satu pun dari kalian akan disakiti. Aku bersumpah,” Shalahuddin menyampaikan tawarannya.

“Orang-orang Kristen membantai setiap Muslim yang ada di dalam tembok Kota Yerusalem ketika mereka merebut kota ini,” jawab Balian, ragu.

“Aku bukan orang-orang (pembantai) itu. Aku adalah Shalahuddin. Shalahuddin,” tegas Shalahuddin.

“Jika demikian, dengan perjanjian itu aku menyerahkan Yerusalem (pada umat Islam),” Balian mengambil keputusan.

Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu

Yerusalem

Dialog tersebut mewarnai bagian akhir sebuah film yang diangkat dari kisah Perang Salib II pada abad ke-12, Kingdom of Heaven. Film yang disutradarai seorang Inggris dengan skenario ditulis seorang Amerika itu tidak saja menunjukkan kekuatan dan kekuasaan Shalahuddin, tetapi juga sikap toleransi dan ketidaksukaan sang panglima pada perang.

Meski dikenal jago berperang di padang pasir sehingga dijuluki Singa Padang Pasir, Shalahuddin sejatinya lebih suka menghindari perang dan menghentikan perang secara damai, meski musuhnya telah di ambang atau bahkan telah menelan kekalahan. Ia tidak membalas kejahatan pasukan Salib yang membunuh setiap Muslim di Yerusalem saat berhasil merebut kota suci itu lebih dari seabad sebelumnya.

Buku The Crusades Through Arab Eyes (1984) karya Amin Maalouf menjelaskan, Shalahuddin al-Ayyubi selalu ramah pada siapa pun yang datang mengunjunginya, selalu meminta mereka tinggal sejenak dan makan bersamanya, memperlakukan mereka dengan penuh hormat, bahkan kepada tamu non-Muslim sekalipun. Ia tidak dapat membiarkan pengunjungnya melanjutkan perjalanan dalam keadaan kecewa.

Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu

Pasukan Muslim dipimpin Salahuddin mengepung Pasukan Salib di Lembah Hittin

Suatu hari, di tengah gencatan senjata dengan Franj (Franks atau Prancis), para bangsawan Brin yang merupakan penguasa Antiokhia (kota tua di sisi timur Sungai Orontes, sekarang sebuah tempat di kota modern Antakya, Turki), tanpa diduga datang ke tenda Shalahuddin. Ia memintanya mengembalikan sebuah daerah yang telah diambil sang Sultan empat tahun sebelumnya. Shalahuddin menyetujuinya.

Selain itu, dalam banyak buku sejarah dan referensi lainnya, kita akan menemukan banyak kisah unik dan menarik seputar Shalahuddin yang layak diteladani. Syamsuddin Arif (2008) dalam Orientalis dan Diabolisme Pemikiran mencontohkan, di tengah suasana perang, ia pernah beberapa kali mengirimkan buah-buahan untuk Raja Richard yang sedang sakit. Ia mengutus dokter terbaiknya, bahkan juga menyamar sebagai dokter, untuk memeriksa dan mengobati raja yang menjadi musuhnya itu.

Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu

Sultan Hassan Kairo

Ketika menaklukkan Kairo, Shalahuddin tak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka, tetapi menunggu sampai raja mereka wafat. Baru setelah itu anggota keluarga Dinasti Fatimiyyah yang tersisa diantarkan ke tempat pengasingan mereka.

Gerbang menuju kota tempat benteng istana berada dibukanya untuk umum. Rakyat diperbolehkan tinggal di wilayah yang sebelumnya dikhususkan bagi kalangan bangsawan Fatimiyyah. Di Kairo, Shalahuddin tak hanya membangun masjid dan benteng, tetapi juga sekolah, rumah sakit, dan bahkan gereja.

Ia menetapkan hari Senin dan Selasa sebagai waktu tatap muka ketika ia akan menerima siapa saja yang memerlukan bantuannya. Karena itu, ia dikenal sebagai pemimpin yang wara dan zuhud.

Melegenda dan menginspirasi

Kisah sang Sultan telah menjadi cerita rakyat, melegenda, dan menginspirasi. Kehebatannya dalam berdiplomasi salah satunya terlihat dalam pertemuan militernya dengan Raja Richard “The Lion Heart” pada Perang Salib ketiga. Bagaimanapun, selain kemahiran diplomasi dan prestasi militernya, sosok Shalahuddin terus diingat atas kemampuannya menyatukan banyak dunia Muslim serta kemuliaan hati dan perilakunya, baik di dalam maupun di luar peperangan.

Karen Amstrong dalam bukunya, Perang Suci, menggambarkan, saat Shalahuddin dan pasukan Islam membebaskan Palestina, tak ada seorang Kristen pun yang dibunuh. Tak ada pula perampasan harta benda. “Jumlah tebusan pun sangat rendah. Shalahuddin menangis tersedu-sedu melihat banyak keluarga terpecah belah akibat perang. Ia pun membebaskan banyak tawanan, sesuai imbauan Alquran,” papar Amstrong.

Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu

Perang Salib

Kekaguman terhadap Shalahuddin tak hanya datang dari kalangan Muslim. Keadilan dan kenegarawanannya juga membuat umat Nasrani yang kala itu tinggal di Yerusalem berdecak kagum. Dikisahkan bahwa suatu ketika seorang tua beragama Kristen bertanya pada Shalahuddin. “Mengapa Tuan tidak membalas musuh-musuh Tuan?”

Shalahuddin menjawab, “Islam bukanlah agama pendendam dan bahkan sangat mencegah seseorang melakukan perkara yang tidak berperikemanusiaan. Islam menyuruh umatnya menepati janji, memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf, dan melupakan kekejaman musuh, meski sebelumnya mereka menindas kita.”

Mendengar jawaban itu, bergetarlah hati orang tua itu dan berkata, “Sungguh indah agama Tuan! Maka pada akhir hayatku ini, bagaimana agar aku memeluk agamamu?” Shalahuddin menjawab, “Ucapkanlah dua kalimat syahadat.” Atas semua kemuliaan itu, pengajar University of London dan penulis beberapa buku tentang Perang Salib, Jonathan Phillips, menyebut Shalahuddin sebagai pahlawan utama bagi umat Islam.

  • teladan shalahuddin al-ayyubi
  • shalahuddin al-ayyubi

Terhadap orang yang lemah, shalahudin al ayyubi mempunyai sifat yang dapat kita contoh yaitu

sumber : Mozaik Republika